Advertisement

  • PEMBIAYAAN IJARAH DAN IMBT



    Oleh : M. Abduh


    BAB I
    PENDAHULUAN

    A.LATAR BELAKANG
    Dalam kehidupan sehari - hari, masyarakat memiliki kebutuhan kebutuhan yang harus dipenuhi baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Ada kalanya masyarakat tidak memiliki cukup dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karenanya, dalam perkembangan perekonomian masyarakat yang semakin meningkat muncullah jasa pembiayaan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank.
    Oleh karena pada zaman modern ini kegiatan perekonomian tidak akan sempurna tanpa adanya lembaga perbankan, maka lembaga perbankan ini pun menjadi wajib untuk diadakan.,Lembaga pembiayaan merupakan salah satu fungsi bank, selain fungsi menghimpun dana dari masyarakat. Fungsi inilah yang lazim disebut sebagai intermediasi keuangan (financial intermediary functions)

    B.RUMUSAN MASALAH
    Bagaimana Pembiayaan Ijarah Dan IMBT Pada Bank Syariah ?

    BAB II
    PEMBAHASAN

    A. PEMBIAYAAN IJARAH
    Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui pembayaran upah sewa,tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah)
    Definisi mengenai prinsip Ijarah juga telah diatuir dalam hokum positif Indonesia yakni dalam Pasal 1 ayat 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 yang mengartikan prinsip ijarah sebagai transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau upah mengupah atas suatu usaha jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa.Bank syariah hanya dapat melayani kebutuhan nasabah untuk memiliki barang, sedangkan nasabah yang membutuhkan jasa tidak dapat dilayani. Dengan skim Ijarah, bank syariah dapat pula melayani nasabah yang hanya membutuhkan jasa.

    Pada dasarnya ijarah didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang atau jasa dengan membayar imbalan tertentu. Menurut Fatwa Dewan Syarah Nasional No.09/DSN/MUI/IV/2000, Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat ) atas
    suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri, dengan demikian dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya pemindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.

    Dalam kegiatan perbankan Syariah pembiayaan
    melalui Ijarah dibedakan menjadi dua yaitu :
    1.Didasarkan atas periode atau masa sewa biasanya sewa peralatan.Peralatan itu disewa selama masa tanam hingga panen. Dalam perbankan Islam dikenal sebagai Operating Ijarah
    2.Ijarah Muntahiyyah Bit-Tamlik di beberapa negara menyebutkan sebagai Ijarah Wa Iqtina yang artinya sama juga yaitu sama juga yaitu menyewa dan setelah itu diakuisisi oleh penyewa ( finance lease ).

    Dalam hal penggunaan prinsip syariah pada pembiayaan ijarah. Ijarah adalah akad sewa menyewa, sedangkan pembiayaan ijarah adalah perjanjian untuk membiayai kegiatan sewa menyewa.

    Pada ijarah, bank hanya wajib menyediakan aset yang disewakan, baik aset itu miliknya atau bukan miliknya. Yang penting adalah bank mempunyai hak pemanfaatan atas aset yang kemudian disewakannya. Fatwa DSN tentang ijarah ini kemudian diadopsi kedalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 59 yang menjelaskan bahwa bank dapat bertindak sebagai pemilik objek sewa, dan bank dapat pula bertindak sebagai penyewa yang kemudian menyewakan kembali (para 129). Namun tidak seluruh fatwa DSN diadopsi oleh PSAK 59, misalnya fatwa DSN mengatur bahwa objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa; sedangkan PSAK 59 hanya mengakomodir objek ijarah yang berupa manfaat dari barang.

    Pada pembiayaan ijarah, bank berkedudukan sebagai penyedia uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu dalam rangka penyewaan barang berdasarkan prinsip ijarah. Mengikuti penjelasan ijarah dalam PSAK 59, maka pembiayaan ijarah dapat digunakan untuk membiayai penyewaan barang yang kemudian disewakannya kembali kepada nasabah, dan dapat pula digunakan untuk membiayai pembelian barang yang kemudian disewakannya kepada nasabah.

    FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang PEMBIAYAAN IJARAH

    Pertama : Rukun dan Syarat Ijarah:
    1.Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain.
    2.Pihak-pihak yang berakad (berkontrak): terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa, dan penyewa/pengguna jasa.
    3.Obyek akad Ijarah, yaitu:
    a.manfaat barang dan sewa; atau
    b.manfaat jasa dan upah.

    Kedua : Ketentuan Obyek Ijarah:
    1.Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.
    2.Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
    3.Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan).
    4.Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syari’ah.
    5.Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
    6.Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
    7.Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga (tsaman) dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam Ijarah.
    8.Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak.
    9.Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.

    Ketiga: Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah:
    1.Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa:
    a.Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan
    b.Menanggung biaya pemeliharaan barang.
    c.Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.
    2.Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa:
    a.Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai akad (kontrak).
    b.Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak materiil).
    c.Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.

    Keempat :
    Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

    Proses pembiayaan ijarah adalah sebagai berikut :
    1.Nasabah mengajukan pembiayaan ijarah ke bank syari’ah
    2.Bank Syari’ah membeli/menyewa barang yang diinginkan oleh nasabah sebagai objek ijarah, dari supplier/penjual/pemilik.
    3.Setelah dicapai kesepakatan antara nasabah dengan baik mengenai objek ijarah, tariff iajarah, periode ijarah dan biaya pemeliharaannya, maka akad pembiayaan ijarah ditandatangani. Nasabah diwajibkan menyerahakan jaminan yang dimiliki.
    4.Bank menyerahkan objek ijarah kepada nasabah sesuai akad yang disepakati. Setelah periode ijarah berakhir, nasabah mengembalikan objek ijarah tersebut kepada Bank.
    5.a. Bila bank membeli objek ijarah tersebut (al-bai’ wal-ijarah), setelah periode ijarah berakhir objek ijarah tersebut dismpan ooleh bank sebagai asset yang dapat disewakan kembali.
    b.Bila bank membeli objek ijarah tersebut (ijarah parallel), setelah periode ijarah berakhir objek ijarah tersebut dikembalikan oleh bank kepada supplier/penjual/pemilik

    B.Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT/Sewa Pembelian)
    Ijarah Muntahia Bittamlik (sewa dan pembelian) adalah perjanjian antara perusahaan pembiayaan (Muajjir) dengan konsumen sebagai penyewa.(Mustajir). Penyewa setuju akan membayar uang sewa selama masa sewa yang diperjanjikan dan bila sewa berakhir perusahaan (muajjir) mempunyai hak opsi untuk memindahkan kepemilikan obyek sewa tersebut.

    Dalam Ijarah Muntahia Bittamlik, pemindahan hak milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut ini :
    1.Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa;
    2.Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.

    Pilihan untuk menjual barang diakhir masa sewa (alternatif 1) biasanya diambil bila kemampuan financial penyewa untuk membayar sewa relative kecil. Karena sewa yang dibayarkan relative kecil, akumulasi nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir periode sewa belum mencukupi harga beli barang tersebut dan margin laba yang diotetapkan oleh bank. Karena itu, untuk mengurangi kekurangan tersebut, bila pihak penyewa ingin memiliki barang tersebut, ia harus membeli barang itu di akhir periode.
    Pilihan untuk menghibahkan barang di akhir periode mas sewa (alternative 2) biasanya diambil bila kemampuan financial penyewa untuk membayar sewa relative lebih besar. Karena sewa yang dibayarkan relative besar, akumulasi sewa di akhir periode sewa sudah mencukupi untuk menutupi harga barang dan margin laba yang ditetapkan oleh bank. Dengan demikian, bank dapat menghibahkan barang tersebut di akhir masa periode sewa kepada pihak penyewa.

    Pada aal-Bai’ wal Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT) dengan sumber pembiayaan dari Unrestricted Investment Account (URIA), pembayaran oleh nasabah dilakukan secara bulanan. Hal ini disebabkan karena pihak bank harus mempunyai cash in setiap bulan untuk memberikan bagi hasil kepada nasabah yang dilakukan secara bulanan juga. Yang jelas pembiayaan IMBT adalah penyediaan uang untuk membiayai transaksi dengan prinsip IMBT, bukan akad IMBT itu sendiri.

    C.Perbedaan Ijarah dan Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT)
    Perbedaan antara pembiayaan Murabahah dan IMBT dapat dilihat dari aspek :
    1.Aspek akad
    Dari sisi akad, antara pembiayaan Murabahah dan IMBT terlihat jelas mengandung perbedaan. Pembiayaan murabahah menggunakan akad jual-beli (al-ba'i). Oleh karena itu, syarat dan rukun jual-beli dalam pembiayaan Murabahah harus terpenuhi. Sedangkan dalam pembiayaan IMBT digunakan akad sewa menyewa yang prakteknya disertai wa'ad (janji) dari pihak yang menyewakan untuk memindahkan kepemilikan barang disewakan kepada pihak penyewa. Begitu pula dalam pembiayaan IMBT, syarat dan rukun sewa juga harus terpenuhi di dalamnya. MBT yang secara harfiah berarti sewa yang diakhiri dengan kepemilikan mensyaratkan perpindahan hak milik ada di akhir akad.

    2.Aspek relasi antar pihak
    Sedangkan dari sisi relasi antar pihak yang melakukan akad, dalam pembiayaan murabahah hubungan yang terjalin antara pihak bank syariah dengan nasabah adalah hubungan antara penjual dan pembeli. Sedangkan dalam pembiayaan IMBT, hubungan yang terjalin antara pihak bank syariah dengan nasabah adalah hubungan antara pihak yang menyewakan dan pihak penyewa.

    3.Aspek perpindahan kepemilikan
    Adapun dari aspek perpindahan kepemilikan, dalam pembiayaan murabahah perpindahan kepemilikannya terjadi di awal akad. Misal, pihak bank syariah melakukan transaksi jual-beli rumah dengan nasabah. Berarti sejak awal akad (kontrak), rumah tersebut telah menjadi hak milik nasabah. Dalam hal ini, nasabah diberi kelonggaran oleh bank syariah melakukan pembayaran secara angsuran sesuai dengan periode waktu yang disepakati. Sedangkan dalam pembiayaan IMBT, pelaksanaan perpindahan kepemilikan terjadi di akhir kontrak (akad), di mana bank syariah selaku pihak yang menyewakan berjanji untuk memindahkan kepemilikan kepada nasabah.

    4.Aspek risiko yang timbul.
    Dari sisi risiko yang timbul, dalam pembiayaan Murabahah besaran pembayaran yang dilakukan oleh nasabah mulai dari awal sampai akhir jumlahnya sama (fix). Dari sisi risiko, pihak bank syariah dan pihak nasabah tidak dibebani oleh fluktuasi margin murabahah seperti yang terjadi dalam suku bunga di industri perbankan konvensional. Lain halnya dengan IMBT, margin yang diperoleh pihak bank syariah berupa biaya sewa yang dibebankan kepada nasabah. Dalam hal ini, bank syariah dapat mereveiw margin sewa yang berjalan sesuai dengan kondisi makro keuangan di pasar. Akibatnya, risiko yang muncul dalam pembiayaan IMBT memungkinkan adanya fluktuasi cicilan sewa yang dibayarkan oleh nasabah.

    BAB III
    PENUTUP

    Pada dasarnya, produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu: produk penyaluran dana, produk penghimpunan dana dan produk jasa. Dalam penyaluran dana (pembiayaan), salah satu kategorinya adalah pembiayaan dengan prinsip sewa (ijarah). Transaksi Ijarah yaitu akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal Ijarah Muntahiah Bittamlik (IMBT), merupakan sewa menyewa antara pemilik objek sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek yang disewakan dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa pada saat tertentu sesuai akad.

    DAFTAR PUSTAKA

    M.Antonio Syafi’i, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani Press), 2001
    Karim, Ir. Adiwarman A., Bank Islam : Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada), 2008
    raimondfloralamandasa.blogspot.com/2008/05/praktek-pembiayaan-dalam- perbankan
    http://sewabeli.info/2007/10/samakah-pembiayaan-ijarah-dengan.html
    http://www.tazkiaonline.com/fatwa/09-DSN-MUI-IV-000%20Tentang%20IJARAH.pdf
    http://209.85.173.104/search?q=cache:HhXcJmxe1rYJ:alijarahindonesia.com/prodserv.asp+IJARAH+MUNTAHIA+BITTAMLIK&hl=id&ct=clnk&cd=3&gl=id
    http://sewabeli.info/2007/10/samakah-pembiayaan-ijarah-dengan.html
    http://209.85.175.104/search?q=cache:gx14whVzNu0J:www.pkesinteraktif.com/content/view/2804/907/lang,id/+pembiyaan+IMBT&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=id

0 comments:

Leave a Reply

Buka Semua Folder | Tutup Semua

Kamus Online

Komentar Terbaru