Advertisement
-
Pahlawan Sampah
Pahlawan tanpa tanda jasa itu bernama tukang sampah! Barangkali kalimat itulah yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi objektif tukang sampah yang telah berjasa merawat lingkungan sekitar kita. Bayangkan, betapa ruwetnya hidup ini jika tak ada satu orang pun yang ikhlas menjadi seperti mereka. Lalat berkerumun di depan rumah, sisa-sisa makanan dan plastik berserakan di mana-mana, bau busuk menyengat hidung membuat perut jadi mual, dan segala bentuk ketidaknyamanan lainnya.
Ya, tak ada yang berani menjadi pahlawan sampah kecuali mereka yang memiliki jiwa yang kuat dan nurani yang bersih. Jiwa mereka terlanjur kuat untuk mengenyahkan bisikan-bisikan setan yang selalu meledek bahwa menjadi tukang sampah adalah hina, profesi rendahan, manusia kotor, sekotor sampah itu. Nurani mereka terlanjur bersih untuk sekedar mengumpat-umpat dan mendiamkan tumpukan kotoran menjelama kebusukan.
Tak pernah terlintas di benak mereka, apalagi membayangkan dirinya menjadi tukang sampah, yang berjalan dari rumah ke rumah, dari gang ke gang, hanya demi memunguti barang buangan (sampah) orang lain. Ketika semua orang membenci dan menghindari bau busuk atau lalat yang kadang membawa laknat, pahlawan sampah ini malah dipaksa mengakrabinya dari hari ke hari, dengan resiko yang berat; terkena penyakit tentulah amat tinggi, selain gangguan pernapasan, penyakit kulit bisa jadi menjadi ancaman yang selalu mengintip mereka.
Parahnya, pahlawan kita ini jarang sekali, bahkan nyaris dikatakan tidak ada yang mengenakan perlengkapan yang seharusnya, seperti masker, kaus tangan, sepatu boot, bahkan jaket panjang. Dan yang tak jarang, pahlawan yang hampir tak pernah dilirik dan dihiraukan orang ini berpenghasilan minim dan perkerjaannya dinilai hina oleh sebagian besar masyarakat! Jangankan untuk berperalatan lengkap denga masker, kaus tangan dan segala tetek bengeknya, berpikir pun barangkali tak pernah! Yang ada dalam pikiran mereka hanyalah sepotong mimpi, bahwa esok pagi anak dan istri mereka merengek minta sesuap nasi.
# # # # #
Pukul 2.00 dini hari. Jalan Jemur Wonosari mulai senyap. Hanya satu dua motor yang kebetulan melintas. Fajar sepertinya belum merekah. Bau busuk tiba-tiba menyengat dari luar warnet SMART, tempat saya bekerja sebagai operator warnet. Rutinitas yang hampir terjadi tipa malam. Bila bau menusuk mulai tercium, berarti sang Pahlawan talah datang, karena setelah mengangkut "barang-barangnya", ia biasanya akan membiarkan tutup tong sampah terbuka. Dan tanpa disuruh, saya pun langsung berjalan ke depan warnet menuju tong sampah, lalu menutupnya kembali.
Begitulah, hampir tiap malam, di saat kebanyakan orang terlelap dalam tidurnya, Pahlawan kita terus menyusuri lorong demi lorong, dari satu tong sampah ke tong sampah yang lain, dengan gerobak tuanya yang tetap setia menemani. Ia terus berjalan, tanpa menolah ke belakang. Rasanya ia ingin begitu cepat meninggalkan setiap orang yang ditemuinya, tanpa sepatah kata pun. Ia sepertinya memang pahlawan sunyi. Sesunyi ikhlas-baktinya pada masyarakat...
Setiap kali keluar menutup tong sampah, saya hanya bisa melihat punggunya yang begitu tabah. Dalam pandanganku yang nanar, ia masih terlihat santun tanpa kepongahan setitik pun, dan tentu tanpa dasi selayaknya para pejabat di istana negara, yang kadang justru dijuluki sampah negara! Ya, dia tetaplah lelaki tua dengan kesahajaan yang tak pernah ia paksakan. Dalam hati saya seringkali berucap:"Sungguh, kau dalah guru terbaik kehidupanku, wahai pahlawan tanpa tanda jasa...."
Sumber : http://www.sejenak-kemudian.co.cc/2010/01/guruku-pahlawan-sampah.html
-
TEORI STUKTURAL FUNGSIONAL EMILE DURKHEIM
1.Pengantar Teori Struktural Fungsional.
Teori fungsional dan struktural adalah salah satu teori komunikasi yang masuk dalam kelompok teori umum atau general theories (Littlejohn, 1999), ciri utama teori ini adalah adanya kepercayaan pandangan tentang berfungsinya secara nyata struktur yang berada di luar diri pengamat.
Fungsionalisme struktural atau lebih popular dengan ‘struktural fungsional’ merupakan hasil pengaruh yang sangat kuat dari teori sistem umum di mana pendekatan fungsionalisme yang diadopsi dari ilmu alam khususnya ilmu biologi, menekankan pengkajiannya tentang cara-cara mengorganisasikan dan mempertahankan sistem. Dan pendekatan strukturalisme yang berasal dari linguistik, menekankan pengkajiannya pada hal-hal yang menyangkut pengorganisasian bahasa dan sistem sosial. Fungsionalisme struktural atau ‘analisa sistem’ pada prinsipnya berkisar pada beberapa konsep, namun yang paling penting adalah konsep fungsi dan konsep struktur.
Perkataan fungsi digunakan dalam berbagai bidang kehidupan manusia, menunjukkan kepada aktivitas dan dinamika manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Dilihat dari tujuan hidup, kegiatan manusia merupakan fungsi dan mempunyai fungsi. Secara kualitatif fungsi dilihat dari segi kegunaan dan manfaat seseorang, kelompok, organisasi atau asosiasi tertentu.
Fungsi juga menunjuk pada proses yang sedang atau yang akan berlangsung, yaitu menunjukkan pada benda tertentu yang merupakan elemen atau bagian dari proses tersebut, sehingga terdapat perkataan ”masih berfungsi” atau ”tidak berfungsi.” Fungsi tergantung pada predikatnya, misalnya pada fungsi mobil, fungsi rumah, fungsi organ tubuh, dan lain-lain termasuk fungsi komunikasi politik yang digunakan oleh suatu partai dalam hal ini Partai Persatuan Pembangunan misalnya. Secara kuantitatif, fungsi dapat menghasilkan sejumlah tertentu, sesuai dengan target, proyeksi, atau program yang telah ditentukan.
Menurut Michael J. Jucius (dalam Soesanto, 1974:57) mengungkapkan bahwa fungsi sebagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia dengan harapan dapat tercapai apa yang diinginkan. Michael J. Jucius dalam hal ini lebih menitikberatkan pada aktivitas manusia dalam mencapai tujuan. Berbeda dengan Viktor A. Thomson dalam batasan yang lebih lengkap, tidak hanya memperhatikan pada kegiatannya saja tapi juga memperhatikan terhadap nilai (value) dan menghargai nilai serta memeliharanya dan meningkatkan nilai tersebut. Berbicara masalah nilai sebagaimana dimaksud oleh Viktor, nilai yang ditujukan kepada manusia dalam melaksanakan fungsi dan aktivitas dalam berbagai bentuk persekutuan hidupnya. Sedangkan benda-benda lain melaksanakan fungsi dan aktivitas hanya sebagai alat pembantu bagi manusia dalam melaksanakan fungsinya tersebut.
Demikian pula fungsi komunikasi dan fungsi politik, fungsi dapat kita lihat sebagai upaya manusia. Hal ini disebabkan karena, baik komunikasi maupun politik, keduanya merupakan usaha manusia dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Sedangkan fungsi yang didefenisikan oleh Oran Young sebagai hasil yang dituju dari suatu pola tindakan yang diarahkan bagi kepentingan (dalam hal ini sistem sosial atau sistem politik). Jika fungsi menurut Robert K. Merton merupakan akibat yang tampak yang ditujukan bagi kepentingan adaptasi dan penyetelan (adjustments) dari suatu sistem tertentu, maka struktur menurut SP. Varma menunjuk kepada susunan-susunan dalam sistem yang melakukan fungsi-fungsi. Struktur dalam sistem politik adalah semua aktor (institusi atau person) yang terlibat dalam proses-proses politik. Partai politik, media massa, kelompok kepentingan (interest group), dan aktor termasuk ke dalam infrastruktur politik, sementara lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif termasuk ke dalam supra-struktur politik.
Mengacu pada pengertian fungsi yang diajukan Oran Young dan Robert K. Merton, serta pengertian struktur oleh SP. Varma, maka fungsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah fungsi komunikasi politik sebagai salah satu fungsi input dalam sistem politik. Sementara struktur yang dimaksud adalah Partai Persatuan Pembangunan sebagai salah satu bagian dari infrastruktur dalam sistem politik. Selain fungsi artikulasi dan agregasi kepentingan, serta fungsi sosialisasi politik, fungsi partisipasi politik dan rekruitmen politik, fungsi lain yang harus dijalankan oleh partai politik sebagai infrastruktur politik dalam sistem politik adalah fungsi komunikasi politik. Mungkin menjadikan fungsional bagi struktur lain akan tetapi partai politik menjadi disfungsional jika tidak dapat melaksanakan semua fungsi tersebut.
Lahirnya fungsionalisme struktural sebagai suatu perspektif yang ”berbeda” dalam sosiologi memperoleh dorongan yang sangat besar lewat karya-karya klasik seorang ahli sosiologi Perancis, yaitu Emile Durkheim. Masyarakat modern dilihat oleh Durkheim sebagai keseluruhan organis yang memiliki realitas tersendiri. Keseluruhan tersebut memiliki seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam keadaan normal, tetap langgeng. Bila mana kebutuhan tertentu tadi tidak dipenuhi maka akan berkembang suatu keadaan yang bersifat ”patologis”. Sebagai contoh dalam masyarakat modern fungsi ekonomi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Bilamana kehidupan ekonomi mengalami suatu fluktuasi yang keras, maka bagian ini akan mempengaruhi bagian yang lain dari sistem itu dan akhirnya sistem sebagai keseluruhan. Suatu depresi yang parah dapat menghancurkan sistem politik, mengubah sistem keluarga dan menyebabkan perubahan dalam struktur keagamaan. Pukulan yang demikian terhadap sistem dilihat sebagai suatu keadaan patologis, yang pada akhirnya akan teratasi dengan sendirinya sehingga keadaan normal kembali dapat dipertahankan. Para fungsionalis kontemporer menyebut keadaan normal sebagai equilibrium, atau sebagai suatu sistem yang seimbang, sedang keadaan patologis menunjuk pada ketidakseimbangan atau perubahan sosial.
Fungsionalisme Durkheim ini tetap bertahan dan dikembangkan lagi oleh dua orang ahli antropologi abad ke-20, yaitu Bronislaw Malinowski dan A.R. Radcliffe-Brown. Malinowski dan Brown dipengaruhi oleh ahli-ahli sosiologi yang melihat masyarakat sebagai organisme hidup, dan keduanya menyumbangkan buah pikiran mereka tentang hakikat, analisa fungsional yang dibangun di atas model organis. Di dalam batasannya tentang beberapa konsep dasar fungsionalisme dalam ilmu-ilmu sosial, pemahaman Radcliffe-Brown (1976:503-511) mengenai fungsionalisme struktural merupakan dasar bagi analisa fungsional kontemporer.
Fungsi dari setiap kegiatan yang selalu berulang, seperti penghukuman kejahatan, atau upacara penguburan, adalah merupakan bagian yang dimainkannya dalam kehidupan sosial sebagai keseluruhan dan, karena itu merupakan sumbangan yang diberikannya bagi pemeliharaan kelangsungan struktural (Radcliffe-Brown (1976:505).
Jasa Malinowski terhadap fungsionalisme, walau dalam beberapa hal berbeda dari Brown, mendukung konsepsi dasar fungsionalisme tersebut. Para ahli antropologi menganalisa kebudayaan dengan melihat pada ”fakta-fakta antropologis” dan bagian yang dimainkan oleh fakta-fakta itu dalam sistem kebudayaan (Malinowski, 1976: 551).
Dalam membahas sejarah fungsionalisme struktural, Alvin Gouldner (1970: 138-157) mengingatkan pada pembaca-pembacanya akan lingkungan di mana fungsionalisme aliran Parson berkembang. Walaupun kala itu adalah merupakan masa kegoncangan ekonomi di dalam maupun di luar negeri sebagai akibat dari depresi besar. Teori fungsionalisme Parsons mengungkapkan suatu keyakinan akan perubahan dan kelangsungan sistem. Pada saat depresi kala itu, teorinya merupakan teori sosial yang optimistis. Akan tetapi agaknya optimisme Parson itu dipengaruhi oleh keberhasilan Amerika dalam Perang Dunia II dan kembalinya masa kemewahan setelah depresi yang parah itu. Bagi mereka yang hidup dalam sistem yang kelihatannya galau dan kemudian diikuti oleh pergantian dan perkembangan lebih lanjut maka optimisme teori Parsons dianggap benar. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Gouldner (1970: 142): ”untuk melihat masyarakat sebagai sebuah firma, yang dengan jelas memiliki batas-batas srukturalnya, seperti yang dilakukan oleh teori baru Parsons, adalah tidak bertentangan dengan pengalaman kolektif, dengan realitas personal kehidupan sehari-hari yang sama-sama kita miliki”.
Walaupun fungsionalisme struktural memiliki banyak pemuka yang tidak selalu harus merupakan ahli-ahli pemikir teori, akan tetapi paham ini benar-benar berpendapat bahwa sosiologi adalah merupakan suatu studi tentang struktur-struktur sosial sebagai unit-unit yang terbentuk atas bagian-bagian yang saling tergantung. Coser dan Rosenberg (1976: 490) melihat bahwa kaum fungsionalisme struktural berbeda satu sama lain di dalam mendefinisikan konsep-konsep sosiologi mereka. Sekalipun demikian adalah mungkin untuk memperoleh suatu batasan dari dua konsep kunci berdasarkan atas kebiasaan sosiologis standar. Struktur menunjuk pada seperangkat unit-unit sosial yang relatif stabil dan berpola”, atau ”suatu sistem dengan pola-pola yang relatif abadi”.
Selama beberapa dasawarsa, fungsionalisme struktural telah berkuasa sebagai suatu paradigma atau model teoritis yang dominan di dalam sosiologi kontemporer Amerika. Di tahun 1959 Kingsley Davis di dalam pidato kepemimpinannya di hadapan anggota ”American Sociological Association”, bahkan melangkah lebih jauh dengan menyatakan bahwa fungsionalisme struktural sudah tidak dapat lagi dipisahkan dari sosiologi itu sendiri. Tetapi dalam sepuluh tahun terakhir ini teori fungsionalisme struktural itu semakin banyak mendapat serangan sehingga memaksa para pendukungnya untuk mempertimbangkan kembali pernyataan mereka tentang potensi teori tersebut sebagai teori pemersatu dalam sosiologi.
2. Pengertian Solidaritas Mekanik Dan Organik
a. Solidaritas Mekanik
Solidaritas mekanik adalah solidaritas yang muncul pada masyarakat yang masih sederhana dan diikat oleh kesadaran kolektif serta belum mengenal adanya pembagian kerja diantara para anggota kelompok.
b. Solidaritas Organik
Solidaritas organik adalah solidaritas yang mengikat masyarakat yang sudah kompleks dan telah mengenal pembagian kerja yang teratur sehingga disatukan oleh saling ketergantungan antaranggota.
3.Konsep Dasar Tentang Anomy
Anomie adalah sebuah istilah yang diperkenalkan oleh Émile Durkheim untuk menggambarkan keadaan yang kacau, tanpa peraturan. Kata ini berasal dari bahasa Yunani a-: “tanpa”, dan nomos: “hukum” atau “peraturan”.
Macam-macam Anomi itu ada 3
1.Anomi Sebagai Kekacauan Pada Individu
2.Anomi Sebagai Kekacauan Pada Masyarakat
3.Anomi Sebagai Kekacauan Pada Sastra Dan Film
1. Anomie sebagai kekacauan pada diri individu
Émile Durkheim, sosiolog perintis Prancis abad ke-19 menggunakan kata ini dalam bukunya yang menguraikan sebab-sebab bunuh diri untuk menggambarkan keadaan atau kekacauan dalam diri individu, yang dicirikan oleh ketidakhadiran atau berkurangnya standar atau nilai-nilai, dan perasaan alienasi dan ketiadaan tujuan yang menyertainya. Anomie sangat umum terjadi apabila masyarakat sekitarnya mengalami perubahan-perubahan yang besar dalam situasi ekonomi, entah semakin baik atau semakin buruk, dan lebih umum lagi ketika ada kesenjangan besar antara teori-teori dan nilai-nilai ideologis yang umumnya diakui dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pandangan Durkheim, agama-agama tradisional seringkali memberikan dasar bagi nilai-nilai bersama yang tidak dimiliki oleh individu yang mengalami anomie. Lebih jauh ia berpendapat bahwa pembagian kerja yang banyak terjadi dalam kehidupan ekonomi modern sejak Revolusi Industri menyebabkan individu mengejar tujuan-tujuan yang egois ketimbang kebaikan komunitas yang lebih luas.
Robert King Merton juga mengadopsi gagasan tentang anomie dalam karyanya. Ia mendefinisikannya sebagai kesenjangan antara tujuan-tujuan sosial bersama dan cara-cara yang sah untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dengan kata lain, individu yang mengalami anomie akan berusaha mencapai tujuan-tujuan bersama dari suatu masyarakat tertentu, namn tidak dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut dengan sah karena berbagai keterbatasan sosial. Akibatnya, individu itu akan memperlihatkan perilaku menyimpang untuk memuaskan dirinya sendiri.
2. Anomie sebagai kekacauan masyarakat
Kata ini (kadang-kadang juga dieja “anomy”) telah digunakan untuk masyarakat atau kelompok manusia di dalam suatu masyarakat, yang mengalami kekacauan karena tidak adanya aturan-aturan yang diakui bersama yang eksplisit ataupun implisit mengenai perilaku yang baik, atau, lebih parah lagi, terhadap aturan-aturan yang berkuasa dalam meningkatkan isolasi atau bahkan saling memangsa dan bukan kerja sama. Friedrich Hayek dikenal menggunakan kata anomie dengan makna ini.
Anomie sebagai kekacauan sosial tidak boleh dikacaukan dengan “anarkhi”. Kata “anarkhi” menunjukkan tidak adanya penguasa, hierarkhi, dan komando, sementara “anomie” menunjukkan tidak adanya aturan, struktur dan organisasi. Banyak penentang anarkhisme mengklaim bahwa anarkhi dengan sendirinya mengakibatkan anomi. Namun hampir semua anarkhis akan mengatakan bahwa komando yang hierarkhis sesungguhnya menciptakan kekacauan, bukan keteraturan (lih. misalnya Law of Eristic Escalation). Kamus Webster 1913, sebuah versi yang lebih tua, melaporkan penggunaan kata “anomie” dalam pengertian “ketidakpedulian atau pelanggaran terhadap hukum”.
3. Anomie dalam sastra dan film
Dalam novel eksistensialis karya Albert Camus Orang Asing, tokoh protagonisnya, Mersault bergumul untuk membangun suatu sistem nilai individual sementara ia menanggapi hilangnya system yang lama. Ia berada dalam keadaan anomie, seperti yang terlihat dalam apatismenya yang tampak dalam kalimat-kalimat pembukaannya: “Aujourd’hui, maman est morte. Ou peut-être hier, je ne sais pas.” (“Hari ini ibunda meninggal. Atau mungkin kemarin, aku tak tahu.”) Camus mengungkapkan konflik Mersault dengan struktur nilai yang diberikan oleh agama tradisional dalam suatu dialog hampir pada bagian penutup bukunya dengan seorang pastur Katolik yang berseru, “Apakah engkau ingin hidupku tidak bermakna?”
Dostoevsky, yang karyanya seringkali dianggap sebagai pendahulu filosofis bagi eksistensialisme, seringkali mengungkapkan keprihatinan yang sama dalam novel-novelnya. Dalam The Brothers Karamazov, tokoh Dimitri Karamazov bertanya kepada sahabatnya yang ateis, Rakitin, “…tanpa Allah dan kehidupan kekal? Jadi segala sesuatunya sah, mereka dapat melakukan apa saja yang mereka sukai?’” Raskolnikov, anti-hero dari novel Dostoevsky Kejahatan dan Hukuman, mengungkapkan filsafatnya ke dalam tindakan ketika ia membunuh seorang juru gadai tua dan saudara perempuannya, dan belakangan merasionalisasikan tindakannya itu kepada dirinya sendiri dengan kata-kata, “… yang kubunuh bukanlah manusia, melainkan sebuah prinsip!”
Yang lebih belakangan, protagonis dari film Taxi Driver karya Martin Scorsese dan protagonis dari Fight Club, yang aslinya ditulis oleh Chuck Palahniuk dan belakangan dijadikan film, dapat dikatakan mengalami anomie.
-
TEORI STUKTURAL FUNGSIONAL EMILE DURKHEIM
1.Pengantar Teori Struktural Fungsional.
Teori fungsional dan struktural adalah salah satu teori komunikasi yang masuk dalam kelompok teori umum atau general theories (Littlejohn, 1999), ciri utama teori ini adalah adanya kepercayaan pandangan tentang berfungsinya secara nyata struktur yang berada di luar diri pengamat.
Fungsionalisme struktural atau lebih popular dengan ‘struktural fungsional’ merupakan hasil pengaruh yang sangat kuat dari teori sistem umum di mana pendekatan fungsionalisme yang diadopsi dari ilmu alam khususnya ilmu biologi, menekankan pengkajiannya tentang cara-cara mengorganisasikan dan mempertahankan sistem. Dan pendekatan strukturalisme yang berasal dari linguistik, menekankan pengkajiannya pada hal-hal yang menyangkut pengorganisasian bahasa dan sistem sosial.
Fungsionalisme struktural atau ‘analisa sistem’ pada prinsipnya berkisar pada beberapa konsep, namun yang paling penting adalah konsep fungsi dan konsep struktur.
Perkataan fungsi digunakan dalam berbagai bidang kehidupan manusia, menunjukkan kepada aktivitas dan dinamika manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Dilihat dari tujuan hidup, kegiatan manusia merupakan fungsi dan mempunyai fungsi. Secara kualitatif fungsi dilihat dari segi kegunaan dan manfaat seseorang, kelompok, organisasi atau asosiasi tertentu.
Fungsi juga menunjuk pada proses yang sedang atau yang akan berlangsung, yaitu menunjukkan pada benda tertentu yang merupakan elemen atau bagian dari proses tersebut, sehingga terdapat perkataan ”masih berfungsi” atau ”tidak berfungsi.” Fungsi tergantung pada predikatnya, misalnya pada fungsi mobil, fungsi rumah, fungsi organ tubuh, dan lain-lain termasuk fungsi komunikasi politik yang digunakan oleh suatu partai dalam hal ini Partai Persatuan Pembangunan misalnya. Secara kuantitatif, fungsi dapat menghasilkan sejumlah tertentu, sesuai dengan target, proyeksi, atau program yang telah ditentukan.
Menurut Michael J. Jucius (dalam Soesanto, 1974:57) mengungkapkan bahwa fungsi sebagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia dengan harapan dapat tercapai apa yang diinginkan. Michael J. Jucius dalam hal ini lebih menitikberatkan pada aktivitas manusia dalam mencapai tujuan. Berbeda dengan Viktor A. Thomson dalam batasan yang lebih lengkap, tidak hanya memperhatikan pada kegiatannya saja tapi juga memperhatikan terhadap nilai (value) dan menghargai nilai serta memeliharanya dan meningkatkan nilai tersebut.
Berbicara masalah nilai sebagaimana dimaksud oleh Viktor, nilai yang ditujukan kepada manusia dalam melaksanakan fungsi dan aktivitas dalam berbagai bentuk persekutuan hidupnya. Sedangkan benda-benda lain melaksanakan fungsi dan aktivitas hanya sebagai alat pembantu bagi manusia dalam melaksanakan fungsinya tersebut. Demikian pula fungsi komunikasi dan fungsi politik, fungsi dapat kita lihat sebagai upaya manusia. Hal ini disebabkan karena, baik komunikasi maupun politik, keduanya merupakan usaha manusia dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Sedangkan fungsi yang didefenisikan oleh Oran Young sebagai hasil yang dituju dari suatu pola tindakan yang diarahkan bagi kepentingan (dalam hal ini sistem sosial atau sistem politik). Jika fungsi menurut Robert K. Merton merupakan akibat yang tampak yang ditujukan bagi kepentingan adaptasi dan penyetelan (adjustments) dari suatu sistem tertentu, maka struktur menurut SP. Varma menunjuk kepada susunan-susunan dalam sistem yang melakukan fungsi-fungsi. Struktur dalam sistem politik adalah semua aktor (institusi atau person) yang terlibat dalam proses-proses politik. Partai politik, media massa, kelompok kepentingan (interest group), dan aktor termasuk ke dalam infrastruktur politik, sementara lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif termasuk ke dalam supra-struktur politik.
Mengacu pada pengertian fungsi yang diajukan Oran Young dan Robert K. Merton, serta pengertian struktur oleh SP. Varma, maka fungsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah fungsi komunikasi politik sebagai salah satu fungsi input dalam sistem politik. Sementara struktur yang dimaksud adalah Partai Persatuan Pembangunan sebagai salah satu bagian dari infrastruktur dalam sistem politik. Selain fungsi artikulasi dan agregasi kepentingan, serta fungsi sosialisasi politik, fungsi partisipasi politik dan rekruitmen politik, fungsi lain yang harus dijalankan oleh partai politik sebagai infrastruktur politik dalam sistem politik adalah fungsi komunikasi politik. Mungkin menjadikan fungsional bagi struktur lain akan tetapi partai politik menjadi disfungsional jika tidak dapat melaksanakan semua fungsi tersebut.
Lahirnya fungsionalisme struktural sebagai suatu perspektif yang ”berbeda” dalam sosiologi memperoleh dorongan yang sangat besar lewat karya-karya klasik seorang ahli sosiologi Perancis, yaitu Emile Durkheim. Masyarakat modern dilihat oleh Durkheim sebagai keseluruhan organis yang memiliki realitas tersendiri. Keseluruhan tersebut memiliki seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam keadaan normal, tetap langgeng. Bila mana kebutuhan tertentu tadi tidak dipenuhi maka akan berkembang suatu keadaan yang bersifat ”patologis”. Sebagai contoh dalam masyarakat modern fungsi ekonomi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Bilamana kehidupan ekonomi mengalami suatu fluktuasi yang keras, maka bagian ini akan mempengaruhi bagian yang lain dari sistem itu dan akhirnya sistem sebagai keseluruhan. Suatu depresi yang parah dapat menghancurkan sistem politik, mengubah sistem keluarga dan menyebabkan perubahan dalam struktur keagamaan. Pukulan yang demikian terhadap sistem dilihat sebagai suatu keadaan patologis, yang pada akhirnya akan teratasi dengan sendirinya sehingga keadaan normal kembali dapat dipertahankan. Para fungsionalis kontemporer menyebut keadaan normal sebagai equilibrium, atau sebagai suatu sistem yang seimbang, sedang keadaan patologis menunjuk pada ketidakseimbangan atau perubahan sosial.
Fungsionalisme Durkheim ini tetap bertahan dan dikembangkan lagi oleh dua orang ahli antropologi abad ke-20, yaitu Bronislaw Malinowski dan A.R. Radcliffe-Brown. Malinowski dan Brown dipengaruhi oleh ahli-ahli sosiologi yang melihat masyarakat sebagai organisme hidup, dan keduanya menyumbangkan buah pikiran mereka tentang hakikat, analisa fungsional yang dibangun di atas model organis. Di dalam batasannya tentang beberapa konsep dasar fungsionalisme dalam ilmu-ilmu sosial, pemahaman Radcliffe-Brown (1976:503-511) mengenai fungsionalisme struktural merupakan dasar bagi analisa fungsional kontemporer:
Fungsi dari setiap kegiatan yang selalu berulang, seperti penghukuman kejahatan, atau upacara penguburan, adalah merupakan bagian yang dimainkannya dalam kehidupan sosial sebagai keseluruhan dan, karena itu merupakan sumbangan yang diberikannya bagi pemeliharaan kelangsungan struktural (Radcliffe-Brown (1976:505).
Jasa Malinowski terhadap fungsionalisme, walau dalam beberapa hal berbeda dari Brown, mendukung konsepsi dasar fungsionalisme tersebut. Para ahli antropologi menganalisa kebudayaan dengan melihat pada ”fakta-fakta antropologis” dan bagian yang dimainkan oleh fakta-fakta itu dalam sistem kebudayaan (Malinowski, 1976: 551).
Dalam membahas sejarah fungsionalisme struktural, Alvin Gouldner (1970: 138-157) mengingatkan pada pembaca-pembacanya akan lingkungan di mana fungsionalisme aliran Parson berkembang. Walaupun kala itu adalah merupakan masa kegoncangan ekonomi di dalam maupun di luar negeri sebagai akibat dari depresi besar. Teori fungsionalisme Parsons mengungkapkan suatu keyakinan akan perubahan dan kelangsungan sistem. Pada saat depresi kala itu, teorinya merupakan teori sosial yang optimistis. Akan tetapi agaknya optimisme Parson itu dipengaruhi oleh keberhasilan Amerika dalam Perang Dunia II dan kembalinya masa kemewahan setelah depresi yang parah itu. Bagi mereka yang hidup dalam sistem yang kelihatannya galau dan kemudian diikuti oleh pergantian dan perkembangan lebih lanjut maka optimisme teori Parsons dianggap benar.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Gouldner (1970: 142): ”untuk melihat masyarakat sebagai sebuah firma, yang dengan jelas memiliki batas-batas srukturalnya, seperti yang dilakukan oleh teori baru Parsons, adalah tidak bertentangan dengan pengalaman kolektif, dengan realitas personal kehidupan sehari-hari yang sama-sama kita miliki”.
Walaupun fungsionalisme struktural memiliki banyak pemuka yang tidak selalu harus merupakan ahli-ahli pemikir teori, akan tetapi paham ini benar-benar berpendapat bahwa sosiologi adalah merupakan suatu studi tentang struktur-struktur sosial sebagai unit-unit yang terbentuk atas bagian-bagian yang saling tergantung. Coser dan Rosenberg (1976: 490) melihat bahwa kaum fungsionalisme struktural berbeda satu sama lain di dalam mendefinisikan konsep-konsep sosiologi mereka. Sekalipun demikian adalah mungkin untuk memperoleh suatu batasan dari dua konsep kunci berdasarkan atas kebiasaan sosiologis standar. Struktur menunjuk pada seperangkat unit-unit sosial yang relatif stabil dan berpola”, atau ”suatu sistem dengan pola-pola yang relatif abadi”.
Selama beberapa dasawarsa, fungsionalisme struktural telah berkuasa sebagai suatu paradigma atau model teoritis yang dominan di dalam sosiologi kontemporer Amerika. Di tahun 1959 Kingsley Davis di dalam pidato kepemimpinannya di hadapan anggota ”American Sociological Association”, bahkan melangkah lebih jauh dengan menyatakan bahwa fungsionalisme struktural sudah tidak dapat lagi dipisahkan dari sosiologi itu sendiri. Tetapi dalam sepuluh tahun terakhir ini teori fungsionalisme struktural itu semakin banyak mendapat serangan sehingga memaksa para pendukungnya untuk mempertimbangkan kembali pernyataan mereka tentang potensi teori tersebut sebagai teori pemersatu dalam sosiologi.
2. Pengertian Solidaritas Mekanik Dan Organik
a. Solidaritas Mekanik
Solidaritas mekanik adalah solidaritas yang muncul pada masyarakat yang masih sederhana dan diikat oleh kesadaran kolektif serta belum mengenal adanya pembagian kerja diantara para anggota kelompok.
b. Solidaritas Organik
Solidaritas organik adalah solidaritas yang mengikat masyarakat yang sudah kompleks dan telah mengenal pembagian kerja yang teratur sehingga disatukan oleh saling ketergantungan antaranggota.
3.Konsep Dasar Tentan Anomy
Anomie adalah sebuah istilah yang diperkenalkan oleh Émile Durkheim untuk menggambarkan keadaan yang kacau, tanpa peraturan. Kata ini berasal dari bahasa Yunani a-: “tanpa”, dan nomos: “hukum” atau “peraturan”.
Macam-macam Anomi itu ada 3
1.Anomi Sebagai Kekacauan Pada Individu
2.Anomi Sebagai Kekacauan Pada Masyarakat
3.Anomi Sebagai Kekacauan Pada Sastra Dan Film
1. Anomie sebagai kekacauan pada diri individu
Émile Durkheim, sosiolog perintis Prancis abad ke-19 menggunakan kata ini dalam bukunya yang menguraikan sebab-sebab bunuh diri untuk menggambarkan keadaan atau kekacauan dalam diri individu, yang dicirikan oleh ketidakhadiran atau berkurangnya standar atau nilai-nilai, dan perasaan alienasi dan ketiadaan tujuan yang menyertainya. Anomie sangat umum terjadi apabila masyarakat sekitarnya mengalami perubahan-perubahan yang besar dalam situasi ekonomi, entah semakin baik atau semakin buruk, dan lebih umum lagi ketika ada kesenjangan besar antara teori-teori dan nilai-nilai ideologis yang umumnya diakui dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pandangan Durkheim, agama-agama tradisional seringkali memberikan dasar bagi nilai-nilai bersama yang tidak dimiliki oleh individu yang mengalami anomie. Lebih jauh ia berpendapat bahwa pembagian kerja yang banyak terjadi dalam kehidupan ekonomi modern sejak Revolusi Industri menyebabkan individu mengejar tujuan-tujuan yang egois ketimbang kebaikan komunitas yang lebih luas.
Robert King Merton juga mengadopsi gagasan tentang anomie dalam karyanya. Ia mendefinisikannya sebagai kesenjangan antara tujuan-tujuan sosial bersama dan cara-cara yang sah untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dengan kata lain, individu yang mengalami anomie akan berusaha mencapai tujuan-tujuan bersama dari suatu masyarakat tertentu, namn tidak dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut dengan sah karena berbagai keterbatasan sosial. Akibatnya, individu itu akan memperlihatkan perilaku menyimpang untuk memuaskan dirinya sendiri.
2. Anomie sebagai kekacauan masyarakat
Kata ini (kadang-kadang juga dieja “anomy”) telah digunakan untuk masyarakat atau kelompok manusia di dalam suatu masyarakat, yang mengalami kekacauan karena tidak adanya aturan-aturan yang diakui bersama yang eksplisit ataupun implisit mengenai perilaku yang baik, atau, lebih parah lagi, terhadap aturan-aturan yang berkuasa dalam meningkatkan isolasi atau bahkan saling memangsa dan bukan kerja sama. Friedrich Hayek dikenal menggunakan kata anomie dengan makna ini.
Anomie sebagai kekacauan sosial tidak boleh dikacaukan dengan “anarkhi”. Kata “anarkhi” menunjukkan tidak adanya penguasa, hierarkhi, dan komando, sementara “anomie” menunjukkan tidak adanya aturan, struktur dan organisasi. Banyak penentang anarkhisme mengklaim bahwa anarkhi dengan sendirinya mengakibatkan anomi. Namun hampir semua anarkhis akan mengatakan bahwa komando yang hierarkhis sesungguhnya menciptakan kekacauan, bukan keteraturan (lih. misalnya Law of Eristic Escalation). Kamus Webster 1913, sebuah versi yang lebih tua, melaporkan penggunaan kata “anomie” dalam pengertian “ketidakpedulian atau pelanggaran terhadap hukum”.
3. Anomie dalam sastra dan film
Dalam novel eksistensialis karya Albert Camus Orang Asing, tokoh protagonisnya, Mersault bergumul untuk membangun suatu sistem nilai individual sementara ia menanggapi hilangnya system yang lama. Ia berada dalam keadaan anomie, seperti yang terlihat dalam apatismenya yang tampak dalam kalimat-kalimat pembukaannya: “Aujourd’hui, maman est morte. Ou peut-être hier, je ne sais pas.” (“Hari ini ibunda meninggal. Atau mungkin kemarin, aku tak tahu.”) Camus mengungkapkan konflik Mersault dengan struktur nilai yang diberikan oleh agama tradisional dalam suatu dialog hampir pada bagian penutup bukunya dengan seorang pastur Katolik yang berseru, “Apakah engkau ingin hidupku tidak bermakna?”
Dostoevsky, yang karyanya seringkali dianggap sebagai pendahulu filosofis bagi eksistensialisme, seringkali mengungkapkan keprihatinan yang sama dalam novel-novelnya. Dalam The Brothers Karamazov, tokoh Dimitri Karamazov bertanya kepada sahabatnya yang ateis, Rakitin, “…tanpa Allah dan kehidupan kekal? Jadi segala sesuatunya sah, mereka dapat melakukan apa saja yang mereka sukai?’” Raskolnikov, anti-hero dari novel Dostoevsky Kejahatan dan Hukuman, mengungkapkan filsafatnya ke dalam tindakan ketika ia membunuh seorang juru gadai tua dan saudara perempuannya, dan belakangan merasionalisasikan tindakannya itu kepada dirinya sendiri dengan kata-kata, “… yang kubunuh bukanlah manusia, melainkan sebuah prinsip!”
Yang lebih belakangan, protagonis dari film Taxi Driver karya Martin Scorsese dan protagonis dari Fight Club, yang aslinya ditulis oleh Chuck Palahniuk dan belakangan dijadikan film, dapat dikatakan mengalami anomie.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Grab this Widget ~ Blogger Accessories Custumized by Yuniarto Rahardjo