Advertisement

  • Hukum Bursa Efek

    oleh: Hidayatullah Muttaqin

    Pendahuluan
    Bursa saham atau bursa efek merupakan tempat diselenggarakannya kegiatan perdagangan efek pasar modal yang didirikan oleh suatu badan usaha (Anoraga dan Pakarti, 2001). Sedangkan yang dimaksud pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek (UU Pasar Modal No. 8 1995). Lebih umumnya pasar modal dikatakan sebagai sebuah tempat di mana modal diperdagangkan antara orang yang memiliki kelebihan modal dengan orang yang membutuhkan modal untuk investasi yang mereka butuhkan (Al Habshi, tt.). Pasar modal di Indonesia misalnya Bursa Efek Jakarta (BEJ), Bursa Efek Surabaya (BES).

    Instrumen (efek) yang diperdagangkan di pasar modal seperti saham, obligasi dan instrumen turunannya. Saham merupakan tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan yang wujudnya berupa selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan perusahaan tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan obligasi adalah selembar kertas yang menyatakan bahwa pemilik kertas tersebut telah membeli hutang perusahaan yang menerbitkan obligasi.

    Proses perdagangan saham dan obligasi di bursa efek malalui pasar perdana kemudian dilanjutkan ke pasar sekunder. Yang dimaksud dengan pasar perdana adalah penjualan perdana saham atau obligasi oleh perusahaan yang menerbitkannya (emiten) di bursa efek kepada para investor. Selanjutnya para investor yang telah membeli efek tersebut dapat menjualnya kembali di lantai bursa dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Transaksi-transaksi yang terjadi setelah pasar perdana dinamakan sebagai pasar sekunder.

    Meskipun sering diungkapkan bahwa pasar modal merupakan tempat mempertemukan antara orang yang perlu modal dengan pihak lain yang memiliki kelebihan dana, tapi faktanya tidaklah demikian. Transaksi-transaksi yang riil mencerminkan aliran dana dari investor kepada badan usaha yang perlu dana hanya terjadi di pasar perdana. Itupun belum tentu investor yang membeli saham atau obligasi di pasar perdana motifnya untuk investasi, tetapi bisa saja (sebagian besar) mereka memiliki tujuan untuk mendapatkan keuntungan jangka pendek dari selisih nilai saham di kemudian hari (di pasar sekunder). Bahkan belum tentu orang-orang yang membeli saham tersebut memiliki kelebihan dana, sebab dengan dukungan sistem perbankan ribawi mereka dengan modal cekak bisa menguasai saham yang jumlahnya berkali-lipat dari kekayaan riil yang dia miliki, apalagi dengan mekanisme transaksi pasar modal yang memang memungkinkan spekulasi menjadi permainan sehari-hari.

    Hukum Syara' Bursa Efek
    Ada beberapa aspek untuk menjadi acuan penilaian apakah bursa efek haram atau tidak, yaitu instrumen yang diperdagangkan, mekanisme transaksi, dan mudharat yang ditimbulkannya.

    Efek yang diperdagangkan di pasar modal cukup beragam, tetapi semuanya kembali kepada instrumen saham dan obligasi, selebihnya hanya turunan (derivatif) dari kedua instrumen tersebut.

    Saham diterbitkan oleh sebuah badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas (PT) baik badan usaha milik swasta maupun milik pemerintah dengan tujuan untuk mendapatkan tambahan modal dalam memperluas kegiatan usaha ataupun tujuan lainnya. Sebagai akibatnya, maka si pembeli saham memiliki perusahaan dengan komposisi sesuai besar saham yang dia miliki dan hak suara dalam menentukan dewan direksi (pimpinan perusahaan) yang biasanya dipilih pada RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Di samping itu, pembeli saham juga mendapatkan deviden dari bagian keuntungan usaha perusahaan yang dibagikan kepada para pemegang saham.

    Dalam UU No. 1 1995 tentang Perseroan terbatas, pasal 1 ayat 1, Perseroan Terbatas merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan dalam pasal 24 ayat 1 dijelaskan pula bahwa modal dasar PT terdiri atas seluruh nilai nominal saham PT tersebut.

    Para pendiri PT membagi kepemilikan mereka di PT tersebut dengan kompisisi kepemilikan saham. Seseorang atau badan yang tidak terlibat dalam pendirian perusahaan dapat memiliki perusahaan, sebagian, separu, atau keseluruhan perusahaan dengan hanya membeli saham perusahaan tersebut di pasar modal, terlepas apakah pendiri atau pemegang saham sebelumnya setuju atau menyukai investor baru atau sebaliknya. Bahkan antara pendiri, pemegang saham sebelumnya dan pihak manajemen perusahaan tidak mengenal siapa pembeli saham mereka (terutama pembeli individu) sebagai sesama pemilik perusahaan.

    Dalam Islam dua orang atau lebih dibenarkan secara bersama-sama meleburkan hartanya ataupun tenaganya untuk mendirikan suatu badan usaha (perseroan) dengan syarat satu sama lain mengajak dan yang lain menerima sehingga terjadilah ijab kabul. Selain itu, yang menggerakkan dan menjalankan perseroan haruslah manusia, yakni para pendiri persero sedangkan untuk pengoperasian perseroan, para persero dapat mengangkat dan menggaji orang-orang profesional pada manajemen puncak perusahaan dan karyawan biasa pada level bawah (An Nabhani, 2000).

    Pada Perseroan Terbatas tidaklah terjadi demikian. Para pendiri PT yang bersama-sama mendirikan perseroan cukup menyetorkan modal, disahkan dengan akte notaris, dan menjadi badan hukum bila sudah disahkan oleh Menteri Kehakiman. Selanjutnya kekuatan (suara) antar persero di dalam PT berdasarkan jumlah modal yang mereka tanamkan (maksudnya komposisi kepemilikan saham mereka masing-masing) sehingga untuk menentukan pucuk pimpinan dan manajemen perusahaan tergantung pada kekuatan modal masing-masing persero. Meskipun yang menggerakkan dan menjalankan roda usaha PT adalah manajemen perusahaan, akan tetapi yang memilih, memerintahkan dan memecat manajemen adalah suara terbesar saham, dengan kata lain “modal”. Para pemegang saham bisa saja mengangkat dirinya sendiri sebagai pimpinan dan manajemen perusahaan atau memilih pihak lain yang dianggap profesional.

    Dalam Perseroan Terbatas, tanggung jawab para pemilik perusahaan sebatas nilai saham yang dia miliki. Pada pasa 3 ayat 1 UU No. 1 1995 tentang Perseroan Terbatas, disebutkan bahwa pemegang saham perseroan tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggungjawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya. Dengan demikian bila perusahaan memiliki utang ataupun mengalami bangkrut, maka pihak lain yang mempunyai tagihan di perusahaan tersebut tidak dapat meminta tanggung jawab para pemegang saham melebihi nilai saham yang dia miliki.

    Hal ini bertentangan dengan nash-nash syara’ yang menyuruh manusia untuk memenuhi hak orang lain secara penuh atas aqad-aqad muamalah yang telah dilakukannya.

    “Siapa saja yang mengambil harta orang dan bermaksud untuk melunasinya, maka Allah akan menolongnya untuk melunasinya. Dan siapa saja yang mengambil harta orang dan bermaksud merusaknya, maka Allah akan merusak orang itu.” (HR Bukhari dari Abu Hurairah)

    “Sungguh hak-hak itu pasti akan ditunaikan kepada para pemiliknya pada hari kiamat nanti, hingga seekor domba betina tak bertanduk akan mendapat kesempatan membalas karena pernah ditanduk oleh domba betina bertanduk.” (HR. Imam Ahmad dari Abu Hurairah).

    “Perbuatan orang kaya menunda-nunda pembayaran utangnya adalah suatu kezhaliman.” (HR. Imam Bukhari dari Abu Hurairah).
    “…sebaik-baik orang di antara kalian, adalah yang paling baik dalam penunaian hak (pembayaran utang, dan lain-lain).” (HR. Imam Bukhari).

    Dengan demikian setidaknya terdapat tiga pertentangan Perseroan Terbatas dengan hukum syara’, yaitu pendiriannya yang tidak memenuhi syarat sah sebagai suatu perseroan, yang menggerakkan PT adalah modal bukan manusia, dan tanggung jawab para persero terbatas pada nilai saham (modal) yang dimilikinya.

    Dengan batilnya PT sebagai suatu perseroan, maka saham yang dikeluarkannya untuk menambah modal perusahaan juga batil untuk ditransaksikan. Sebab saham tersebut dikeluarkan oleh institusi yang batil dari segi bentuk perseroannya, dan jalan yang ditempuh oleh pihak lainnya untuk bergabung ke dalam perusahaan tersebut dengan cara membeli saham juga merupakan jalan yang batil.

    Adapun obligasi merupakan salah satu alat yang digunakan oleh Perseroan Terbatas untuk menambah permodalan selain dengan cara penerbitan saham baru dan pinjaman bank. Obligasi bisa dikeluarkan oleh pemerintah yang kemudian disebut Obligasi Negara atau Surat Utang Negara (SUN), BUMN dan swasta. Obligasi yang dikeluarkan dapat dalam bentuk satuan mata uang lokal seperti rupiah (obligasi dalam negeri) dan dalam mata uang asing seperti dollar (obligasi internasional).

    Jika dalam saham keuntungan yang diperoleh oleh para pemegangnya berupa deviden, maka dalam obligasi para pembeli obligasi mendapatkan keuntungan berupa bunga obligasi. Berbeda dengan saham yang merupakan tanda kepemilikan seseorang atas perusahaan yang menerbitkannya, para pembeli obligasi hanya memiliki tagihan kepada perusahaan penerbit sebesar nilai nominal yang tertera dalam obligasi tersebut ditambah dengan bunganya dengan jangka waktu tertentu.

    Biasanya tingkat bunga obligasi mengikuti patokan tingkat suku bunga yang telah ditentukan oleh Bank Sentral. Keberadaan bunga obligasi sama dengan bunga bank dan bunga utang luar negeri. Karena hukum bunga dalam Islam sudah jelas haram, maka bunga obligasi juga haram, sehingga obligasi sebagai salah satu instrumen di pasar modal termasuk haram untuk diperdagangkan.

    Dari segi mekanisme transaksinya di bursa efek, saham dan obligasi juga sarat pertentangannya dengan hukum syara’. Di pasar sekunder, saham dan obligasi dapat diperdagangkan dengan harga di atas nilai nominalnya ataupun di bawah harga nominal. Karenanya keuntungan yang diperoleh para investor tidak saja melalui pembagian deviden dan bunga, tetapi diperoleh dari selisih harga jual dan harga beli. Bahkan inilah tujuan utama aktivitas perdagangan saham di lantai bursa, yakni memperoleh keuntungan dari selisih harga jual dan harga beli.

    Seseorang akan membeli saham-saham perusahaan yang dianggap memiliki kinerja baik dan mempunyai prospek cerah di lantai bursa. Kemudian dia akan melepas saham yang dipegangnya tersebut kepada para investor lainnya bila tingkat harga yang ditawarkan menguntungkan. Jadi taktik yang dilakukan para pemain saham di bursa efek adalah bagaimana cara mendapatkan keuntungan (capital gain), baik dengan jalan menghembuskan berita-berita bagus atas saham perusahaan tertentu sehingga para pemain lainnya tertarik terhadap saham perusahaan tersebut, melakukan transaksi semu antara dua tiga broker atas permintaan perusahaan tertentu (insider trading) sehingga harganya terangkat, dan lain-lainnya. Sebaliknya, untuk mendapatkan harga yang murah dari saham perusahaan yang sebenarnya memiliki kinerja yang bagus, maka berbagai cara dilakukan untuk menekan harga saham tersebut (manipulasi pasar).

    Secara umum para pelaku pasar menginginkan harga-harga saham terus meningkat yang ditandai dengan semakin tingginya indeks bursa saham dan semakin besarnya nilai kapitalisasi saham yang diperdagangkan. Harapan-harapan inilah yang mendorong mereka untuk membeli saham yang menyebabkan harga saham terangkat, kemudian dibeli lagi sehingga harga saham naik lagi.

    Para pemain di lantai bursa sendiri belum tentu memiliki modal yang cukup untuk membeli saham dalam jumlah yang banyak. Di sinilah peranan perbankan ribawi dalam mengucurkan pinjamannya kepada para pedagang saham. Misalnya untuk membeli saham tertentu yang lagi naik daun, dia membutuhkan uang dengan jumlah tertentu, akan tetapi uang yang dimilikinya hanya 5% saja. Maka karena harapan kenaikan harga saham dan keuntungan yang akan diperoleh, dia berani menutup sisa kekurangannya dengan melakukan pinjaman di bank.

    Di sisi lain harga saham yang terus naik, sebenarnya tidak mencerminkan kondisi riil perusahaan-perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Turun naiknya harga saham tidak mengikuti turun naiknya nilai aset perusahaan, bahkan perkembangan harga saham bisa saja terlepas sama sekali dari perusahaan penerbitnya. Turun naiknya harga saham ditentukan oleh tarik-menarik antara permintaan dan penawaran saham di lantai bursa.

    Kondisi riil perusahaan penerbit saham dicerminkan dari keadaan balon yang belum ditiup. Kemudian aktivitas perdagangan dan spekulasi di lantai bursa yang membuat harga saham melambung dapat diilustrasikan dengan balon yang mulai menggelembung dan terus menggembung. Para pemain yang berlomba-lomba terus membeli saham kemudian menjualnya, dibeli dan dijual lagi.

    Sesungguhnya para pemain mengambil keuntungan perdagangan saham dengan mengurangi uang pemain lainnya dan begitu pula sebaliknya. Pemain yang didukung modal besar dan para analis yang tajam mempunyai kesempatan yang lebih besar dalam mengalahkan pemain lainnya. Hingga akhirnya pasar jenuh karena pemain yang kalah dan kantongnya cekak dan terlilit utang tidak mampu lagi mengikuti pemain lainnya, sementara pemain yang memperoleh keuntungan tersebut tidak dapat lagi mendapatkan keuntungan disebabkan tidak ada lagi pemain lainnya yang dapat dikeruk uangnya (cat: perdagangan saham tidak dilakukan dengan cara kontan).

    Pada kondisi inilah tekanan di lantai bursa tidak mampu lagi ditahan sehingga akhirnya indeks saham melorot drastis dan meledaklah balon yang tadinya menggelumbung tersebut. Jatuhnya indeks bursa saham sangat berpengaruh pada sektor riil, yakni kondisi perekonomian secara makro dan merosotnya nilai aset perusahaan-perusahaan yang sahamnya anjlok.

    Sementara para pemain kebanyakan yang umumnya masyarakat luas dengan pengetahuan dan modal yang kalah jauh dibandingkan para pemain kelas kakap, menderita kerugian hebat. Begitu pula masyarakat yang sama sekali tidak ikut bermain di bursa menderita kerugian baik secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk kemerosotan ekonomi. Di samping itu uang yang dipakai untuk bermain saham di lantai bursa juga memanfaatkan dana pensiun yang notabene milik masarakat.

    Selain berbahaya bagi perekonomian masyarakat, pasar modal dan aktivitas jual beli saham juga merupakan suatu sarana bagi negara-negara maju, khususnya kaum Kapitalis (para pemilik modal) untuk menjerat dan menundukkan perekonomian nasional, serta menguasai aset-aset nasional dengan mudah tanpa harus bersusah payah membangun infrastruktur ekonomi dan industri yang memakan dana besar, tenaga dan waktu.

    Misalnya bagi negara sekecil Singapura untuk menguasai industri dan jaringan telekomunikasi Indonesia tidak perlu dengan membuat perusahaan baru di Indonesia tetapi cukup dengan membeli saham Indosat dan Telkomsel. Begitu pula bagi para konglomerat hitam yang telah menguras harta rakyat melalui bank-bank yang telah mereka dirikan, setelah bank-bank mereka disehatkan pemerintah dengan menyuntikkan dana ratusan trilyun sementara utang-utang mereka telah menjadi tanggungan pemerintah, mereka kembali menguasai bank-bank tersebut setahap demi setahap melalui pasar modal.

    Hal lainnya yang bertentangan dengan syara, bahwa pasar modal menciptakan perputaran kekayaan hanya di kalangan tertentu saja, sehingga perekonomian yang mengandalkan pasar modal tidak akan pernah dapat menciptakan distribusi ekonomi yang adil.

    Penutup
    Jelaslah sudah bahwa bursa efek sebagai bagian dari pasar modal bukanlah suatu lembaga perekonomian yang bersesuaian dengan Islam, baik dari segi instrumen yang diperdagangkan, mekanisme transaksinya, dan berbagai dampak yang ditimbulkannya.
    Perekonomian yang mengandalkan pada pasar modal merupakan perekonomian yang berbasiskan pada perjudian. Perjudian dipasar modal jauh lebih berbahaya dan lebih luas dampaknya dibandingkan dengan perjudian biasa. Pemimpin dan masyarakat yang mengutamakan kepercayaan pasar (pelaku pasar modal) hakikatnya telah menaruh nasib bangsa dan negara ini di tangan para penjudi. Mereka begitu bergembira ketika mengetahui reaksi positif pasar atas berbagai kebijakan pemerintah, termasuk ketika pemilu dilaksanakan baru-baru ini. Bahkan para calon presiden sekarang menempatkan kepercayaan pasar sebagai salah agenda utama yang akan ditempuh bila terpilih jadi presiden.

    Kita sebagai muslim hendaklah berpikir kritis dan rasional dengan berpijak pada nash-nash syara’. Bahwa hukum pasar modal sebagai lembaga ekonomi Kapitalis sudah jelas dan tidak terlalu sulit untuk memahaminya. Begitu pula berbagai dampak kemerosotan pasar modal sebagai suatu hal yang pasti akan terus berulang terjadi dan telah berkali-kali kita saksikan dan kita rasakan dampaknya. Akahkah kita tetap diam dan membiarkan sistem jahat ini terus bercokol di atas ekonomi umat, atau bahkan memperkokohnya dengan mantel baru yang bernama pasar modal syariah ?
    Semoga Allah SWT memberi kita semua petunjuk jalan yang lurus dan kekuatan untuk menempuh jalan tersebut. Amin.

    Sumber : http://jurnal-ekonomi.org/2004/05/20/hukum-bursa-efek/

    more
  • STUDI HUKUM ISLAM TERHADAP TEST DNA TERHADAP ANAK AKIBAT ZINA UNTUK MENENTUKAN HUBUNGAN NASAB DAN AHLI WARIS

    Oleh : Makmum Anshory


    PROPOSAL SKRIPSI
    STUDI HUKUM ISLAM TERHADAP TEST DNA TERHADAP ANAK AKIBAT ZINA UNTUK MENENTUKAN HUBUNGAN NASAB DAN AHLI WARIS

    BAB I
    PENDAHULUAN


    A.Latarbelakang Masalah
    Hukum islam atau bisa disebut juga dengan syari`at islam yang dirumuskan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah rasul yang tertuang dalam al-qur`an maupun hadist telah membawa kita umat islam kedalam ketentaraman dan kedamaian dengan hukum-hukum dan ketentuan yang ada didalamnya. Hukum islam merupakan gabungan dari syari`at dan fiqih yang dapat didefinisikan “seperangkat aturan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah rasul tentang tingkah laku manusia yang diakui berlaku dan mengikat untuk semua orang terbebani hukum”, menurut Dahlan Tamrin

    Hukum islam mempunyai empat watak yaitu takamaul, harakah, hukum islam sesuai dengan hukum alam, hukum islam berdasarkan pada prinsip etika atau moralitas yang luhur, menurut beliau hukum islam berwatak harakah yaitu hukum islam memiliki tabiat selalu dinamis dan tidak statis, dan juga memiliki kemampuan untuk bergerak dan berkembang, dapat membentuk diri sesuai dengan perkembangan dan kemajuan zaman.
    Sejalan dengan perkembangan zaman ilmu pengetahuan dan tegnologi yang ada termasuk ilmu kedokteran dalam hal ini adanya test DNA (Deoxyribose Nucleid Acid), dengan ini dapat ditemukannya cara-cara dalam menentukan sifat keturunan atau genetik dari generasi ke generasi berikutnya. Hal ini sangatlah berpengaruh dalam sebuah keluarga untuk menetukan stastus keturunannya.

    Praktek tes DNA seperti ini telah banyak dilakukan oleh beberapa kalangan keluarga yang telah mempunyai masalah dalam keluarganya Misalnya jika ada seorang wanita bersuami yang dituduh berselingkuh oleh suaminya hingga melahirkan anak. Atau dalam rangka menetapkan garis keturunan seorang anak kepada ayahnya, agar seorang anak tidak mempunyai masalah keturunan di masa depannya.

    Timbulnya perselingkuhan yang terjadi antara seorang yang sudah kawin seperti yang telah dijelaskan diatas, atau seorang yang melakukan pesetubuhan (zina) diluar perkawinan yang sah sehingga sampai melahirkan anak yang tidak jelas. Telah kita ketahui bahwasanya zina sangat dilarang dalam islam dan hal itu merupakan perbuatan yang sangat tercela dan melanggar norma kesusilaan sesuai dengan firman allah dalam al-qur`an :
    "Dan janganlah kamu mendekati zina, karena sesungguhnya zina itu adalah faahisah (perbuatan yang keji) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh oleh seseorang)” [Al-Israa : 32]

    Pergaulan bebas pada zaman sekarang ini terutama yang dilakukan oleh remaja dapat berpengaruh dengan adanya zina. Zina dalam hal ini adalah hubungan seksual diluar perkawinan yang sah. telah banyak wanita remaja sekarang ini hamil akibat zina yakni diluar nikah, begitu juga orang yang sudah punya keluarga yang selingkung dan melakukan hubungan sex (zina) dengan orang lain yang juga sudah mempunyai keluarga, apabila hamil akan sulit untuk menentukan status anaknya sehingga banyak diantara mereka melakukan praktek Tes DNA (Deoxyribose Nucleid Acid) untuk menentukannya. Mereka beranggapan bahwasanya tes DNAlah yang dapat menentukan dengan pasti tentang keturunan nasab dan juga ahli warisnya apabila ia meninggal nanti.

    Jadi banyak diatara mereka menyatakan meskipun berzina apabila telah ditentukan dengan tes DNA sudah jelas dapat menentukan keturunan nasab serta ahli waris dari mereka tanpa adanya perkawinan yang sah. Dan seakan-akan mereka mengenyampingkan terhap keharaman zina, dengan mengangap hal itu tidak penting. Fenomena seperti ini telah banyak terjadi dikalangan masyarakat muslim, maka dari itu studi hukum islam terhadap tes DNA terhadap anak akibat zina untuk menentukan keturnan nasab dan ahli waris cukup penting dibahas, apa lagi meskipun hal ini menurut akal secara logika dapat di benarkan tapi dalam hal ini tidak ada nash yang secara jelas menerangkan tentang masalah ini dan ketetapan hukum didalamnya. Maka demi memperjelas tetang masalah tes DNA ini dalam studi hukum islam serta untuk menentukan kedudukan keturunan nasab serta ahli waris sangatlah penting dan dari sinilah mendorong penulis untuk segera membahasnya dengan melalui studi hukum islam.

    B.Rumusan masalah
    1.Bagaimana pandangan hukum islam terhadap tes DNA terhadap anak akibat zina.?
    2.Bagaimana kududukan nasab dan waris terhadap hasil tes DNA akibat zina dalam pandangan hukum islam?

    C.Kajian pustaka
    Kajian tentang test DNA (Deoxyribose Nucleid Acid) ini bukanlah hanya pertama kali ini dikaji tetapi telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Maslaha dalam skripisnya yang berjudul “status kewarisan anak yang diingkari oleh ayah setelah hasil DNA diketahui” dan yang kedua telah dibahas juga oleh Asyiqah dengan skripsinya yang berjudul “kontribusi hasil tes DNA sebagai upaya penyelesaian kasus li`an dalam perspektif hukum islam”.

    Peneliti yang pertama oleh maslaha mendiskripsikan tentang status kewarisan anak, seseorang yang menjalani sebuah perkawinan dan mempunyai anak tetapi sang ayah mengingkari anak tersebut meskipun telah diketahui melalui tes DNA bahwa anak itu adalah anaknya. Maslaha menyimpulkan dalam skripsinya tentang masalah tersebut dengan mengungkapakan dasar-dasar hukum serta argumennya bahwasanya status anak tersebut tetap berhak atas hak waris dari bapaknya karena anak tersebut telah lahir dari perkawinan yang sah menurut agama mereka dan undang-undang, apalagi telah dibuktikan melalui tes DNA yang berarti gen yang ada pada anak tersebut adalah generasi dari gen ayahnya.

    Peneliti yang kedua oleh asyiqah, ia hanya menjelaskan tentang masalah pembuktian dalam acara pengadilan agama yang mana tes DNA (Deoxyribose Nucleid Acid) hanya sebagai kontribusi saja untuk menguatkan sebuah pembuktian dalam sebuah kasus lia`an di pengadilan. Ia menganalisis dan memandangnya dari segi hukum islam.

    Dari kedua peneliti tersebut dalam hal tes DNA yang mereka bahas menurut hemat penulis dapat menyimpulkan, mereka hanya mengikut sertakan tes DNA sebagai alasan dan pembuktian saja dalam pandangan hukum islam, bukan dalam hal bagaimana pandangan hukum islam menyikapi tentang praktek tes DNA didalam keluarga. Apalagi kedua pembahasan tersebut memandang tes DNA disini telah dilakukan setelah berkeluarga atau telah kawin dalam perkwinan yang sah menurut agama dan undang-undang.

    Dalam pembahasan penulis yang akan di jelaskan dalam penelitian ini adalah tes DNA (Deoxyribose Nucleid Acid) yang dilakukan akibat zina, yakni tidak terikat perkawinan didalamnya untuk menentukan keturunan nasab dan ahli waris terhadap anak yang dilahirkannya dalam pandang hukum kewarisan islam, Serta akan mengkaji juga dalam hukum perkwinan islam. Penulis akan mencoba menjelaskan masalah ini dengan menggunakan dasar-dasar hukum yang akan diambil dari beberapa buku-buku dan kitab yang berkaitan dengannya sebagai referensi.

    D.Tujuan penelitian
    Sesuai rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
    1.Mengetahui hukum tes DNA menurut islam
    2.Mendiskripsikan masalah tes DNA akibat zina dalam pandangan hukum islam
    3.Untuk mengetahui status keturunan nasab dan ahli waris yang jelas setelah test DNA menurut hukum kewarisan islam

    E.Kegunaan hasil penelitian
    Dari hasil studi ini, diharapkan dapat bermanfaat sekurang-kurannya adalah sebagai berikut :
    1.Kepentingan teoritis, sebagai tambahan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu kedokteran khususnya tentang tes DNA dan permasalahannya dalam hukum islam.
    2.Sebagai bahan acuan untuk menyusun hipotesa bagi penelitian berikutnya.

    F.Definisi operasional
    1.Hukum islam
    Peraturan yang dirumuskan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah rasul yang tertuang dalam al-qur`an maupun hadist. Dan juga kompilasi hukum islam yang diyakini berlaku bagi semua pemeluk agama islam.

    2.DNA (Deoxyribose Nucleid Acid)
    Penyesuaian kimia yang membawa keterangan genetic dari sel khususnya atau dari makhluk dalam keseluruhannnya dari satu generasi kegenerasi berikutnya. Hal ini dapat membuktikan bahwa seseorang pria adalah ayah kandung dari seorang anak.

    3.Zina
    Zina menurut Kamus ilmiah adalah hubungan seksua dilur nikah , sesuai apa yang ada dalam hukum islam zina adalah hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan di luar perkawinan yang sah.

    4.Nasab
    Hubungan darah antara seorang anak dan ayah yang tidak dapat dipisahkan

    5.Waris
    Berpindahnya hak milik kepada ahli warisnya yang hidup, baik yang ditinggal itu berupa harta, kebun, atau hak-hak syar`iyah

    G.Metode penelitian
    1.Data yang akan dikumpulkan
    Agar dalam pembahasan skripsi ini nantinya bisa di pertanggung jawabkan tentang kwalitas mutunya, maka penulis membutuhkan data sebagai berikut :
    a.Data-data yang menyangkut tentang proses pelaksanaan test DNA yang mungkin akan diambil dari rumah sakit atau laboratorium medis yang pernah melakukan praktek DNA dengan cara wawancara.
    b.Dasar-dasar hukum yang berhubungan dengan tes DNA atau di qiaskan baik dari al-qur`an atau hadist, dan juga pengumpulan semua ilmu-ilmu tentang hukum kewarisan islam sebagai pisau analisis.

    2.Sumber data
    a.Taufiuqul Hulam, Reaktualisasi alat bukti tes DNA perspektif hukum islam dan hukum positif
    b.Fatchur Rahman, Ilmu Waris
    c.Muh. Ali Ash-Shobuni, Hukum Waris Islam
    d.Rachmad Budiono, S.H. M.H. Pembaruan Hukum Kewarisan Islam di Indonesia
    e.Djakfar, Idris Kompilasi hukum kewarisan Islam
    f.Prof. Dr. Amir Syarifuddin Hukum Kewarisan Islam
    g.Yessi Pratiwi, The divine message of the DNA tuhan dalam gen kita
    h.Syaikh Ibnu 'Utsaimin Tash-hiil Al-Faraaidh
    i.H. Saefuddin Arief, S.H. Hukum Waris Islam
    j.Rhenald Kasali Re-Code Your Change DNA
    k.Kitab suci Al-Qur`an
    l.Hadist-hadist yang berhubungan dengannya

    3.Teknik pengumpulan data
    Metonde yang penulis pergunakan dalam pengumpulan data menggunakan dua metode, pertama pngumpulan data-data yang ada dilapangan dan yang kedua menggunakan metode library reaserch (riset kepustakaan) yaitu mengadakan penelitian terhadap literatur yang ada hubungannya dengan pembahasan skripsi ini.

    4.Teknik analisis data
    1.Editing : Pemeriksaan kemabali data-data yang ada untuk memperbaiki ke khawatiran ada kesalahan pada penulisan dan keautentikan data
    2.Organizing : Penyusunan mulai dari pertama pendahuluan sampai penutup untuk memastikan supaya skripsi ini tersusun secara sistimatis dan mudah difahami oleh para pembaca.
    3.Penemuan hasil dengan menemukan sesuatu hukum yang pasti dengan menggunakan metode analisis hukum islam.

    H.Sistimatika pembahasan
    Sistimatika pembahasan dalam skripsi ini mulai dari bab I pendahuluan menelaskan tentang rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaannya, tata cara penulisannnya dan teknik pengumpulan data serta metodologi penelitian, yang digunakan sampai dengan sumber data yang akan diambil.

    Bab II menerangkan sistimatika pembahasan beberapa pengertian mengenai test DNA serta bagian-bagian tes DNA. Dan cara pelaksanaan Tes DNA yang dilakukan oleh dokter mulai dari pertama yaitu pengambilan sel-sel atau gen-gen sampai dengan penentuan hasil status anak yang di temukan dari gen-gen yang ada.

    Bab III pengambilan dasar-dasar hukum yang diambil dari pedoman hukum syara` baik dari al-qur`an maupun hadist yang berhubungan dengan test DNA dan juga beberapa ayat-ayat tentang waris dan nasab, dasar hukum tentang waris untuk mengkaji dalam masalah ini dengan kajian studi hukum islam.

    Bab IV menganalisis dengan menggunakan metode analisis yang tidak lepas dari dua sumber tersebut diatas untuk menemukan kepastian dan kejelasan hukum tentan adanya tes DNA terhadap anak akibat pelaku zina.

    Bab V penutup menyimpulkan data-data yang telah di kumpulkan serta juga menyimpulkan dari isi skripsi yang telah di bahas didalamnya secara singkat jelas dan logis, dan tidak lupa saran yang sangat diharapkan untuk penelitian selanjutnya agar lebih baik.


    BAB II
    Praktek tes DNA (Deoxyribose Nucleid Acid)

    A.Pengertian DNA
    B.Tata cara pelaksanaan DNA
    C.Bentuk tes DNA
    D.Faktor-faktor orang terpaksa melakukan tes DNA

    BAB III
    Tes DNA dalam kaitannya dengan hukum islam serta dampak hukumnya terhadap penentuan ahli waris dan nasab seseorang

    A.Tinjauan hukum islam terhadap adanya test DNA
    B.Hukum test DNA beserta pendapat para ulama
    C.Tes DNA dalam kaitannya dengan hukum kewarisan islam

    BAB IV
    Analis hukum islam tentang test DNA

    BAB V
    PENUTUP
    a.Kesimpulan
    b.Saran



    more
  • Murabahah dan Istishna'

    BAB I
    PENDAHULUAN

    A.LATAR BELAKANG

    Paradigma baru yang berkembang pada masa krisis ekonomi tahun 1997 dan 1998 adalah perlu dikembangkannya ekonomi kerakyatan dimana pertumbuhan ekonomi didorong dari bawah. Hal ini berarti diperlukannya alokasi sumber daya untuk membangkitkan golongan ekonomi lemah dan koperasi. Tingkat bunga yang sangat tinggi pada masa krisis sampai 65 % setahun jelas tidak mendukung berkembangnya ekonomi kerakyatan. Oleh karena itu diperlukan perangkat lembaga keuangan baru yang tentunya bukan berupa bunga. Karena Itu Pada dekade sekarang ini telah banyak bank bank syariah yang menawarkan produk produknya baik itu produk yang tabarru' ataupun yang tijarah.

    Wajar jika banyak perspektif negatif yang ditujukan oleh masyarakat awam kepada Bank syariah. Sejauh ini mayoritas portofolio pembiayaan oleh Bank Syariah didominasi oleh pembiayaan Murabahah. Sepintas memang ada kemiripan antara pembiayaan Murabahah di Bank Syariah dan kredit pembelian barang di Bank Konvensional. Umumnya mereka mengatakan operasional bank syariah tidak berbeda dengan bank konvensional. Hanya saja jika di Bank Konvensional menerapkan sistim bunga, maka di bank syariah dirubah dengan istilah margin


    B.RUMUSAN MASALAH
    Bagaimana Pembiayaan Murabaha Dan Pembiayaan Istisna' di Bank Syari'ah ?

    BAB II
    PEMBAHASAN

    A.Pembiayaan Murabaha

    Salah satu skim fiqih yang paling popular digunakan oleh perbankan syariah adalah skim jual beli murabaha. transaksi murabaha ini lazim dilaksanakan oleh Rasulullah Saw dan para sahabatnya.secara sederhana murabaha berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati,jadi singkatnya murabaha adalah akad jual beli dengan mengadakan perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli, karena dalam definisinya disebut adanya "keuntungan yang disepakati" karakteristik murabaha adalah si penjual harus membeli tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan menambahkan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.

    Syarat syarat ba'I murabaha:
    a.penjual memberitahubiaya modal kepada nasabah
    b.kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan
    c.kontrak harus bebas dari riba
    d.penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atau barang sesudah pembelian
    e.penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan demgan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang


    Secara prinsip, jika sarat dalam a,d,dan e. tidak dipenuhi pembeli memiliki pilihan :
    a.melanjutkan pembelian seperti apa adanya,
    b.kembali kepada penjua dan menyatakan ketidak setujuan atas barang yang dijual,
    c.membatalkan kontrak.

    Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. . Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah.Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Apabila aktiva murabahah yang telah dibeli bank (sebagai penjual) dalam murabahah pesanan mengikat mengalami penurunan nilaisebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual (bank) dan penjual (bank) akan mengurangi nilai akad.

    Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan. Selain itu, dalam murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga untuk cara pembayaran yang berbeda.

    Bank dapat memberikan potongan apabila nasabah:
    a). mempercepat pembayaran cicilan; atau
    b). melunasi piutang murabahah sebelum jatuh tempo.

    Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual sedangkan harga beli harus diberitahukan. Jika bank mendapat potongan dari pemasok maka potongan itu merupakan hak nasabah. Apabila potongan tersebut terjadi setelah akad maka pembagian potongan tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam akad.

    Bank dapat meminta nasabah menyediakan agunan atas piutang murabahah, antara lain dalam bentuk barang yang telah dibeli dari bank.
    Bank dapat meminta kepada nasabah urbun sebagai uang muka pembelian pada saat akad apabila kedua belah pihak bersepakat.Urbun menjadi bagian pelunasan piutang murabahah apabila murabahah jadi dilaksanakan. Tetapi apabila murabahah batal, urbun dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi dengan kerugian sesuai dengan kesepakatan. Jika uang muka itu lebih kecil dari kerugian bank maka bank dapat meminta tambahan dari nasabah.

    Apabila nasabah tidak dapat memenuhi piutang murabahah sesuai dengan yang diperjanjikan, bank berhak mengenakan denda kecuali jika dapat dibuktikan bahwa nasabah tidak mampu melunasi. Denda diterapkan bagi nasabah mampu yang menunda pembayaran. Denda tersebut didasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu untuk membuat nasabah lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial (qardhul hasan).

    B.Bai’al Istishna’ (Jual Beli Berdasarkan Pesanan)
    Transaksi Bai’ al Istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang melalui pesanan, pembuat barang berkewajiban memenuhi pesanan pembeli sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati. Pembayaran dapat dilakukan di muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai batas waktu yang telah ditentukan.
    Dalam fatwa DSN-MUI dijelaskan bahwa jual beli istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan paembauatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan ( pembeli, mustashni’) dan( penjual, shani’).

    Dalam sebuah kontrak Bai’ al Istishna, pembeli dapat mengizinkan pembuat barang menggunakan sub kontraktor untuk melaksanakan kontrak tersebut. Dengan demikian, pembuat barang dapat membuat kontrak istishna kedua untuk memenuhi kewajibannya pada kontrak pertama. Kontrak seperti ini dikenal sebagai “Istishna’ Paralel”.

    Transaksi istishna’ ini hukumnya boleh (jawaz) dan telah dilakukan oleh masyarakat muslim sejak masa awal tanpa ada pihak (ulama) yang mengingkarinya. Pada dasarnya, pembiayaan istishna’ merupakan transaksi jual beli cicilan pula seperti transaksi murabahah muajjal. Namun, berbeda dengan jual beli murabahah dimana barang diserahkan di muka sedangkan uangnya dibayar cicilan, dalam jual beli istishna’ barang diserahkan belakang. Walaupun uangnya juga sama-sama dibayar secara cicilan.

    Dengan demikian, metode pembayaran pada jual-beli murabahah muajjal sama dengan metode pembayaran dalam jual-beli istishna’, yakni sama-sama dengan sistem angsuran (installment). Satu-satunya hal yang membedakan adalah waktu penyerahan barangya.
    Contoh kasus :
    Pemerintah daerah Jateng mempunyai proyek pengerjaan pembuatan jalan tol Semarang-Solo sepanjang 80 km. kebutuhan total dana untuk proyek itu adalah Rp. 3 Trilliun dengan jangka waktu pengerjaan 3 tahun. Untuk pembangunna ini pada tanggal 1 Mei 2002 Pemda Jateng menunjuk CV. Sukses Makmur sebagai kontraktor tunggal dalam pengerjaan proyek tersebut. CV. Sukses Makmur meminta adanya pembayaran dimuka sebesar 50% dan sisanya dibayar ketika pengerjaan sudah mencapai 75% dan 100%. Pemda tidak mampu untuk membayar dengan term sesuai dengan permintaan kontraktor. Untuk itu Pemda Jateng menghubungi Bank Syari’ah Perkasa untuk mendapatkan pembiyaan proyek tersebut. Pemda bersedia untuk membayar biaya pembuatan proyek tersebut seharga Rp. 3,6 Trilliun dengan pembayaran secara angsuran sebesar Rp. 100.000.000,-/bulan.

    BAB III
    KESIMPULAN


    Murabaha adalah akad jual beli dengan mengadakan perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli, karena dalam definisinya disebut adanya "keuntungan yang disepakati" karakteristik murabaha adalah si penjual harus membeli tahu pembeli tenteng harga pembelian barang dan menambahkan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut. Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual sedangkan harga beli harus diberitahukan. Jika bank mendapat potongan dari pemasok maka potongan itu merupakan hak nasabah. Apabila potongan tersebut terjadi setelah akad maka pembagian potongan tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam akad.

    Transaksi Bai’ al Istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang melalui pesanan, pembuat barang berkewajiban memenuhi pesanan pembeli sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati. Pembayaran dapat dilakukan di muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai batas waktu yang telah ditentukan. Transaksi istishna’ ini hukumnya boleh (jawaz) dan telah dilakukan oleh masyarakat muslim sejak masa awal tanpa ada pihak (ulama) yang mengingkarinya. Pada dasarnya, pembiayaan istishna’ merupakan transaksi jual beli cicilan pula seperti transaksi murabahah muajjal. Namun, berbeda dengan jual beli murabahah dimana barang diserahkan di muka sedangkan uangnya dibayar cicilan, dalam jual beli istishna’ barang diserahkan belakang. Walaupun uangnya juga sama-sama dibayar secara cicilan.

    DAFTAR PUSTAKA

    Ir. Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada), 2008
    Syafri’I Antonio, Muhammad, Bank Syari’ah : Dari Teori ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani Press), 2001
    http://www.karimsyah.com/imagescontent/article/20050923150928.pdf
    http://www.mailarchive.com/ekonomisyariah%40yahoo.html+definisi+pembiayaan+istishna

    more
  • Monogami, Poligami dan Poliandri dalam Perspektif Hukum Islam

    BAB I
    PENDAHULUAN


    Salah satu bagian yang sampai saat ini masih ramai diperbincangkan dalam ilmu fiqih yaitu fiqih munakahah. Di dalam fiqih munakahah yang sangat laku menjadi bahan diskusi di kalangan kita adalah soal poligami. Poligami merupakan persoalan yang pelik yang dihadapi oleh kaum perempuan khususnya dan Islam pada umumnya.

    Menurut pakar psikologi maupun seksiologi, seorang laki-laki yang memasuki usia 30–40 an mempunyai gairah seks yang meledak-ledak. Umumnya disebut masa puber ke-2 dan punya fasilitas, ia cenderung banyak tingkah. Meskipun tidak semuanya, tetapi kebanyakan mereka yang tergolong sukses, mencoba bermain-main dengan apa yang disebut WIL (wanita idaman lain). Sedangkan bagi yang jujur biasanya merengek-rengek kepada istrinya agar diperbolehkan kawin lagi.

    Sebenarnya keinginan untuk berselingkuh dengan WIL atau terang-terangan ingin kawin lagi bukan semata-mata karena dorongan kebutuhan seksual saja. Tetapi juga dipengaruhi oleh suatu kecenderungan agar ia dianggap hebat. Bagi laki-laki “tukang kawin” akan merasa bangga jika dirinya dianggap berhasil dalam menghidupi beberapa istrinya yang rukun-rukun saja.

    Berpoligami tidak dilarang dalam Islam. boleh saja seorang lelaki mempunyai dua atau tiga bahkan empat orang istri. Tetapi ada syarat-sayarat berat yang harus dipenuhi, yaitu bersikap adil kepada istri-istrinya. Bersikap adil yang dimaksudkan dalam berpoligami adalah adil dalam segala-galanya. Tak sedikit laki-laki “berlindung” pada alasan bahwa keinginannya berpoligami itu meniru cara Nabi Muhammad. Di mana, saat itu Nabi mempunyai istri lebih dari satu. Lalu ketika niatnya menggebu-gebu ia berjanji pada istri pertama bahwa ia akan berlaku seadil-adilnya kepada istrinya yang kedua atau ketiga.

    Ada pula yang beralasan berpoligami itu lebih baik untuk menyalurkan nafsu syahwat yang berlebih-lebihan. Mereka bilang, “daripada berzina lebih baik kawin lagi, walaupun dengan cara siri”.

    Ada seorang lelaki yang mempunyai dua orang istri dengan bangganya ia bercerita katanya ia berhasil manjadi lelaki tulen karena bisa berpoligami dan menyatukan dua hati. Bahkan dua istrinya itu hidup bersama dalam satu rumah. Alasan mengapa ia berpoligami, karena selama kawin dengan istri pertama tak di karuniai anak. Tanpa memeriksakan diri ke doktor, suami itu secara tidak langsung menuduh istrinya yang mandul. Dengan bersenjatakan hal yang demikian itu, ia menekan agar istrinya memperbolehkan ia berpoligami. Meskipun pada awalnya terjadi perdebatan, akhirnya keinginannya terkabul. Ia kawin lagi dengan gadis yang lebih muda dari istrinya. Sampai bertahun tahun lamanya, dengan istri kedua pun mereka tak mendapatkan anak. Kesimpulannya bahwa bukan istri istrinya yang mandul.

    Jadi sebelum memutuskan untuk kawin lagi, hendaknya kita bertanya pada diri sendiri, berpikir dengan nurani yang merdeka tidak terpengaruh nafsu. Sudahkah tujuan kita itu dengan aturan-aturan Islami. Kalau keinginan berpoligami itu masih dipengaruhi oleh nafsu syahwat atau ingin mendapat pujian sebagai lelaki hebat, sebaiknya niat itu di tunda dulu. Karena berpoligami itu tidak semudah yang dibayangkan.

    Selain itu ada kecenderungan hebat yang selama ini muncul sebagai bentuk ketertarikan kaum hawa versus lisensi poligami yang dimunculkan Indonesia. Istilah itu kita kenal dengan poliandri. Bagaimana kita menanggapi masalah ini merupakan main purpose dari pembuatan makalah ini.

    BAB II
    PEMBAHASAN
    A. Pengertian Poligami, Monogami dan Poliandri

    Secara harfiyah, gami beraarti menikahi perempuan, poly berarti banyak sedangkan mono berarti satu. Andri memiliki arti menikahi laki-laki.
    Secara istilah monogami menikahi satu istri, poligami berarti menikahi lebih dari satu istri sedangkan poliandri berarti menikahi lebih dari satu suami.

    B.Poligami di Indonesia
    Berdasarkan UU No.1/1974 tentang perkawinan, maka Hukum Perkawinan di Indonesia menganut asas monogami, baik untuk pria maupun untuk wanita (vide pasal 3 (1) UU No.1/1974). Hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengizinkannya, seorang suami dapat beristri lebih dari seorang. Namun demikian, perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang istri, meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan, hanya dapat dilakukan apabila memenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh pengadilan.

    Untuk kelancaran pelaksanaan UU No.1/1974, telah dikeluarkan PP No.9/1975, yang mengatur ketentuan-ketentuan pelaksanaan dari UU tersebut. Dan dalam hal suami yang bermaksud untuk beristri lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada pengadilan (vide pasal 4 UU No.1/1975 dan pasal 40 PP No.9/1975).

    Pegawai Pencatat Perkawinan dilarang untuk melakukan pencatatan perkawinan seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang sebelum adanya izin pengadilan (pasal 44 PP No.9/1975).

    Khusus pegawai negeri sipil dan yang dipersamakan, seperti pejabat pemerintahan desa, telah dikeluarkan PP No.10/1983 tentang Izin perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, dengan maksud agar pegawai negeri sipil dapat menjadi contoh yang baik kepada bawahannya dan menjadi teladan sebagai warga negara yang baik dalam masyarakat, termasuk dalam membina kehidupan berkeluarga.

    PP No.10/1983 secara tidak langsung untuk memperketat dan mempersulit izin perceraian dan izin poligami, sebab selain yang bersangkutan harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang tersebut dalam UU No.1/1974 dan PP No.9/1975, juga harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang tersebut dalam PP No.10/1983. Misalnya, menurut PP No.10/1983, pegawai negeri sipil yang akan melakukan perceraian dan poligami harus memperoleh izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang untuk itu (pasal 3 dan 4).

    Apabila pegawai negeri melakukan perceraian dan poligami tanpa izin lebih dahulu dari pejabat yang berwenang, maka ia dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat sebagai pegawai negeri tidak atas permintaan sendiri (pasal 16).
    Demikianlah beberapa ketentuan pokok dari PP No.10/1983, yang bertujuan untuk mencegah atau mempersulit poligami di kalangan pegawai negeri, dengan adanya sanksi-sanksi hukuman yang berat dan akibat-akibat yang negatif dari poligami yang harus dipikirkan lebih dahulu secara matang oleh pegawai yang bersangkutan.

    C.Poligami Menurut Hukum Islam
    Islam memandang poligami lebih banyak membawa resiko/mudarat daripada manfaatnya, karena manusia itu menurut fitrahnya (human nature) mempunyai watak cemburu, iri hati dan suka mengeluh. Watak-watak tersebut akan mudah timbul dengan kadar tinggi jika hidup dalam kehidupan keluarga yang poligamis. Dengan demikian poligami itu menjadi sumber konflik antara suami dengan istri-istri dan anak-anak dari istri-istrinya, maupun konflik antara istri beserta anak-anaknya masing-masing.
    Karena itu hukum asal dalam perkawinan menurut Islam adalah monogami, sebab dengan monogami akan mudah menetralisasi sifat atau watak cemburu, iri hati, dan suka mengeluh. Berbeda dengan kehidupan keluarga yang poligamis, orang akan mudah peka dan tersinggung timbulnya perasaan cemburu, iri hati/dengki, dan suka mengeluh dalam kadar tinggi, sehingga bisa mengganggu ketenangan keluarga dan dapat pula membahayakan keutuhan keluarga.

    Bahkan, kalangan pengamat luar Islam (Islamisis) menganggap dibolehkannya melakukan poligami ini membuktikan bahwa Islam sangat mengabaikan konsep demokrasi dan hak-hak asasi manusia di dalam kehidupan suami istri. Poligami menurut mereka, merupakan salah satu bentuk diskriminasi dan marginalisasi terhadap kaum perempuan (istri).
    Marilah kita perhatikan ayat-ayat al-Qur’an yang berkenaan dengan masalah monogami dalam surah an-Nisa ayat 2-3:
    2.Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.
    3.Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

    Ayat 2 dan 3 surah an-Nisa di atas berkaitan (ada relevansinya), sebab ayat 2 mengingatkan kepada para wali yang mengelola harta anak yatim, bahwa mereka berdosa besar jika sampai memakan atau menukar harta anak yatim yang baik dengan yang jelek dengan jalan yang tidak sah. Sedangkan ayat 3 mengingatkan kepada para wali anak wanita yatim yang mau mengawini anak yatim tersebut, agar si wali itu beritikad baik dan adil serta fair, yakni si wali wajib memberikan mahar dan hak-hak lainnya kepada anak yatim wanita yang dikawininya. Ia tidak boleh mengawininya dengan maksud untuk memeras dan menguras harta anak yatim atau menghalang-halangi anak wanita yatim kawin dengan orang lain. Hal ini berdasarkan keterangan Aisyah ra waktu ditanya oleh Urwah bin Zubair mengenai maksud ayat 3 surah an-Nisa tersebut.

    Jika wali anak wanita yatim tersebut khawatir atau takut tidak bisa berbuat yatim terhadap anak yatim, maka ia (wali) tidak boleh mengawini anak wanita yatim yang berada di bawah perwaliannya itu. Tetapi ia wajib kawin dengan wanita lain yang ia senangi, seorang istri sampai dengan empat, dengan syarat ia mampu berbuat adil terhadap istri-istrinya, maka ia hanya boleh beristri seorang, dan ini pun ia tidak boleh berbuat zalim terhadap istri yang seorang.
    Apabila ia masih takut pula kalau berbuat zalim terhadap istrinya yang seorang itu, maka tidak boleh ia kawin dengannya, tetapi ia harus mencukupkan dirinya dengan budak wanitanya.

    Menurut Ibnu Jarir, bahwa sesuai dengan nama surah ini surah an-Nisa, maka masalah pokoknya ialah mengingatkan kepada orang yang berpoligami agar berbuat adil terhadap istri-istrinya dan berusaha memperkecil jumlah istrinya agar ia tidak berbuat zalim terhadap keluarganya. Sedangkan menurut Aisyah ra yang didukung oleh Muhammad Abduh, bahwa masalah pokoknya ialah masalah poligami, sebab masalah poligami dibicarakan dalam ayat ini adalah dalam kaitannya dengan masalah anak wanita yatim yang mau dikawini oleh walinya sendiri secara tidak adil atau tidak manusiawi. Kemudian ada pendapat lain lagi ialah Al-Razi, bahwa yang dimaksud dengan ayat ini adalah larangan berpoligami yang mendorong orang yang bersangkutan memakai harta anak yatim guna mencukupi kebutuhan istri-istrinya.

    Menurut Rasyid Ridha, pendapat Al-Razi tersebut lemah tetapi ia menganggap benar jika yang dimaksud dengan ayat 3 surah an-Nisa itu mencakup tiga masalah pokok yang masing-masing dikemukakan oleh Ibnu Jabir, Muhammad Abduh, dan Al-Razi. Artinya dengan menggabungkan tiga pendapat tersebut di atas, maka maksud ayat tersebut ialah unttuk meberantas/melarang tradisi zaman jahiliyah yang tidak manusiawi, yaitu wali anak wanita yatim mengawini anak yatimnya tanpa memberi hak mahar dan hak-hak lainnya dan ia bermaksud untuk makan harta anak yatim dengan cara tidak sah, serta ia menghalangi anak yatimnya kawin dengan orang lain agar ia tetap leluasa menggunakan harta tersebut. Demikian pula tradisi zaman jahiliyah yang mengawini istri yang banyak dengan perlakuan yang tidak adil dan tidak manusiawi, dilarang oleh Islam berdasarkan ayat ini.

    D.Makna Adil Menurut Tokoh-tokoh Islam
    Apabila kita melihat kembali sejarah teologi-sosial poligami, tampak bahwa hal itu merupakan tindakan yang dikhususkan untuk menolong janda-janda dan anak-anak yatim yang terancam nasibnya. Hendaknya kita memperhatikan pendapat Muhammad Syahrur dalam bukunya Al-Kitab wa Al-Qur’an Qira’ah Mu’ashirah. Dalam bukunya, Muhammad Syahrur mencoba melakukan reinterpretasi terhadap surah an-Nisa ayat 3, sebagaimana yang umum dilakukan oleh ulama-ulama tafsir maupun fiqih lainnya. Dia memulainya dengan menafsirkan seluruh ayat tersebut secara etimologis. Menurutnya kata “qasthun” dan “adlun” memiliki dua makna yang saling bertentangan. Pertama kata “qasthun” bisa bermakna keadilan sesuai dengan surah al-Maidah ayat 42, al-Hujarat ayat 9, dan al-Mumtahanah ayat 8. Kedua, bermakna kezaliman dan dosa sesuai dengan makna surah al-Jin ayat 15. demikian juga kata “adlun” berarti istawa (sama); dan kedua, berarti a’wajaj (bengkok). Walaupun demikian, antara “adlun” dan “qisthun” ada perbedaan makna. Apabila kata “qisthun” itu berbuat adil pada satu cabang, kata “adlun” berbuat adil kepada dua cabang secara seimbang. Memperhatikan ulasan Syahrur disinilah sebenarnya hakikat keadilan yang dimaksud.

    Prinsip keadilan inilah yang digaris bawahi Muhammad Abduh ketika dia mengeluarkan fatwa yang sangat menghebohkan untuk ukuran zamannya. Fatwa Abduh yang dikeluarkan pada tahun 1298 H tersebut secara panjang lebar dikutip oleh Ali Ahmad Al-Jurjawi dalam bukunya yang sangat terkenal Hikmah Al Tasyri wa Falsafatuhu. Abduh mengatakan bahwa syariat Muhammad saw. Memang membolehkan laki-laki mengawini empat perempuan sekaligus, jika laki-laki tersebut mengetahui kemampuan dirinya untuk berbuat adil. Jika tidak mampu berbuat adil, tidak dibolehkan beristri lebih dari satu. Dalam hal ini Abduh mengutip “fain khiftum alla ta’dilu fawahidatan”. Menurut Abduh, apabila seorang laki-laki tidak mampu memberikan hak-hak istrinya, rusaklah struktur rumah tangga dan kacaulah penghidupan keluarga. Padahal, tiang utama dalam mengatur kehidupan rumah tangga adalah adanya kesatuan dan saling menyayangi antar anggota keluarga.

    Dari kutipan Al-Jurjawi atas Fatwa Muhammad Abduh sangat menekankan kepada keadilan kualitatif dan hakiki, seperti rasa sayang, cinta dan kasih, yang semuanya tidak bisa diukur dengan angka-angka. Hal ini sesuai dengan makna yang dikandung dalam istilah yang digunakan oleh Al-Qur’an, yaitu “adalah”, yang memang memiliki makna yang lebih kualitatif. Adapun keadilan bersifat kuantitatif, yang sebenarnya lebih tepat untuk kata “qisthun”. Keadilan kuantitatif ini bersifat rentan karena sifatnya mudah berubah, misalnya tentang pembagian rezeki secara merata diantara istri-istri yang dikawini, pembagian jatah hari (giliran) dan sebagainya.

    Abdurrahman Al-Jaza’iri dalam kitab Al-Fiqih ‘ala Al-Madzahib Al-Arba’ah menyatakan bahwa mempersamakan hak atas kebutuhan seksual dan kasih sayang di antara istri-istri yang dikawini bukanlah kewajiban bagi orang yang berpoligami karena, sebagai manusia, orang tidak akan mampu berbuat adil dalam membagi kasih sayang dan cinta.

    E.Hikmah dan Dampak Poligami
    Mengenai hikmah diizinkan berpoligami dan keadaan darurat dengat syarat berlaku adil antara lain ialah sebagai berikut:
    1.Untuk mendapatkan keturunan bagi suami yang subur dan istri mandul.
    2.Untuk menjaga keutuhan keluarga tanpa menceraikan istri, sekalipun istri tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai istri, atau ia mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
    3.Untuk menyelamatkan suami yang hypersex dari perbuatan zina dan krisis akhlak lainnya.
    4.Untuk menyelamatkaan kaum wanita dari krisis akhlak yang tinggal di Negara/masyarakat yang jumlah wanitanya jauh lebih banyak dari kaum prianya, misalnya akibat peperangan yang cukup lama.

    Kalau kita perhatikan dalam mengupas hikmah poligami, kebanyakannya lebih cendrung memihak kepada kepentingan laki-laki. Sebagai misal, kalau tidak ada poligami dimungkinkan akan merebaknya perzinaan, dekadensi moral dan sebagainya. Seorang penulis Indonesia Said Thalib Al-Hamadani, tokoh Al-Irsyad, berpendapat bahwa poligami dibolehkan dalam Islam karena untuk kepentingan memperbanyak umat. Jalan untuk ini adalah dengan cara melakukan kawin. Menurutnya, Negara-negara maju banyak membutuhkan sumber daya manusia. Lebih lanjut, ia membuat pernyataan yang belum dibuktikan oleh dunia kedokteran bahwa seorang laki-laki memiliki kemampuan yang lebih kuat dalam membuahkan keturunan dibandingkan kaum perempuan dengan alasan siklus reproduksi laki-laki lebih panjang karena tidak mengenal menopause. Daripada seorang laki-laki melakukan penyimpangan seksual kepada selain istrinya, sebaiknya berpoligami.

    Model penafsiran monolitik terhadap kasus seperti ini memang sering terjadi. Seharusnya dalam menetapkan persoalan poligami terlebih dahulu harus melakukan pengamatan secara objektif, tidak hanya dari sudut pandang laki-laki, tetapi juga dari sudut pandang perempuan. Tidakkah kita berpikir bahwa sebagai seorang muslim, perempuan juga memiliki kepentingan hati nurani. Kepentingan untuk hidup tenang dengan suami yang dicintainya tanpa diributi oleh ketiga (wanita intim lain).
    Salah satu alasan dibolehkannya berpoligami yaitu untuk menyelamatkan suami yang hypersex dari perbuatan zina dan krisis akhlak lainnya, ini juga jelas-jelas tidak qurani karena berusaha untuk menyetujui nafsu laki-laki yang tidak terkendali. Yakni, jika kebutuhan seksual seoarang laki-laki dapat terpuaskan oleh seorang istri, dia harus mempunyai dua. Barangkali, jika nafsunya lebih besar daripada dua, maka ia harus mempunyai tiga, dan terus sampai dia mempunyai empat. Baru setelah empat, prinsip Al-Qur’an tentang pengendalian diri, kesederhanaan, dan kesetiaan akhirnya dijalankan.

    Karena pada awalnya istri diisyaratkan untuk mengendalikan diri dan setia, kebajikan moral ini juga penting untuk suami. Al-Qur’an jelas tidak menekankan pada suatu tingkat yang tinggi dan beradab untuk wanita sementara membiarkan laki-laki berinteraksi dengan yang lain pada tingkat yang paling hina.

    Mengenai hikmah Nabi Muhammad diizinkan bagi umatnya ialah sebagai berikut:
    1.Untuk kepentingan pendidikan dan pengajaran agama. Istri Nabi sebanyak (sembilan) orang itu bisa menjadi sumber informasi bagi umat Islam yang ingin mengetahui ajaran-ajaran Nabi dalam berkeluarga dan bermasyarakat, terutama mengenai masalah-masalah kewanitaan/kerumahtanggaan.
    2.Untuk kepentingan politik mempersatukan suku-suku bangsa Arab untuk menarik mereka masuk agama Islam. Misalnya perkawinan Nabi dengan Juwairiyah, putri Al-Harist kepada suku Bani Musthaliq. Demikian pula perkawinan Nabi dengan Shafiah, seorang tokoh dari suku Bani Quraidzah dan Bani Nadhir.
    3.Untuk kepentingan sosial dan kemanusiaan. Misalnya perkawinan Nabi dengan beberapa janda pahlawan Islam yang telah lanjut usianya seperti Saudah binti Zum’ah (suami meninggal setelah kembali dari hijrah Abessinia), Hafsah binti Umar (suami gugur di Badar), Zainab binti Khuzaimah (suami gugur di Uhud), dan Hindun Ummu Salamah (suami gugur di Uhud). Mereka memerlukan pelindung untuk melindungi jiwa dan agamanya, dan penanggung untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

    Jelaslah, bahwa perkawinan Nabi dengan sembilan istrinya itu tidaklah terdorong oleh motif memuaskan nafsu seks dan kenikmatan seks. Sebab kalau motifnya demikian, tentunya Nabi mengawini gadis-gadis dari kalangan bangsawan dan dari berbagai suku pada masa Nabi masih berusia muda. Tetapi kenyataannya adalah Nabi pada usia 25 tahun kawin dengan Khadijah seorang janda berumur 40 tahun dan pasangan suami istri ini selama lebih kurang 25 tahun berumah tangga benar-benar sejahtera dan bahagia serta mendapatkan keturunan : dua anak laki-laki, tetapi meninggal masih kecil, dan empat anak wanita.

    Setelah Khadijah wafat tahun ke 10 sejak Nabi Muhammad diangkat menjadi Nabi, barulah kemudian Nabi memikirkan kawin lagi. Mula-mula kawin dengan Saudah binti Zum’ah, seorang janda, kemudian disusul dengan istri-istrinya yang lain. Tetapi tidak ada seorang istrinya pun yang dikawini dengan motif untuk pemuasan nafsu seks atau karena harta kekayaannya, melainkan karena motif agama, politik, sosial dan kemanusiaan.

    Sedangkan dampak umum terjadinya poligami bagi istri adalah :
    1.Timbulnya perasaan inferior (menyalahkan diri sendiri)
    2.Ketergantungan secara ekonomi kepada suami.
    3.Sering terjadi adanya kekerasan pada perempuan baik fisik, ekonomi, seksual, maupun psikologis
    4.Dengan lisensi poligami masyarakat sering nikah dibawah tangan
    5.Kebiasaan poligami akan rentan terhadap penyakit menular termasuk HIV/AIDS.

    F.Hukum Poliandri
    Hukum poliandri berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah adalah haram sesuai dengan firman Allah : "Dan (diharamkan juga bagi kamu) mengawini wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki".

    Ayat diatas yang berbunyi "wal muhshonat minnan nisaai illa ma malakat aymanukum" menunjukkan bahwa salah satu kategori wanita yang hara untuk dinikai adalah wanita yang sudah bersuami.

    Jelaslah bahwa wanita yang bersuami haram dinikahi oleh laki-laki lain. Dengan kata lain, ayat di atas merupakan dalil atas haramnya poliandri.

    G.Hikmah diharamkannya poliandri
    Diantara beberapa hal yang harus diperhatikan dalam larangan poliandri andalah :
    1.Menjaga keturunan (mempermudah menentukan wali bagi anaknya)
    2.Kebiasaan berganti-ganti pasangan bagi suami/istri menjadi rentan terhadap penyakit menular.


    BAB III
    PENUTUP

    Kesimpulan

    Hukum asal dalam perkawinan menurut Islam adalah monogami. Asas monogami ini telah diletakan oleh Islam sejak 15 abad yang lalu sebagai salah satu asas perkawinan dalam Islam.

    Adapun poligami hanya dibolehkan bila dalam keadaan darurat, misalnya istri ternyata mandul. Suami diizinkan berpoligami dengan syarat ia benar-benar mampu mencukupi nafkah untuk semua keluarga dan harus bersikap adil dalam pemberian nafkah lahir dan giliran waktu tinggalnya.

    Hukum poliandri berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah adalah haram sesuai dengan firman Allah : "Dan (diharamkan juga bagi kamu) mengawini wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki".

    DAFTAR PUSTAKA

    Asnawi. Moch., Himpunan Peraturan dan Undang-undang Republik Indonesia tentang Perkawinan serta Peraturan Pelaksanaannya, (Kudus: Menara Kudus, 1975)
    Husain Haikal, Muhammad, Hayatu Muhammad, (Cairo: Maktabah al-Nahdhah al-Arabiyah, 1965)
    Hasyim, Syafiq, Hal-hal yang Tak Terpikirkan tentang Isu-isu Keperempuanan dalam Islam, (Bandung: Mizan)
    Mahmud al-Aqqad, Abbas, Haqaiqul Islam wa Abathilu Khushumih, (Cairo: Darul Qalam, 1957)
    Peraturan Pemerintah RI No.10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri
    Shiddiq al-Jawi . Muhammad, Dalil Haramnya Poliandri. Hayatul Islam.Net

    more
  • Transaksi Jual Beli Secara Online (Akad Salam Secara E-Commerce)

    BAB I
    PENDAHULUAN


    A.Latar Belakang
    Merupakan kehendak Allah, bahwa manusia diciptakan dalam bingkisan social, dimana manusia dituntut untuk berinterakasi (bermasyarakat, tolong meneolong, dll). Oleh karenanya, manusia harus menyadari akan keterlibatan orang lain dalam suatu kehidupan ini, yaitu saling berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama-sama, dan mencapai tujuan hidup yang lebih maju.

    Ajaran islam yang dibawa Muhammad ini memiliki sisi keunikan tersendiri, dimana didalam ajaean tersebut tidak hanya bersifat komprehensif, tapi juga bersifat universal. Komprehensip berarti mencakup seluruh aspek kehidupan, baik ritual, ataupun social (hubungan antara sesamam makhluk). Seda ngkan Universal bisa diterapkan kapan saja, hingga hari akhir.

    Landasan ajaram islam Al-Qur’an dan Al-Hadits memiliki daya jangkau dan daya atur, yang secara universal dapat dilihat dari sisi teksnya yang selalu pas untuk diimplementasikan dalam wacana kehidupan actual, misalnya daya jangkau dan daya atur dalam masalah perekonomian. Dalam hal ini ekonomi maupun bidang-bidang ilmu lainnya tidak luput dalam kajian islam, yang bertujuan untuk menuntun manusia agar selalu tetap berada dijalan Allah, jalan kebenaran dan keselamatan.

    Aspek perekonomian merupakan suatu hal yang sangat penting, dimana posisi ini menentukan akan kesejahteraan manusia semuanya. Seiring dengan perjalana sang wasktu dan pertumbuhan masyarakat, serta kemajuan IPTEK (illmu penegetahuan dan tekhnologi), maka dalam hal ini mengarah pada suatu titik, yaitu membentuk dan mewujudkan perubahan terhadap pola kehidupan bermasyarakat, tidak terkecuali dalam bidang ekonomi, yaitu tentang suatu perdagangan, sebagaimana firman Allah :
    يا أيها الذين امنوا ألاتأكلوا اموالكم بينكم باالباطل إلا أنتكون تجارة عن تراض منكم .....
    وأحل الله البيع وحرم الربا

    Konklusi ayat diatas menunjukkan diperbolehkannya jual beli yang saling menguntungkan, dan dilarang merampas harta orang lain dengan cara menipu atau berbuat kecurangan.

    Transaksi salam, sebagaiman model transaksi jual beli lainnya telah ada, bhakan sebelum kedatangan Nabi Muhammad, sebagai bentuk transaksi yang ada sejak lama,dan ipraktekkan dalam masyarakat luas. Dalam transaksi ini terlampir seperangkat aturan yang trcantum dalam Al-Qur’an, Al-Hadits, dan Ijma’ para Ulama’. Akan tetapi dengan adanya berkembangnya kemajuan zaman, yang ditandai dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, mebawa manusia pada perubahan secara signifikan. Contoh kecil, perkembangan teknologi elektronik yang berlangsung sangat pesat akhir-akhir ini, telah mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat, bagaimana tidak, kalo adanya digunakan sebagai alat transaksi bisnis jarak jauh (E-Commerce / non face), yang hanya melakukan pertukaran data.

    B.Penegasan Judul
    1.Jual beli : suatu transaksi perdagangan
    2.Salam : dalam islam dikenal sebagai akad pesanan (memesan barang) atau transaksi jual beli dengan cara memesan
    3.Transaksi secar online Ec-Coomerce : transaksi jual beli dengan cara memesan barang secara online, lewat photo shop, secara maya, hanya dengan salintukar data informasi.

    C.Identifikasi Dan Batasan Masalah
    Dalam makalah ini akan membahas tentang “Transaksi Jual Beli Secara Online (akad salam secara E-Commerce) dimana penelitian akan difokuskan pada system perekonomian dagang islam dalam menjawab tantangan global. Dengan landasan al-Qur’an dan al-Hadits, serta kitab-kitab para Ulama’. objek forma.

    Dari penelitian sementara dapat disimpulkan bahwa transaksi salam (pesanan) diperbolehkan, akan tetapi transaksi salam secar onlinemasih belum titik kejelasan, sebab itulah perlu ditelaah ulang untuk mendapatkan bukti apakah adanya kehadiran teks dalam dua wahyu tersebut dapat merubah posisi, hingga aturan dalam islam memang dapat dibuktikan akan ke-aktualan dan faktualnya, serta system perekonomian islam tidak tertinggal jauh oleh zaman.

    kemudian ditela’ah sesuai analisis ilmiah, melalu pertimbangan Al-Qur’anm hadits dan ijma’, yang akhirnya bisa dijadikan hujjah untuk dikonsumsi ditengah-tengah masyrakat. Serta penelitian ini akan membahas sejauh mana dampak dan pengaruh transaksi secara online atau E-Commerce pada kehidupan manusia.

    D.Rumusan Masalah
    1.Pengertian transaksi jual beli dengan akad salam secara Sayr’I (menurut pandangan islam)
    2.Pengartian transaksi jual beli dengan akad salam secara online (E-Commerce)
    3.Bagaimanakah tinjauan hukum islam terhadap pembelian secara Online (E-Commerce)?

    BAB II
    PEMBAHASAN

    A.Penegertian Jual Beli Dengan Akad Salam Secara Syar’i

    Secara bahasa, transaksi (akad) digunakan berbagai banyak arti, yang hanya secara keseluruhan kembali pada bentuk ikatan atau hubungan terhadap dua hal. Yaitu As-Salam atau disebut juga As-Salaf merupakan istilah dalam bahasa arab yang mengandung makna “penyerahan”. Sedangkan para fuqaha’ menyebutnya dengan al-Mahawi’ij (barang-barang mendesak) karena ia sejenis jual beli barang yang tidak ada di tempat, sementara dua pokok yang melakukan transaksi jual beli mendesak.

    Jual beli pesanan dalam fiqih islam disebut as-salam sedangkan bahasa penduduk hijaz, sedangkan bahsa penduduk iraq as-salaf. Kedua kata ini mempunyai makna yang sama, sebagaimana dua kata tersebut digunakan oleh Nabi, sebagaimana diriwayatkan bahwa Rasulullah ketika membicarakan akad bay’salam, beliau menggunakan kata as-salaf disamping as-salam, sehingga dua kata tersebut merupakan kata yang sinonim.
    Secar terminology ulama’ fiqih mendefinisikannya :
    بيع اجل معاجل او بيع شيئ موصوف في الذمة اي انه يتقدم فيه رأس المال ويتأخر المثمن لأجله
    “manjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu barang yang cirri-cirinya jelas dengan pembayaran modal di awal, sedangkan barangnya diserahkan kemudian”.

    Sedangkan Ulama’ Syafi’yah dan Hanabilah mendefinisikannya sebagai berikut :
    عقدعلى موصوف بذمة مقبوض بمجلس عقد
    “akad yang disepakati dengan menentukan cirri-ciri tertentu dengan membayar harganya terlebih dulu, sedangkan barangnya diserahkan kemudian dalam suatu majelis akad”.
    Dengan adanya pendapat pendapat diatas sudah cukup untuk memberikan perwakilan penjelasan dari akad tersebut, dimana inti dari pendapat tersebut adalah; bahwa akad salam merupakan akad pesanan dengan membayar terlebih dahulu dan barangnya diserahkan kemudian, tapi cirri-ciri barang tersebut haruslah jelas penyifatannya.
    Dan masih banyak lagi pendapat yang diungkapkan para pemikir dalam masalah ini, sebagaimana al-Qurthuby , An-Nawawi dan ulama’ malikiyah, serta yang lain, mereka ikut andil memberikan sumbangsih pemikiran dalam masalah ini, akan tetapi karena pendapatnya hampir sama dengan pandapat yang diungkapkan diatas, maka penulis berfikir, bahwa pendapat diatas sudah cukup untuk mewakilinya.

    Dalam islam dituntut untuk lebih jelas dalam memberikan sutu landasan hukum, maka dari itu islam melampirkan sebuah dasar hukum yang terlampir dalam al-Qur’an, al-Hadits dan Al-hadits, ataupun Ijma’. Perlu diketahui sebelumnya mengenai transaksi ini secara khusus dalam al qur an tidak ada yang selama ini dijadikan landasan hokum adalah transaksi jual beli secara global, karna bay salam termasuk salah satu jual beli dalam bentuk khusus, maka hadist Nabi dan ijma’ ulama’ banyak menjelaskannya dan tentunya Al-Qur’an yang membicarakan secara global sudah mencakup atas diperbolehkannya jual beli akad salam. Adapun landasan hokum islam mengenai hal tersebut adalah :
    a.Ayat tentang bay as-salam
    الذين يأكلون الربوا لايقومون إلا كما يقول الذي يتخبطه الشيطن من المس ذلك بأنهم قالوا إنماالبيع مثل الربوا وأحل الله البيع وحرم الربوا فمن جاءه موعظة من ربه فانتهى فله ماسلف وامره إلى الله ومن عاد فالئك اضحاب النار هم فيها خالدون
    ياايهالذين أمنوا إذا تداينتم بدين الى اجل مسمى فاكتبوه واليكتب بينكم كاتب بالعدل ولا يأب كاتب أنيكتب كماعلمه الله فاليكتب واليملل الذي عليه الحق واليتق الله ربه ......
    b.Hukum tentang bay assalam
    Adapun hadits tentang dasar hokum diperbolehkannya transaksi ini adalah, sebagaimana riwayat Hakim bin Hizam :
    عن حكيم بن حزام ان النبي صلى الله عليه وسلم قال له لاتبع ما ليس عندك
    “dari hakim bin hizam, sesungguhnya Nabi bersabda : janganlah menjual sesuatu yang tidak ada padamu”
    عن ابن عباس رضي الله عنهما قال : قدم النبي صلى الله عليه وسلم المدينة وهم يسلفون في الثمر السنتين والثلاث فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من أسلف في شيئ ففي كيل في ثمر معلوم ووزن معلوم إلى اجل معلوم (رواه البخاري)
    “dari Abdullah bin Abbas, ia berkata, Nabi dating kemadinah, dimana masyrakat melakukan transaksi salam (memesan) kurma selama dua tahun dan tiga tahun, kemudian Nabi bersabda, barang siapa melakukan akad salam terhadap Sesutu, hendaklah dilakukan dengan takaran yang jelas, timbangan yang jelas, dan sampai batas waktu yang jelas.

    Dalam transaksi salam ini diperlukan adanya keterangan mengenai pihak-pihak yang terlibat, yaitu orang yang melakukan transaksi secara langung, juga syarat-syarat ijab qabul, yaitu :

    a.Pihak-pihak yang terlibat
    Adapun pihak-pihak yang terlibat langsung adalah al-muslim dimana posisinya sebagai pembeli atau pemesa, dan juga muslim ilaihi, dimana posisinya sebagai orang yang di amanatkan untuk memesan barang dan Juga barang yang di maksudkan.
    Sedangkan syarat dari penjual dan pemesan, penulis hanya bisa menyimpulkan sedikit, yaitu mereka belum termasuk sebagai golongan-golongan orang-orang yang dilarang bertindak sendiri, seperti anak-anak kecil, gila, pemboros, banyak hutangnya, atau yang lainnya.

    b.Syarat-syarat ijab qabul
    pernyataan dalam ijab qabul ini bisa disampaikan secara lisan, tulisan (surat menyurat, isyarat yang dapat memberi pengertian yang jelas), hingga perbuatan atau kebiasaan dalam melakukan ijab qabul. Adapun syarat-syaratnya adalah :
    -Dilakukan dalam satu tempo
    -Antara ijab dan qabul sejalan
    -Menggunakan kata assalam atau assalaf
    -Tidak ada khiyar syarat (hak bagi pemesan untuk menerima pesanan atau tidak)
    B.Pengertian Jual beli dengan Akad Salam Secar online (E-Commerce)

    Transaksi secara online merupakan transakasi pesanan dalam model bisnis era global yang non face, dengan hanya melakukan transfer data lewat maya (data intercange) via internet, yang mana kedua belah pihak, antara originator dan adresse (penjual dan pembeli), atau menembus batas System Pemasaran dan Bisnis-Online dengan menggunakan Sentral shop, Sentral Shop merupakan sebuah Rancangan Web Ecommerce smart dan sekaligus sebagai Bussiness Intelligent yang sangat stabil untuk diguakan dalam memulai, menjalankan, mengembangkan, dan mengontrol Bisnis.

    Perkembangan teknologi inilah yang bisa memudahkan transaksi jarak jauh, dimana manusia bisa dapat berinteraksi secara singkat walaupun tanp face to face, akan tetapi didalam bisnis adalah yang terpenting memberikan informasi dan mencari keuntungan.

    Adapun mengenai definisi mengenai E-Commerce secara umumnya adalah dengan merujuk pada semua bentuk transaksikomersial, yang menyangkut organisasi dan transmisi data yang digeneralisasikan dalam bentuk teks, suara, dan gambar secara lengkap.
    Sedangkan pihak-pihak yang terlibat sebagaiman yang telah diungkapkan dalam akad salam diatas, mungkin tidak beda jauh, hanya saja persyaratan tempat yang berbeda.

    C.Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembelian Secara Online (E-Commerce)
    Sebagaimana keterangan dan penjelasan mengenai dasar hokum hingga persyaratan transaksi salam dalam hokum islam, kalo dilihat secara sepintas mungkin mengarah pada ketidak dibolehkannya transaksi secara online (E-commerce), disebabkan ketidak jelasan tempat dan tidak hadirnya kedua pihak yang terlibat dalam tempat.

    Tapi kalo kita coba lebih telaah lagi dengan mencoba mengkolaborasikan antara ungkapan al-Qur’an, hadits dan ijmma’, dengan sebuah landasan :
    الأصل في المعاملة الإباحة حتى يدل الدليل لعلى تحرمه
    Dengan melihat keterangan diatas undijadikan sebagai pemula dan pembuka cenel keterlibatan hokum islam terhadap permasalahan kontemporer. Karena dalam al-Qur’an permasalahn trasnsaksi online masih bersifat global, selamjutnya hanya mengarahkan pada peluncuran teks hadits yang dikolaborasikan dalam peramasalahan sekarang dengan menarik sebuah pengkiyasan.

    Sebagaimana ungkapan Abdullah bin Mas’ud : Bahwa apa yang telah dipandang baik leh muslim maka baiklah dihadapan Allah, akan tetapi sebaliknya.
    Dan yang paling penting adalah kejujuran, keadilan, dan kejelasan dengan memberikan data secara lengkap, dan tidak ada niatan untuk menipu atau merugikan orang lain, sebagaimana firman Allah dalam surat Albaqarah 275 dan 282 diatas.

    BAB III
    KESIMPULAN

    1.Transaksi salam adalah transaksi pesanan dengan melibatkan penjual dan sipembeli, dengan membayar uang dimuka dan barangnya diserahkan dikemudian hari
    2.Transaksi memesan barang secara online non face atau maya world, dengan cara menular data, dengan menampakkan keperluan, kejelasan barang, baik berupa tulisan atau gambar
    3.Ketika bentuk barang sudah jelas, dengan menampakkan keseluruhan barang, walaupun tidak secara langsung, akan tetapi, dengan tidak adanya niat saling merugikan, hanya sebatas bisnis, agar saling menguntungkan dan memuaskan.

    DAFTAR PUSTAKA


    Asnawi, Haris Faulidi, Transaksi Bisnis E-Commerce Perspektif Islam, (Yogyakarta : Laskar Press),
    Al-mwardi dalam Manshur ibnu Idris al-Bahiti, Kasaf al-Qur’an, hlm. 288
    Ibn Abidin¸ Ad-Dar Al-Muhtar,
    Hasan, Ali , Bebagai Macam Transaksi Dalam Islam,
    Basyit, Ahmad Azhar, Asas-asa Hukum Mu’amalah. (Yogyakarta : UII pres,1990),
    Daud, Ali Mahmud, Hukum Islam Di Indonesia : pengantar hokum islam dan tata hokum islam di Indonesia, (Jakarta : PT: Grafindo, 1993)

    more
  • PEMBIAYAAN IJARAH DAN IMBT

    Oleh : M. Abduh

    BAB I
    PENDAHULUAN

    A.LATAR BELAKANG
    Dalam kehidupan sehari - hari, masyarakat memiliki kebutuhan kebutuhan yang harus dipenuhi baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Ada kalanya masyarakat tidak memiliki cukup dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karenanya, dalam perkembangan perekonomian masyarakat yang semakin meningkat muncullah jasa pembiayaan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank.
    Oleh karena pada zaman modern ini kegiatan perekonomian tidak akan sempurna tanpa adanya lembaga perbankan, maka lembaga perbankan ini pun menjadi wajib untuk diadakan.,Lembaga pembiayaan merupakan salah satu fungsi bank, selain fungsi menghimpun dana dari masyarakat. Fungsi inilah yang lazim disebut sebagai intermediasi keuangan (financial intermediary functions)

    B.RUMUSAN MASALAH
    Bagaimana Pembiayaan Ijarah Dan IMBT Pada Bank Syariah ?

    BAB II
    PEMBAHASAN

    A. PEMBIAYAAN IJARAH
    Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui pembayaran upah sewa,tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah)
    Definisi mengenai prinsip Ijarah juga telah diatuir dalam hokum positif Indonesia yakni dalam Pasal 1 ayat 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 yang mengartikan prinsip ijarah sebagai transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau upah mengupah atas suatu usaha jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa.Bank syariah hanya dapat melayani kebutuhan nasabah untuk memiliki barang, sedangkan nasabah yang membutuhkan jasa tidak dapat dilayani. Dengan skim Ijarah, bank syariah dapat pula melayani nasabah yang hanya membutuhkan jasa.

    Pada dasarnya ijarah didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang atau jasa dengan membayar imbalan tertentu. Menurut Fatwa Dewan Syarah Nasional No.09/DSN/MUI/IV/2000, Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat ) atas
    suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri, dengan demikian dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya pemindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.

    Dalam kegiatan perbankan Syariah pembiayaan
    melalui Ijarah dibedakan menjadi dua yaitu :
    1.Didasarkan atas periode atau masa sewa biasanya sewa peralatan.Peralatan itu disewa selama masa tanam hingga panen. Dalam perbankan Islam dikenal sebagai Operating Ijarah
    2.Ijarah Muntahiyyah Bit-Tamlik di beberapa negara menyebutkan sebagai Ijarah Wa Iqtina yang artinya sama juga yaitu sama juga yaitu menyewa dan setelah itu diakuisisi oleh penyewa ( finance lease ).

    Dalam hal penggunaan prinsip syariah pada pembiayaan ijarah. Ijarah adalah akad sewa menyewa, sedangkan pembiayaan ijarah adalah perjanjian untuk membiayai kegiatan sewa menyewa.

    Pada ijarah, bank hanya wajib menyediakan aset yang disewakan, baik aset itu miliknya atau bukan miliknya. Yang penting adalah bank mempunyai hak pemanfaatan atas aset yang kemudian disewakannya. Fatwa DSN tentang ijarah ini kemudian diadopsi kedalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 59 yang menjelaskan bahwa bank dapat bertindak sebagai pemilik objek sewa, dan bank dapat pula bertindak sebagai penyewa yang kemudian menyewakan kembali (para 129). Namun tidak seluruh fatwa DSN diadopsi oleh PSAK 59, misalnya fatwa DSN mengatur bahwa objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa; sedangkan PSAK 59 hanya mengakomodir objek ijarah yang berupa manfaat dari barang.

    Pada pembiayaan ijarah, bank berkedudukan sebagai penyedia uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu dalam rangka penyewaan barang berdasarkan prinsip ijarah. Mengikuti penjelasan ijarah dalam PSAK 59, maka pembiayaan ijarah dapat digunakan untuk membiayai penyewaan barang yang kemudian disewakannya kembali kepada nasabah, dan dapat pula digunakan untuk membiayai pembelian barang yang kemudian disewakannya kepada nasabah.

    FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang PEMBIAYAAN IJARAH

    Pertama : Rukun dan Syarat Ijarah:
    1.Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain.
    2.Pihak-pihak yang berakad (berkontrak): terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa, dan penyewa/pengguna jasa.
    3.Obyek akad Ijarah, yaitu:
    a.manfaat barang dan sewa; atau
    b.manfaat jasa dan upah.

    Kedua : Ketentuan Obyek Ijarah:
    1.Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.
    2.Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
    3.Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan).
    4.Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syari’ah.
    5.Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
    6.Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
    7.Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga (tsaman) dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam Ijarah.
    8.Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak.
    9.Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.

    Ketiga: Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah:
    1.Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa:
    a.Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan
    b.Menanggung biaya pemeliharaan barang.
    c.Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.
    2.Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa:
    a.Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai akad (kontrak).
    b.Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak materiil).
    c.Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.

    Keempat :
    Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

    Proses pembiayaan ijarah adalah sebagai berikut :
    1.Nasabah mengajukan pembiayaan ijarah ke bank syari’ah
    2.Bank Syari’ah membeli/menyewa barang yang diinginkan oleh nasabah sebagai objek ijarah, dari supplier/penjual/pemilik.
    3.Setelah dicapai kesepakatan antara nasabah dengan baik mengenai objek ijarah, tariff iajarah, periode ijarah dan biaya pemeliharaannya, maka akad pembiayaan ijarah ditandatangani. Nasabah diwajibkan menyerahakan jaminan yang dimiliki.
    4.Bank menyerahkan objek ijarah kepada nasabah sesuai akad yang disepakati. Setelah periode ijarah berakhir, nasabah mengembalikan objek ijarah tersebut kepada Bank.
    5.a. Bila bank membeli objek ijarah tersebut (al-bai’ wal-ijarah), setelah periode ijarah berakhir objek ijarah tersebut dismpan ooleh bank sebagai asset yang dapat disewakan kembali.
    b.Bila bank membeli objek ijarah tersebut (ijarah parallel), setelah periode ijarah berakhir objek ijarah tersebut dikembalikan oleh bank kepada supplier/penjual/pemilik

    B.Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT/Sewa Pembelian)
    Ijarah Muntahia Bittamlik (sewa dan pembelian) adalah perjanjian antara perusahaan pembiayaan (Muajjir) dengan konsumen sebagai penyewa.(Mustajir). Penyewa setuju akan membayar uang sewa selama masa sewa yang diperjanjikan dan bila sewa berakhir perusahaan (muajjir) mempunyai hak opsi untuk memindahkan kepemilikan obyek sewa tersebut.

    Dalam Ijarah Muntahia Bittamlik, pemindahan hak milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut ini :
    1.Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa;
    2.Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.

    Pilihan untuk menjual barang diakhir masa sewa (alternatif 1) biasanya diambil bila kemampuan financial penyewa untuk membayar sewa relative kecil. Karena sewa yang dibayarkan relative kecil, akumulasi nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir periode sewa belum mencukupi harga beli barang tersebut dan margin laba yang diotetapkan oleh bank. Karena itu, untuk mengurangi kekurangan tersebut, bila pihak penyewa ingin memiliki barang tersebut, ia harus membeli barang itu di akhir periode.
    Pilihan untuk menghibahkan barang di akhir periode mas sewa (alternative 2) biasanya diambil bila kemampuan financial penyewa untuk membayar sewa relative lebih besar. Karena sewa yang dibayarkan relative besar, akumulasi sewa di akhir periode sewa sudah mencukupi untuk menutupi harga barang dan margin laba yang ditetapkan oleh bank. Dengan demikian, bank dapat menghibahkan barang tersebut di akhir masa periode sewa kepada pihak penyewa.

    Pada aal-Bai’ wal Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT) dengan sumber pembiayaan dari Unrestricted Investment Account (URIA), pembayaran oleh nasabah dilakukan secara bulanan. Hal ini disebabkan karena pihak bank harus mempunyai cash in setiap bulan untuk memberikan bagi hasil kepada nasabah yang dilakukan secara bulanan juga. Yang jelas pembiayaan IMBT adalah penyediaan uang untuk membiayai transaksi dengan prinsip IMBT, bukan akad IMBT itu sendiri.

    C.Perbedaan Ijarah dan Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT)
    Perbedaan antara pembiayaan Murabahah dan IMBT dapat dilihat dari aspek :
    1.Aspek akad
    Dari sisi akad, antara pembiayaan Murabahah dan IMBT terlihat jelas mengandung perbedaan. Pembiayaan murabahah menggunakan akad jual-beli (al-ba'i). Oleh karena itu, syarat dan rukun jual-beli dalam pembiayaan Murabahah harus terpenuhi. Sedangkan dalam pembiayaan IMBT digunakan akad sewa menyewa yang prakteknya disertai wa'ad (janji) dari pihak yang menyewakan untuk memindahkan kepemilikan barang disewakan kepada pihak penyewa. Begitu pula dalam pembiayaan IMBT, syarat dan rukun sewa juga harus terpenuhi di dalamnya. MBT yang secara harfiah berarti sewa yang diakhiri dengan kepemilikan mensyaratkan perpindahan hak milik ada di akhir akad.

    2.Aspek relasi antar pihak
    Sedangkan dari sisi relasi antar pihak yang melakukan akad, dalam pembiayaan murabahah hubungan yang terjalin antara pihak bank syariah dengan nasabah adalah hubungan antara penjual dan pembeli. Sedangkan dalam pembiayaan IMBT, hubungan yang terjalin antara pihak bank syariah dengan nasabah adalah hubungan antara pihak yang menyewakan dan pihak penyewa.

    3.Aspek perpindahan kepemilikan
    Adapun dari aspek perpindahan kepemilikan, dalam pembiayaan murabahah perpindahan kepemilikannya terjadi di awal akad. Misal, pihak bank syariah melakukan transaksi jual-beli rumah dengan nasabah. Berarti sejak awal akad (kontrak), rumah tersebut telah menjadi hak milik nasabah. Dalam hal ini, nasabah diberi kelonggaran oleh bank syariah melakukan pembayaran secara angsuran sesuai dengan periode waktu yang disepakati. Sedangkan dalam pembiayaan IMBT, pelaksanaan perpindahan kepemilikan terjadi di akhir kontrak (akad), di mana bank syariah selaku pihak yang menyewakan berjanji untuk memindahkan kepemilikan kepada nasabah.

    4.Aspek risiko yang timbul.
    Dari sisi risiko yang timbul, dalam pembiayaan Murabahah besaran pembayaran yang dilakukan oleh nasabah mulai dari awal sampai akhir jumlahnya sama (fix). Dari sisi risiko, pihak bank syariah dan pihak nasabah tidak dibebani oleh fluktuasi margin murabahah seperti yang terjadi dalam suku bunga di industri perbankan konvensional. Lain halnya dengan IMBT, margin yang diperoleh pihak bank syariah berupa biaya sewa yang dibebankan kepada nasabah. Dalam hal ini, bank syariah dapat mereveiw margin sewa yang berjalan sesuai dengan kondisi makro keuangan di pasar. Akibatnya, risiko yang muncul dalam pembiayaan IMBT memungkinkan adanya fluktuasi cicilan sewa yang dibayarkan oleh nasabah.

    BAB III
    PENUTUP

    Pada dasarnya, produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu: produk penyaluran dana, produk penghimpunan dana dan produk jasa. Dalam penyaluran dana (pembiayaan), salah satu kategorinya adalah pembiayaan dengan prinsip sewa (ijarah). Transaksi Ijarah yaitu akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal Ijarah Muntahiah Bittamlik (IMBT), merupakan sewa menyewa antara pemilik objek sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek yang disewakan dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa pada saat tertentu sesuai akad.

    DAFTAR PUSTAKA

    M.Antonio Syafi’i, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani Press), 2001
    Karim, Ir. Adiwarman A., Bank Islam : Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada), 2008
    raimondfloralamandasa.blogspot.com/2008/05/praktek-pembiayaan-dalam- perbankan
    http://sewabeli.info/2007/10/samakah-pembiayaan-ijarah-dengan.html
    http://www.tazkiaonline.com/fatwa/09-DSN-MUI-IV-000%20Tentang%20IJARAH.pdf
    http://209.85.173.104/search?q=cache:HhXcJmxe1rYJ:alijarahindonesia.com/prodserv.asp+IJARAH+MUNTAHIA+BITTAMLIK&hl=id&ct=clnk&cd=3&gl=id
    http://sewabeli.info/2007/10/samakah-pembiayaan-ijarah-dengan.html
    http://209.85.175.104/search?q=cache:gx14whVzNu0J:www.pkesinteraktif.com/content/view/2804/907/lang,id/+pembiyaan+IMBT&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=id

    more
  • Macam-macam Media Pembelajaran, Karakteristik Serta Kelebihan dan Kekurangannya

    BAB I
    PENDAHULUAN

    A.Latar Belakang
    Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan diarahkan untuk mencapaitujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar melakukan kegiatan pengajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatunya guna kepentingan pengajaran.

    Harapan yang tidak pernah sirna dan selalu guru tuntut adalah bagaimana bahan pelajaran yang disampaikan guru dapat dikuasai anak didik secaratuntas. Ini merupakan masalah yang cukupsulit yang dirasakan oleh guru. Kesulitan itu dikarenakan anak didik bukan hanya sebagai individu dengansegala keunikannya, tetapi mereka juga sebagai makhluk social dengan latar belakang yang berbeda. Paling sedikit ada tiga aspek yang membedakan anak didik satu dengan yang lainnya, yaitu aspek intelektual, psikologis, dan biologis.

    Ketiga aspek tersebut diakui sebagai akar permasalahan yang melahirkan bervariasinya sikap dan tingkah lakuanakdidik disekolah. Halitu pula yang menjadikan berat tugas guru dalam menglola kelas dengan baik. Keluhan-keluhan guru sering terlontar hanya karena masalah sukarnya mengelola kelas. Akibat kegagalan guru mengelola kelas,tujan pengajaran pun sukar untuk dicapai. Hal ini kiranya tidak perllu terjadi, karena usaha yang dapat dilakukanmasih terbuka lebar. Salah satu caranya adalah dengan meminimalkanjumlah anak didik di kelas. Meaplakasikan beberapa prinsip pengelolaan kelas. Kelasadalah upaya lain yang tidak bisa diabaikkan begitu saja. Pendekatan terpilih mutlak dilakukan guna mendukung pengelolaan kelas. Disamping itu juga, perlu memanfatkan beberapa media pendidikan yang telah ada dan mengupayakan pengadaan media pendidikan baru demi terwujudnya tujuan bersama.

    B.Rumusan Masalah
    1.Apa saja macam-macam media pembelajaran?
    2.Apakah karakteristik media pembelajaran?
    3.Apa kelebihan dan kekurangan media pembelajaran tersebut!

    C.Tujuan
    1.Mahasiswa mampu menyebutkan, memahami dan mengimplementasikan macam-macam media pendidikan.
    2.Mahasiswa mampu menyebutkan, memahami karakter dari media pembelajaran yang ada.
    3.Mahasiswa mampu menyebutkan, memahami serta bisa mengatasi kesulitan dari masing-masing media pendidkan dan bisa memanfatkan kelebihannya dalam pembelajaran.

    BAB II
    PEMBAHASAN

    A.Macam-Macam Media Pembelajaran Dan Karakteristiknya
    Media pembelajaran merupakan komponen intruksional yang melliputi pesan, orang, dan peralatan. Menurut syaifulbahri djamarah dan aswan zain,media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau informasi pesan. Dalam perkembangannya media pembelajaran mengikuti perkembangan teknologi. Berdasarkan perkembangan teknologi tersebut, media pembelajaran dikelompokkan kedalam empat kelompok yaitu:

    1.Media hasil teknologi cetak
    teknologi cetak adalah cara untuk menghasilkan atau menyampaikan materi, seperti buku dan materi visual statis terutama melalui prosespercetakan mekanisatau photografis.

    Kelompok media hasil teknologi cetak antara lain: teks, grafik, foto atau representasi fotografik.
    karakteristik media hasil cetak:
    a.Teks dibaca secara linear
    b.Menampilkan komonikasi secarasatu arah dan reseptif
    c.Ditampilkan secara statis atau diam
    d.Pengembangannya sangat tergantung kepada prinsip-prinsip pembahasan
    e.Berorientasi atau berpusat pada siswa.
    Pendekatan yang berorientasi pada siswa adalah pendekatan dalam belajar yang ditekankan pada ciri-ciri dan kebutuhan siswa secara individual. Sedang lembaga pendidikan dan para pengajar berfungsi dan berperan sebagai penunjang saja. Sistem pendekatan yang berorientasi pada siswa ini didesainsedemikian rupa. Sehingga siswa dapat belajardengan sistem yang luwes yang diarahkan agar siswa dapat membenntuk gaya belajarnya masingmasing. Dalam hal ini guru dan lembaga berperan sebagai penunjang, fasilitator dan semangat pada siswa yang sedang belajar.
    f.Informasi dapat diatur atau ditata ulang oleh pemakai

    2.Media hasil teknologi audio-visual
    Teknologi audi-visual cara menyampaikan materi dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio-visual
    penyajian pengajaran secara audio-visual jelas bercirikan pemakaian perangkat keras selama proses pembelajaran, seperti , mesin proyektor film, tape rekorder, proyektor visual yang lebar.

    Karakteristik:
    a.Bersifat linear
    b.Menyajikan visual yang dinamis
    c.Digunakan dengan cara yang telah ditentukan sebelumnya oleh perancang
    d.Merupakan representasi fisik dari gagasan real atau abstrak
    e.Dikembangkan menurut prinsip psikologis behafiorisme dan kognitif
    f.Berorientasi pada guru
    Pendekatan yang berorientasi pada guru atau lembaga adalah sistem pendidikan yang konfensional dimana hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan penuh oleh para guru dan staf lembaga penndidikan. Dalam sistemini guru mengkomunikasikan pengethuannya kepada siswa dalam bentuk pokok bahasan dalam beberapa macam bentuk silabus. Biasanya pembalajaran berlangsung dan selesai dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan metode mengajar yang dipakai tidak beragam bentuknya, biasanya menggunakan metode ceramah dengan pertemuan tatap muka (face to face)

    3.Media hasil teknologi yang berdasarkan computer
    teknologi berbasis computer merupakan cara menghasilka atau menyampaikanmateri dengan menggunakan sumber-suber yang berbasis micro-prosesor.
    Berbagai aplikasi teknologi berbasiskomputer dalampembelajaran ummumnya dikenalsebagai computer assisted instruction. Aplikasi tersebut apabila dilihat dari cara penyajiandan tujuan yang ingin dicapai melipiti tutorial,penyajian materi secara bertahap, drills end practice latihan untuk membantu siswa menguasai materi yang telah dipelajari sebelumnya, permainan dan simulasi(latihanuntukmengaplikaskan pengetahian dan keterampiln yangbaru dipelajari dari, dan basis data(sumber yang dapat membantu siswa menambahh informasi dan penegtahuan sesuai dengan keinginan masing-masing )

    Karakteristik media hasil teknologi yang berdasarkan computer:
    a.Dapat digunakan secara acak, non-sekuensial atau secara linear
    b.Dapat digunakan sesuai keinginan siswa atau perancang
    c.gagasan disajikan dalam gaya abstrak dengan simbol dan grafik
    d.Prinsip-prinsip ilmu kognitif untuk mengembangkan media ini
    e.Beroriatasi pada siswa dan melibatkan interaktifitas siswa yang tinggi
    4.Media hasil gabungan tenologi cetak dan teknologi computer

    Teknologi gabungan adalah cara unntukmenghasilkan dan menyampaikan materi yang menggabungkan pemakaian beberapa bentuk media yang dikendalikan komputer. Komputer yang memiliki kemampuan yang hebat seperti jumlah random akses memori yang besar, hard disk yang besar, dan monitor yang beresolusi tinggi ditambah dengan pararel(alat-alat tambahan), seperti: vidio disk player, perangkat keras untuk bergabung dalam suatu jaringan dan sistem audio.

    a.Dapat digunkan secara acak, sekuensial, linear
    b.Dapat digunakan sesuai keinginan siswa, bukan saja dengan direncanakan dan diinginkan oleh perancangnya
    c.Gagasan disajikan secara realistik sesuai dengan pengalaman siswa, menurut apa yang relefan dengan siswa dan dibawah pengendalian siswa
    d.Prinsip ilmu kognitif dan konstruktifisme ditetapkan dalampengembangan dan penggunaanpelajaran
    e.Pembelajaran ditata dan terpusat pada lingkup kognitif sehingga pengetahuan dikuasai jika pengetahuan itu digunakan
    f.Bahan-bahan pelajaran melibatkan interaktif siswa
    g.Bahan-bahan pelajaran memadukan kata dan visual dari berbagai sumber
    Selain pembagian itu ada lagi pembagian media pembelajaran menurut jenis, daya liput, dan bahannya.

    1.Dilihat dari jenisnya, media terbagi menjadi:
    a.Media auditif
    Media yang hanyamengandalkan suara saja seperi radio,kaset rekoorder, peringan hitam.media ini tidak cocok untuk orang tuli atau mempunyai kelainan pendengaran
    b.Media visual
    Media yang hanya mengandalkan indera penglihatan. Media ini ada yang menampilkan gambar diam seperti film strip, slides, foto, gambar atau lukisan, dan cetakan. Ada pula yang menampilkan gambar atau simbol yang bergerak seperti film bisu, dan film kartun.
    c.Media audio visual
    Media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media ini mempunya kemampuan yang lebih baik karena meliputi kedua jenis media yang pertama dan kedua.

    Media ini dibagi dalam:
    1). Audio visual murni yaitu baik unsur suara maupun unsur gambar derasal dari satu sumberseperti video kaset
    2). Audio visual tidak murni yaitu unsur suara dan unsur gambarnya berasal dari sumber yang berbeda. Misalnya filmbingkai suara yang unsur gambarnya berasal dari slides proyektor dan unsur suaranya berasal dari tape recorder.


    2.dilihat dari daya liputnya, media terbagi menjadi:
    a.media dengan daya liput luas dan serentak
    Penggunaan media ini tidak terbatas oleh tempat dan ruang serta dapat menjangkaujumlah anak didik yang banyak dalam waktu yang sama.seperti radio dan televisi serta internet
    b.Media dengan daya liput terbatas oleh ruang dan tempat
    media ini dalam penggunaannya membutuhkan ruang dan tempat yang khusus seperti film sound slides film rangkai, yang harus menggunakan empat tertutupdan gelap.
    c.Media untuk pembelajaran invidual
    Media ini penggunaannya hanya untuk seorang diri.termasuk media ini adalh modul berprogram dan pengajaran melalui komputer.

    3.Dilihat dari bahan-bahannya, media terbagi menjadi:
    a.Media sederhana
    Media ini bahan dasarnya mudah diperoleh dan harganya murah, cara pembuatannya mudah, danpenggunaannya tidak sulit.
    b.Media kompleks
    Media ini adalah media yang bahan dasarnya kompleks sulit didapat serta mahal harganya, sulit membuatnya, dan penggunaanya memerlukan keterampilan yang memadai.


    B.Kelebihan dan kekurangan media pembelajaran
    Meskipun dalam penggunaannya jenis-jenis teknologi dan media sangat dibutuhkan guru dan siswa dalam membantu kegiatan pembelajaran, namun secar`umu terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dalam penggunaannya. Diantara kelebihan atau kegunaan media pembelajaran yaitu:
    1.Memperjelas penyajian pesanagar tidak terlalu bersifat verbalistis( dalam bentuk kata-kata, tertulis atau lisan belaka)
    2.Mengatasi perbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti:
    a.Objek yang terlalu besar digantikan dengan realitas, gambar, filmbingkai, film atau model
    b.Obyek yang kecil dibantu dengan proyektor micro, film bingkai, film atau gambar
    c.Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat dibantu dengan tame lapse atau high speed photografi
    d.Kejadian atau peristiwa yang terjadi masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film,video, film bingkai, foto maupun secara verbal
    e.Obyek yang terlalu kompleks (mesin-mesin) dapat disajikan dengan model, diagram, dll
    f.Konsep yang terlalu luas (gunung ber api, gempa bumi, iklim dll) dapat di visualkan dalam bentuk film,film bingkai, gambar,dll.


    3.Dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi sifat pasif anak didik dapat diatasi. Dalam hal ini media pembelajaran berguna untuk:
    a.Menimbulkan kegairahan belajar
    b.Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan
    c.Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri sesuai kemampuan dan minat masing-masing.


    4.Dengan sifat yang unik pada tiapsiswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa,maka guru akan mengalami kesulitan. Semuanya itu harus diatasi sendiri. Apalagi bila latar belakang guru dan siswa juga berbeda. Masalah ini juga bisa diatasi dengan media yang berbeda dengan kemempuan dalam:
    a.Memberikan perangsang yang sama
    b.Mempersamakan pengalaman
    c.Menimbulkan persepsi yang sama.

    Ada beberapa kelemahan sehubungan dengan gerakan pengajaran visual anatar lain terlalu menekankan bahan-bahan visualnya sendiri dengan tidak menghirukan kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan desain,pengembangan,produksi, evaluasi, dan pengelolaan bahan-bahan visual. Disamping itu juga bahan visual dipandang sebagai alat bantu semata bagi guru dalam proses pembelajaran sehingga keterpaduan antara bahan pelajaran dan alat bantu tersebut diabaikan.
    kelemahan audio visual:terlalu menekankan pada penguasaan materi dari pada proses pengembangannya dan tetap memandang materi audio visual sebagai alat Bantu guru dalam proses pembelajaran.
    Media yang beoriantsi pada guru sebernarnya


    BAB III
    PENUTUP
    A.SIMPULAN
    Dari pembahasan diatas dapat diketahui bahwa macam-macam media pembelajaran jumlahnya sangat banyak,Berdasarkan perkembangan teknologi tersebut, media pembelajaran dikelompokkan kedalam empat kelompok yaitu:
    a. Media hasil teknologi cetak
    b. Media hasil teknologi audio-visual
    c. Media hasil teknologi yang berdasarkan computer
    d. Media hasil gabungan tenologi cetak dan teknologi computer.

    Dilihat dari jenisnya, media terbagi menjadi:
    a. Media auditif
    b. Media visual
    c. Media audio visual:1). Audio visual murni
    2). Audio visual tidak murni

    Dilihat dari daya liputnya, media terbagi menjadi:
    a. Media dengan daya liput luas dan serentak
    b. Media dengan daya liput terbatas oleh ruang dan tempat
    c. Media untuk pembelajaran invidual
    Dilihat dari bahan-bahannya, media terbagi menjadi:
    a. Media sederhana
    b. Media kompleks
    Setiap media pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan yang antara lain,memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis,dan kelemahan pada media audio visual adalah terlalu menekankan pada penguasaan materi dari pada proses pengembangannya.

    Media sebenarnya akan sangat membantu dalam mewujudkan tujuan pendidikan meskipun banyak kekurangan yanng ada didalamnya. Maka diharapkan kekreatifitasan guru dalam memilih media mana yang lebih cocok untuk diterapkan dalam kelas. Dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah materi yang akan disampaikan, situasi kelas dan sarana pra sarana.


    DAFTAR PUSTAKA
    Harjanto.1997, peRencanaa pengajAran, Jakarta: PT Rineka Cipta
    Nanna Sudjana dan Ahmad Rivai.2007. Teknologi Pengajaran, Bandung: Sinar Baru Algensindo
    Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2006, Strategi Belajar Mengajar ,Jakarta: PT Rineka Cipta
    Arsad Azhar, 2008, Media Pembelajaran ,Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
    Fred Percival dan Henry Ellington, 1998, Teknologi Pendidikan, Jakarta: Erlangga

    more

Buka Semua Folder | Tutup Semua

Kamus Online

Komentar Terbaru