Advertisement

  • Resume Pengantar Studi Islam
    Oleh : M.Nur Salim

    BAB I
    Sumber-Sumber Ajaran Islam

    A.Al-Qur’an
    1.Makna Al-Qur’an
    Secara etimologi Al Qur’an adalah bentuk masdar dari kata QARAA yang berarti membaca. Sedangkan secara terminologi , Al Qu’an bebrarti firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw melalui malaikat jibril dengan bahasa arab sebgai pedoman hidup manusia yang diturunkan secara mutawatir , sebagai mu’jizat nabi muhmmad, yang membacanya bernilai ibadah,yang dimulai dengan surat Al Fatehah dan diakhiri dengan surat An nas.

    2.Nama-nama bagi alqur’an
    a.Alquran(bacaan karena Alqur’an adalah suatu kitab yang banyak dibaca bahkan dihafal.
    b.Alfurqan(pembeda) karena Alqur’an memuat penjelasan yang membedakan antara yang hak dan yang batil,halal dan haram,yang sah dan tidak sah.
    c.Alkitab(tulisan) karena Alqur’an adalah sebnuah kitab yang ditulis sedemikian rupa berbagai lembaran dan dicatat secara seksama dlam lembaran tulang,pelepahkurma,kertasdan bentuk sarana lainnya.
    d.Al-Dzikir(peringatan) karena Alqur’an memuat berbagai peringatan kepada ummat manusia.

    3.Sejarah turunnya Al Qur’an
    Ketika nabi Muhammad sedang bertakhannus digua hiro’Allah mengutus malaikat jibril kepadanya untuk menyampaikan wahyu pertama ya’ni surat Al Alaq ayat 1-5 yang bertepatan pada tanggal 17 ramadan.
    Sedangkan masa terakhir turunnya Al Qur’an adalah masa mendekati wafatnya nabi muahammad (terdapata perbedaan, antara 9 djulhijjah 10 Hijriah dan 69 hari sesudah Haji wada’
    Periode turunnya al Qur’an berkisar antara 12 tahun 5 bulan dan 14 hari ketika dimekkah dan antara 12 tahun 2 bulan 22 hari (12 tahun 5 bulan 2hari menurut versi yang lain).

    4.Sejarah Pembukuan Al-Qur’an
    Pada mulanya Al Qur’an yang turun ditulis disembarang tempat dan media yang mudah dibaca, tidak dibukukan, nabi cenderung menyuruh untuk menghafalkan Al-Qur’an namun setelah perang badar yang membuat banyak terbunuhnya para pengahafal Al Qur’an maka nabi mulai menyuruh untuk menulis disamping juga menghafal, tetapi tidak untuk dibukukan.

    Ketika masa khalifah Abu Bakar, dimulai pengumpulan catatan Al-Qur’an atas asal usul umar bin Khattab. Dan diutuslah Zait bin TSabith untuk mengumpulkannya sesuai urutan yang ditetapkan nabi lalu mushaf itu disimpan dirumah Hafsah binti umar hingga masa kekhalifahan Uamr bin Khattab.

    Setelah itu pada masa Khalifah Utsman bin Affan, ketika wilayah islam sudah sangat meluas, muncullah permasalahan-permasalahan yang tidak memadainya jumlah Huffadz-huffadz yang banyak dari kalangan muallaf. Dan permasalahan ini bermacam-macamnya bacaan Al Qur’an sehingga khalifah Utsman memutuskan membentuk panitia untuk menyalin mushaf yang berada pada binti umar. Mushaf itu disalin beberapa buah ( ada yang mengatakan 4,5, dan 7 buah ). Yang 4 dikirim ke kuffah, Basrah, dan syiria seadangkan yang satunya ditetapkan dimadinah (yang mengatakan 5 buah, satunya dikirim ke Mekkah, yang mengatakan 7 buah 2 diantaranya ke Yaman dan Bahrain. Lalu semua mushaf yang tidak seragam dengan bentukan panitia tersebut dibakar.

    5.Qira’at Al-Qur’an
    Alqur’an diturunkan dalam bahasa arab,yang sejak zaman dahulu telah mengalami perbedaan lahjah yang bermacam-macam para pemakainya dari berbagai suku.

    6.Asbabun Nuzul
    Alqur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad untuk disampaikan kepada umatnya.Alquran diturunkan adanya sebab saat itu banyak peristiwa-peristiwa yang telah dialami oleh Muhammad. Beliau telah menghadapi kaum quroisy yang telah membangkang ajakannya.sehingga turunlah Alqur’an sebagai peringatan orang-orang quroisy.

    7.Isi Kandungan Al-Qur’an
    1)Masalah ketuhanan
    2)Manusia sebagai Individu
    3)Manusia sebagai Anggota masyarakat
    4)Alam Semesta
    5)Kenabian dan Wahyu
    6)Lahirnya masyarakat muslim

    B.As-Sunnah
    1.Pengertian
    As-Sunnah yaitu suatu perkataan, perbuatan atau taqrir Rosulullah, yang bisa dijadikan sebagai dasar menetapkan hukum syara’.
    Nama-nama lain bagi al-sunnah, antara lain:
    a.Al-Hadits, yaitu segala sesuatu yang disandarkan pada Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir dan sebagainya.
    b.Al-Khobar, yaitu sesuatu yang disandarkan pada Nabi, sahabat dan tabi’in
    c.Al-Atsar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada sahabat semata.
    d.Hadits Qudsi, yaitu titah Tuhan yang disampaikan dalam mimpi dengan jalan ilham kepada Nabi SAW, lalu menerangkannya menurut redaksi Nabu dengan disandarkan pada Allah.

    2.Macam-Macam As-Sunnah
    a)Sunnah Qawliyah
    b)Sunnah Fi’liyah
    c)Sunnah Taqririyah

    3.Sejarah Penulisan Sunnah
    Pada masa Nabi SAW, penulisan As-Sunnah tidak diizinkan oleh beliau,dengan harapan tidak bercampur dengan Al-Qur’an. Namun Nabi memberikan toleransi penulisan pada orang-orang tertentu yang mungkin dapat memelihara tercampurnya Dengan Al-Qur’an.
    Pada masa Khulafau ar-Rasyidin, adalah masa penyedikitan periwayatan hadits karena kehati-hatian dakam menjaga kemurniannya. Namun pada masa Ali ibn Abi Tholib, terutama setelah perang Shiffin yang menyebabkan terpecahnya umat Islam, menyebabkan setiap golongan berusaha mendapatkan legitimasi pendiriannya dari hadits sendiri-sendiri bahkan ada yang sampai membuat hadits palsu. Sehingga pada masa Umar ibn Abdul Aziz memprakarsai penulisan hadits.

    4.Macam-Macam Kitab Hadits
    Dengan metode teknik dan sistematika penukisan hadits maka kitab-kitab hadits digolongkan menjadi:
    a)Kitab al-Shihhah, yang berisi Hadits shahih
    b)Kitab al-Jami’, yang berisi Hadits-hadits dengan pokok bahasan : aqoid, rifaq, etiket makan dan minum, tafsir, tarikh, sirah, safar, qiyam, dan qu’ud
    c)Kitab Masanid, yang menyebutkan hadits menurut nama sahabat
    d)Kitab al-Mu’jam, yang berisi himpunan hadits menurut nama syaikh
    e)Kitab al-Mustadrok, yang menghimpun hadits menurut sysrat-syarat rawi
    f)Kitab al-Mustakhrojat, yang menghimpun hadits yang sanadnya ditulis kembali menurut versi penulisnya sendiri
    g)Kitab al-Ajza’, yang disusun secara sistematis
    h)Kitab al-Ashraf, yang berisi susunan hadits yang telah diringkas
    i)Kitab Zawaid, yang berisi hadits tambahan yang ditambahkan pada kitab lain
    j)Kitab al-Sunan, yang berisi hadits-hadits yang berhubungan dengan masalah fiqhiyah
    k)Kitab Majami’, yang berisi hadits yang disusun berdasarkan kitab rujukannya
    l)Kitab al-Targhib wa al-Tarhib, yang berisi hadits-hadits yang berisi kabar gembira dan ancaman
    m)Kitab al-khamsah, yang disusun oleh 5 ulama’ ahli hadits kenamaan
    n)Kitab al-sittah, yang disusun oleh 6 ulama’ ahli hadits kenamaan

    5.Metode Takhrij hadits
    Yaitu metode untuk mngetahui letak suatu hadits dalam kitab, atau yang diperlukan.Diantara metode tersebut adalah:
    a)Apabila dikenal dari segi sahabat yang meriwayatkannya, maka penelusurannya menggunakan Kitab Masanid, al-ma’jim, dan al-athraf
    b)Apabila dikenal dari segi Satu kata dari matanya, maka penelusurannya menggunakan Kitab al-ashraf
    c)Apabila dikenal dari segi Temannya saja, maka penelusurannya menggunakan Kitab al-jami’, al-al-zawaid, dsb
    d)Cara paling mudah seperti diatas adalah apabila sebagian dari matan dapat dikenali
    e)Untuk mengetahui sumber aslinya, maka kitab itu aan menunjukkan dengan memberikan simbol-simbol

    6.Kedudukan As-Sunnah
    Di dalam Al-Qur’an telah menunjuk As-Sunnah sebagai sumber ajaran islam selain Al-Qura’an itu sendiri. Sehingga jelas bahwa As-Sunnah merupakan sumber hukum Islam yang kedua. Namun ada sebagian ulama’ yang mengatakan bahwa kedudukannya sama dengan Al-Qur’an.

    7.Fungsi As-Sunnah
    a)As-Sunnah sebagai bayan tafshul, yaitu memberikan keterangan serta penjelasan terhadap ayat-ayat al-qur’an yang mujmal.
    b)As-Sunnah sebagai bayan takhshish, yaitu memberikan penjelasan terhadap ayat-ayat al-qur’an yang masih umum
    c)Assunnah sebagai bayan ta’yin, yaitu memberikan penjelasan terhadap ayat-ayat al-qur’an dalam menentukan berbagai maksud yang terkandung di dalamnya
    d)Assunnah sebagai dalil untuk nasikh dan mansukh
    e)Assunnah sebagai bayan ta’kid terhadap ayat-ayat Al-Qur’an karena keduanya memiliki kesamaan maksud
    f)Assunnah sebagai bayan ta’kid untuk memberikan uraian keterangan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an karena keduanya memiliki kesamaan maksud

    C. IJTIHAD
    1.Pengertian Ijtihad
    Ijtihad berasal dari kata “Jahda” yang secara etimologi berarti mencurahkan segala kemampuan (berfikir) untuk mendapatkan sesuatu. Dan secara epistimologi berarti pegerahan segala kesanggupan dan kekuatan untuk memperoleh apa yang dituju sampai batas puncaknya.

    Menurut mayoritas Ulama’ Ushul Fiqh adalah pencurahan segenap kesanggupan seorang ahli fiqh untuk mendapatkan pengertian tingkat dhanny terhadap hukum syar'i’at.

    2.Ijtihad dalam Tinjauan Sejarah
    Sejak masa Nabi Muhammad telah ada Ijtihad, namun bukan semata-mata disebabkan atas dorongan Beliau akan tetapi lahir atas insiatif sebagian sahabat.Lalu Pada masa sahabat, Ijtihad mulai benar-benar berfungsi sebagai alat penggali hukum yang tidak secara tidak tegas tercantum dalam Al-Qur'an dan Sunnah.

    Masa Daulah Umayyah, berada dalam situasi perpecahan politik, banyak pemalsuan Hadits dan tersebarnya fatwa yang berlawanan. Hingga pada masa Daulah Abbasiyyah, muncul para Mujtahid yang diantaranya yakni MadzahibulArbaah. Lalu akibat dari keemasan periode ini, timbullah fatwa bahwa pintu Ijtihad telah tertutup yang sebenarnya memiliki tujuan positif, namun justru menimbulkan dampak negatif. Sebagai solusinya, diambil jalan tengah yaitu pintu Ijtihadf mutlak mustaqil, sudah tertutup.Sedngkan untuk Ijtihad Muntashib secara perorangan tertutup namun terbuka bagi yang memenuhi syarat dan dilakukan secara kolektif. Dan pintu Ijtihad Tarjih tetap terbuka.

    3.Urgensi Ijtihad
    a).Wajib ‘ain, bagi orang yang dimintai fatwa dan dia khawatir peristiwa itu akan lenyap tanpa ada kepastian hukum.
    b).Wajib Kifayah, bagi orang yang dimintai fatwa dan tidak dikhawatirkanperistiwa itu akan lenyap, sedangkan masih terdapat Mujtahid lain.
    c).Sunnah, apabila mengenai masalah-masalah yang belum atau tidak terjadi.

    4.Syarat-syarat Mujtahid
    a).Menguasai Bahasa Arab dari segala aspeknya
    b).Memiliki pengetahuan yang luas tentang ayat-ayat Al-Qur'an yang berhubungan dengan masalah hukum.
    c).Mengenal dan mengerti tentang hadits Nabi yang berhubungan dengan hukum.
    d).Mengerti tentang Ushul Fiqh.
    e).Mengenal Ijma'.

    5.Tingkatan Mujtahid
    Tingkatan-tingkatan tersebut antara lain:
    a).Mujthid Mutlak(mustaqil), yaitu mujtahid yang memiliki kempuan mengali hukum syar'i’at yang bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah.
    b).Mujtahid Muntashib, yaitu mujtahidyang menggabungkan dirinya dan hasil ijtihadnya berafiliasi dengan suatu madzhab.
    c).Mujtahid Madzhab (Muqoyyad), yaitu mujtahid yang terikat pada Imam madzhab.
    d).MUjtahid Murajih, yaitu mujtahid yang tidak mengistinbatkan hukum-hukum furu’.

    6.Wilayah Ijtihad
    Wilayah ijtihad terbatas pada masalah-masalah fiqhiyah, akan tetapi pada akhirnya wilayah tersebut meliputi: aqidah, filsafat, tasawuf, dan lain-lain. Di antara berbagai perkara, ada diantaranya yang tidak diperbolehkan untuk diijtihadi dan ada pula yang diperbolehkan.
    Hal-hal yang tidak boleh diijtihadkan antara lain:
    a).Masalah qoth’iyyah, yaitu masalah yang sudah ditetapkan hukumnya dengan dalil naqli maupun aqli.
    b).Masalah-masalah yang telah dijinakkan oleh ulama’ mujtahid dari suatu masa.
    Adapun masalah-masalah yang dapat diijtihadkanantara lain adalah masalah-masalah dzanniyah. Masalah ini dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
    a).Hasil analisa para teolog,yaitu masalah yang tidak berkaitan dengan aqidah keimanan seseorang.
    b).Aspek amaliyah yang dzanny,yaitu masalah yang belum ditentukan kadar dan kriterianya dalam nash.
    c).Sebagian kaidah-kaidah dzanny, yaitu masalah qiyas,sebagian ulama’ memeganginya karena qiyas merupakan norma hokum tersendiri,dan sebagian tidak karena qiyas bukan merupakan hokum tersendiri.

    BAB II
    Pokok-Pokok Ajaran Islam

    A.Akidah
    Aqidah dari bahasa arab ‘Aqidah yang bentuk jama’nya adalah ‘aqoid dan berarti faith, belief, kepercayaan. Sedangkan menurut Lubis ma’luf ialah ma’aqoda alaihi al-qolbi wa al dzomir yang artinya sesuau yang mengikat hati perasaan.Dari etimologi diatas dapat diketahui bahwa yang dimksud aqidah adalah keyajinan atau keimanan;da hal itu diistilahkan aqidah karena ia mengingatjan hati aseeorang kepada sesuatu yang diyakini atau diimani dan ikatan tersebut tidak boleh dilepaskan selama hidupmya.Inilah m’na aqidah yang merupakan derivasi dari kata aqqada-yaqidu-aqqadan,
    Rukun iman kalau kita beerbicara tentang aqidah maka yang menjadi topik pembicaran adalah masalah keimanan yang berkaitan dengan rukun-rukun iman dan perannya dalam kehidupan beragama.

    Rukun iman ada enam antara lain: iman kepada Allah dan sifat-sifatnya para rasulnya, para malaikat,kitab-kitab yang di turunkan kepada rasul-rasulnya,hari akhir,Qodho’serta Qodhar.

    B.Syari’ah
    Istilah syari’ah dalam kontek kajian hukum islam lebih menggambarkan kumpulan-kumpulan normayang merupakan hasil dari proses tasrik.
    Kata tasrik merupakan bentuk masdar dari Syaara’ayang berarti menciptakan dan menetapkan Syari’ah. Sedangkan dalam istilah para ulama’ Fiqih bermakna menetapkan norma-norma hukum untuk menata kehidupan manusiabaik dalam hubungan dengan tuhan maupun hubungan dengan manusia lainnya.

    Tasrik di bagi menjadi dua macam yaitu: tasrik samawi (ilahi) dan Tasrik Wadh’I itu menurut para ulama’ yang di maksud tasrik ilahi adalah penetapan hukum yang di lakukan langsung oleh Allah dan rasulnya dalam Al Qur’an dan As sunna. Ketentuan-ketentuan tersebut bersifat abadi dan mutlak, karena tidak ada yang kompeten untuk mengubahnya selain Allah sendiri. Sedangakan yang di maksud dengan tasrik Wadh’I adalah penentuan hukum yang di lakukan oleh para mujtahid,baik mujtahi mustambith maupun muthobik. Ketentuan-ketentuannya tidak abadi dan bisa berubah ubah, karena merupakan hasil dari kajian nalar para ulama’ yang tidak maksum sebagaimana Rasulullah dan amat di pengaruhi oleh pengalaman keilmuan mereka serta lingkungan dan dinamika kultur masyarakatnya.

    C.Akhlaq
    1.Pengertian Akhlak
    Seacara etimologis,kata Akhlak berasal dari bahasa arab akhlaq yang merupakan bentuk jama’ dari khuluq yang artinya budi pekerti, peringai tingkah laku,atau tabiat secara terminologis ada beberapa definisi tentang akhlak, antara lain:
    1.Menurut ibrahim anis akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran.
    2.Menurut Abdul Karim Zaidan Akhlak adalah kumpulan-kumpulan nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengan sorotan dan timbangannaya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk untuk kemudian terus melakukan atau meninggalkannya.jadi akhlak adalah harus bersifat spontan, tidak tomperer dan tidak perlu memikirkan pemikiran dan pertimbangan sera dorongan dari luar.
    2.Manfaat Materi
    Sebagaian pakar berpendapat bahwa manfaat materi adalah sebagai para meter akhlak menurut mereka perbuatan-perbuatan yang mendatangkan keuntungan materi bagi masyarakat di anggap sebagai akhlak yang terpuji. Pendapat ini sangat berbahaya terhadap terjalinnya hubungan kemasyrakatan, baik antara individu, kelompok.
    3.Hedonisme atau Kesenangan
    Setelah ahli filsafat menyelidiki bahwa ukuran baik dan buruk itu secara ilmu pengetahuan,diantara mereka ada yang berpendapat bahwa ukuran itu bahagia. Bahagia adalah tujuan akhir dari kehidupan manusia. Mereka mengartikan bahagia dengan kelezatan dan sepi dari penderitaan
    4.Intuisi
    Zenon (342-470 SM) seorang filosof yunani yang mendirikan madhab intuisi, kemudian di ikuti oleh seorang filosof jerman Emmanuel kant (1724-1804). Madhab ini berpendapat bahwa setiap manusia mempunyai insting batin yang dapat membedakan baik dan buruk dengan selitas pandang.
    Kita dalam menilai baik dan buruknya suatu perbuatan tidak melihat pada akibatnya yang berupa kelezatan atau penderitaan seperti hedonism, tetapi dengan insting kita bisa menilainya tanpa melihat pada akibatnya.
    5.Moderat
    Madhab ini yang paling banyak tersebar dan di ikuti, dan banyak pula pengaruhnya terhadap peneliti dan pelajar. Sejak aristoteles (384-422 SM) meletakkanya ukuran Akhlak dengan mengatakan bahwa kemulian adalah pertengahan dua sisi. Beliau berkata sesungguhnya pertengahan suatu ialah yang titik jauhnya sama antara dua sisinya, dan itulah satu-satunya titik yang ada dalam segala kondisi atau keadaan.bagi manusia moderat ialah sesuatu yang tidak di celah karena kekurangan atau kelebihan.

    D.Tasawuf
    Islam adalah agama yang yunifersal, memberikan jawaban azasi terhadap berbagai kebutuhan manusia, batiniah, individual serta kolektif.Tasawuf merupakan salah satu bidang study islam yang memfokuskan perhatiannya terhadap dimensi esoterik yakni pembersihan aspek rohani manusia sehingga menimbulkan akhlak yang mulia. Hal ini berbeda dengan aspek fiqih yang memusatkan perhatiannya pada aspek jasmani manusia dan sering di sebut dimensi eksoteris. Melalui study tasawuf ini seseorang dapat mengetahui tata cara melakukan pembersihan jiwa serta mengamalkan secrara benar karena pada saat ini kondisi masyarakat yang cenderung mengarah pada dekadensi moral, orientasi kehidupan yang secara materialistik dan hedonic.

    Kembalinya masyarakat pada saat ini pada tasawuf adalah cukup beralasan karena secara hitoris kehadiran tasawuf bermula sebagai upayah untuk mengatasi krisis akhlak di masyarakat islam pada masa dulu bergelimang dengan harta serta kemewahan sudah mulai terjerumus dalam kehidupan foyah-foyah yang pada akhirnya membawah bencana yakni kehancuran kota bagdad akibat serbuan bangsa mongol di tahun 1258 oleh karena itu marilah kita kembali ke jalan yang benar.

    BAB III
    Periodesasi Sejarah Islam

    A.Masa Klasik
    Periode klasik bermula ketika Muhammad SAW di utus menjadi Rasul namun ada pula yang berpendapat bahwa periode ini di tandai oleh peristiwa hijroh Rasul SAW ke madinah (16 juli 622 M). karena pada saat di madinah inilah eksitensi pemerintahan isalam di akui.

    Nabi Muhammad SAW di utus Al Qur’an sebagai penyangga utamanya karena pada saat itu orang arab sangat gandrung dengan kesusastraan maka Al Qur’an diturunkan dengan bahasa sastra seperti yang lazim di pakai oleh masyrakatnya hal ini di dasarkan atas pertimbangan
    1.untuk menyesuaikan diri dengan tradisi masyrakatnya sehingga dengan demikian bisa komunikatif
    2.untuk menentang dan mengungguli syair-syair jahiliyah yang pada waktu itu mashur.
    Selama berdakwah menemui gangguan dan rintangan yang keras bahkan sampai nyawanya terancam oleh masyarakat qurais akan tetapi dengan kesabarannya dapat mengatasi masalah tersebut.

    B.Masa Pertengahan
    Periode ini di tandai dengan kemunduran total imperium di bagdad.ia sebagai raksasa yang sedang sakit menuju ajalnya maka sdah barang tentu akan mudah ditebak bila kemudian pemerintahan pusat bagdad tidak dapat mempertahankan wilayah kekuasaannya. Kondisi seperti ini di mulai dengan adanya pemberontakan dengan lepasnya control kekuasaan secara politik di ceantero wilayah islam.masa tiga kerajaan besar (1500-1800 M) yaitu kerajaan usmani di turki, kerajaan sfawi di periyah, kerajaan mughol di India.

    C.Masa Modern
    Peride moderen ini di tandai dengan penetrasi barat atas dunia islam. Di mesir ekspedisi Napoleon Bonaparte membawa dampak positif bagi rakyat mesir khuusunya dan pada dunia islam pada umumnya ekspedisi terjadi pada tahun 1798 M itu pada mulanya bertujuan untuk memproteksi kepentingan para pedagang prancis di mesir yang merasa tidak mendapatkan ke adilan dari penguasa lokal akan tetapi tujuan utama ekspedisi ini sesungguhnya merupakan kebijakan politik pemerintah perancis yang ingin menjadikan medir sebagai basis militernya dalam menghadapi inggris yang pada saat itu berkuasa di India.


    BAB IV
    Isu-Isu Kontemporer

    A.Gender
    1.Kemunculan Isu Gender
    Akhir-akhir ini isu gender begitu kuat menyeruak ke dalam kehidupan masyarakat. Konon para aktivisnya ingin mengangkat derajat wanita agar sejajar dengan pria. Mereka mengklaim, ajaran agama yang membuat wanita jadi nomor dua. Sebenarnya gender adalah ide yang absurd.

    Wanita dan pria memang sama yaitu hamba Allah. Namun secara fitrah wanita dan pria diciptakan berbeda dengan hak dan kewajibannya. Karena ide gender inilah para wanita yang berkewajiban sebagai ibu dan pengatur rumah tangga dituntut untuk berkarier, keluar rumah. Akibatnya bisa terjadi pendidikan anak terabaikan, rumah tangga berantakan.

    2.Permasalahan Yang Berkenaan dengan Gender
    Diantara permasalahan-permaalahan yang berkenaan dengan gender adalah ketidak-adilan gender yang merupakan masalah yang sangat sering terdengar. Sekurang-kurangnya ada lima bentuk ketidak-adilan dalam kehidupan keluarga dan bermasyarakat:
    1.Subordinasi atau menomorduakan perempuan
    2.Pelabelan negatif (Citra Baku)
    3.Kekerasan
    4.Beban Ganda
    5.Marginalisasi (Peminggiran)

    3.Gender dan Emansipasi
    Emansipasi digunakan untuk menggambarkan berbagai upaya untuk mendapatkan kesamaan hak dalam berpolitik ataupun persamaan lainnya. Karenanya emansipasi bisa digunakan tidak hanya untuk wanita namun misalnya untuk peranakan cina di Indonesia yang sering menerima diskriminasi. Dalam konteks emansipasi wanita yang kamu maksud, itu adalah sebuah upaya untuk memperjuangkan persamaan hak bagi kaum wanita.
    Sedangkan persamaan gender adalah persamaan hak antara laki-laki dan wanita. Karena selama ini kaum wanita yang seringkali didiskriminasikan, maka tertanam dalam pemahaman kita selama ini bahwa persamaan gender adalah tentang persamaan hak kaum wanita. Ini yang salah. Gender itu sendiri berarti kelamin dan bukan perempuan
    -Kesetaraan Gender adalah kesamaan peluang dan kesempatan dalam bidang sosial,politik dan ekonomi antara laki-laki dan perempuan. Dengan memperoleh kesamaan peluang dan kesempatan itu setiap orang dapat berperan dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan
    -Keadilan Gender adalah suatu perlakuan yang sesuai dengan hak dan kewajiban sebagai manusia yang bermartabat dalam keluarga dan masyarakat (contoh: perempuan berhak menerima upah yang sama besar dengan laki-laki dan memiliki kesempatan yang sama dalam berpolitik dan bekerja);

    Dalam pandangan Islam, segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT berdasarkan kodrat. “Sesungguhnya segala sesuatu Kami ciptakan dengan qadar” (QS. Al-Qamar: 49). Para pakar mengartikan qadar di sini dengan ukuran-ukuran, sifat-sifat yang ditetapkan Allah SWT bagi segala sesuatu, dan itu dinamakan kodrat. Dengan demikian, laki-laki dan perempuan sebagai individu dan jenis kelamin memiliki kodratnya masing-masing. Syeikh Mahmud Syaltut mengatakan bahwa tabiat kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan berbeda, namun dapat dipastikan bahwa Allah SWT lebih menganugerahkan potensi dan kemampuan kepada perempuan sebagaimana telah menganugerahkannya kepada laki-laki.Ayat Al-Quran yang populer dijadikan rujukan dalam pembicaraan tentang asal kejadian perempuan adalah firman Allah dalam QS. An-Nisa’ ayat 1,”Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu, yang telah menciptakan kamu dari diri (nafs) yang satu, dan darinya Allah menciptakan pasangannya dan keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.”

    B.HAM
    1.Sejarah Hak Asasi Manusia dalam Islam
    Sesungguhnya agama Islam telah mendominasi benua Asia, Afrika, dan sebagian Eropa selama beratus-ratus tahun lamanya dan telah menjadi faktor penting bagi kebangkitan bangsa-bangsa Eropa (Luhulima, 1999). Tetapi fakta historis seperti ini jadinya diabaikan mereka, sesudah orang-orang Islam ditaklukkan dalam perang Salib terakhir (abad 14-15) di Eropa, hingga pasca perang dunia kedua (1945).

    Oleh karenanya, kita dapat menemukan di berbagai surat dalam Kitab Suci Al Qur`an yang diturunkan pada awal-awal periode Mekah, yang berbicata tentang pengutukan terhadap berbagai bentuk pelanggaran hak-hak asasi manusia yang berlaku pada masa itu. Al Qur`an tidak hanya mengutuk berbagai pelanggaran hak-hak asasi manusia yang terjadi pada masa itu, tetapi juga memberikan motivasi secara positif kepada manusia untuk menghargai hak-hak tersebut.

    Nabi Muhammad S.A.W. yang kehidupannya merupakan praktik nyata dari kandungan Al-Qur`an, sejak awal kenabiannya telah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap hak-hak asasi manusia ini. Setelah beliau hijrah ke kota Madinah dan mendirikan secara penuh suatu negara Islam sesuai dengan petunjuk Illahi, maka beliau segera menerapkan program jangka panjang untuk menghapus segala bentuk tekanan yang ada terhadap hak-hak asasi manusia.

    Nabi Muhammad S.A.W. telah mengadakan berbagai tindakan sebagaimana telah ditetapkan dalam Al Qur`an yang menghendaki terwujudnya pelaksanaan hak-hak asasi mansia. Selain itu, beliau telah memproklamasikan kesucian hak-hak asasi manusia ini untuk segala zaman ketika berkhutbah di depan kaum muslim pada waktu haji wada` (perpisahan), yakni sebagaimana diriwayatkan dalam H.R. Muslim ("Kitab al-Hajj"),
    Kedudukan penting HAM sesudah wafatnya Rosulullah S.A.W. dan diteruskan oleh Khulafa ar-Rosyidin, serta sistem kekuasaan Islam berganti dengan monarki. Di sini HAM dalam Islam tetap mendapatkan perhatian luar biasa masyarakat Islam. HAM dalam Islam bukanlah sifat perlindungan individu terhadap kekuasaan negara yang terbatas, namun merupakan tujuan dari negara itu sendiri untuk menjaga hak-hak asasi manusia terutama bagi mereka yang terampas hak-haknya.

    Jadi, setiap prinsip dasar pemerintahan Islam pada hakikatnya adalah berlakunya suatu praktik usaha perlindungan dari terjadinya pelanggaran HAM. Kini Islam telah memberikan sinar harapan bagi umat manusia yang menderita dengan cara memberikan, melaksanakan, dan menjamin respek terhadap hak-hak asasi manusia itu.

    Selanjutnya, untuk menandai permulaan abad ke-15 Era Islam, bulan September 1981, di Paris (Perancis), telah diproklamasikan Deklarasi HAM Islam Sedunia. Deklarasi ini berdasarkan Kitab Suci Al-Qur`an dan As-Sunnah serta telah dicanangkan oleh para sarjana muslim, ahli hukum, dan para perwakilan pergerakan Islam di seluruh dunia.
    Deklarasi HAM Islam Sedunia itu terdiri dari Pembukaan dan 22 macam hak-hak asasi manusia yang harus ditegakkan, yakni mencakup :
    1)Hak Hidup
    2)Hak Kemerdekaan
    3)Hak Persamaan dan Larangan terhadap Adanya Diskriminasi yang tidak terizinkan
    4)Hak Mendapat Keadilan
    5)Hak Mendapatkan Proses Hukum yang Adil
    6)Hak Mendapatkan Perlindungan dari Penyalahgunaan Kekuasaan
    7)Hak Mendapatkan Perlindungan dari Penyiksaan
    8)Hak Mendapatkan Perlindungan atau Kehormatan dan Nama Baik
    9)Hak Memperoleh Suaka (Asylum)
    10)Hak-hak Minoritas
    11)Hak dan Kewajiban untuk Berpartisipasi dalam Pelaksanaan dan Manajemen Urusan-urusan Publik
    12)Hak Kebebasan Percaya, Berpikir, dan Berbicara
    13)Hak Kebebasan Beragama
    14)Hak Berserikat Bebas
    15)Hak Ekonomi dan Hak Berkembang Darinya
    16)Hak Mendapatkan Perlindungan atas Harta Benda
    17)Hak Status dan Martabat Pekerja dan Buruh
    18)Hak Membentuk Sebuah Keluarga dan Masalah-masalahnya
    19)Hak-hak Wanita yang Sudah Menikah.
    20)Hak Mendapatkan Pendidikan
    21)Hak Menikmati Keleluasaan Pribadi (Privacy)
    22)Hak Mendapatkan Kebebasan Berpindah dan Bertempat Tinggal

    2.Konsepsi Hak Asasi Manusia dalam Islam
    Menurut Syekh Syaukat Hussain (1996), hak asasi manusia (HAM) yang dijamin oleh agama Islam dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu:
    1.HAM dasar yang telah diletakkan oleh Islam bagi seseorang sebagai manusia; dan
    2.HAM yang dianugerahkan oleh Islam bagi kelompok rakyat yang berbeda dalam situasi tertentu, status, posisi dan lain-lainnya yang mereka miliki.
    Hak-hak asasi manusia khusus bagi nonmuslim, kaum wanita, buruh/pekerja, anak-anak, dan lainnya merupakan beberapa contoh dari kategori hak asasi manusia-hak asasi manusia ini.

    Hak-hak dasar yang terdapat dalam HAM menurut Islam ialah : (1) Hak Hidup; (2) Hak-hak Milik; (3) Hak Perlindungan Kehormatan; (4) Hak Keamanan dan Kesucian Kehidupan Pribadi; (5) Hak Keamanan Kemerdekaan Pribadi; (6) Hak Perlindungan dari Hukuman Penjara yang Sewenang-wenang; (7) Hak untuk Memprotes Kelaliman (Tirani); (8) Hak Kebebasan Ekspresi; (9) Hak Kebebasan Hati Nurani dan Keyakinan; (10) Hak Kebebasan Berserikat; (11) Hak Kebebasan Berpindah; (12) Hak Persamaan Hak dalam Hukum; (13) Hak Mendapatkan Keadilan; (14) Hak Mendapatkan Kebutuhan Dasar Hidup Manusia; dan (15) Hak Mendapatkan Pendidikan.

    C.Plurelisme
    1.Definisi Pluralisme
    Dalam ilmu sosial, pluralisme adalah sebuah kerangka di mana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormat dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama (koeksistensi) serta membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi.

    2.Pluralisme dalam islam
    Dalam pandangan Islam, sikap menghargai dan toleransi kepada pemeluk agama lain adalah mutlak untuk dijalankan. Namun bukan berarti beranggapan bahwa semua agama adalah sama, artinya tidak menganggap bahwa Tuhan yang kami sembah adalah Tuhan yang kalian sembah.

    Piagam Madinah dengan jelas sekali mengakomodir pluralitas agama saat itu dan para ulama telah pula menjelaskan hukum-hukum terkait. Namun ada sebagian golongan yang menganggap bahwa pluralisme adalah-diantaranya-menganggap bahwa semua agama adalah sama.Sebenarnya paham inipun bukan baru. Akar-akarnya seumur dengan akar modernisme di Barat dan gagasannya timbul dari perspektif dan pengalaman manusia Barat. Namun kalangan ummat Islam pendukung paham ini mencari-cari akarnya dari kondisi masyarakat Islam dan juga ajaran Islam. Kesalahan yang terjadi, akhirnya adalah menganggap realitas kemajmukan (pluralitas) agama-agama dan paham pluralisme agama sebagai sama saja.

    Solusi Islam terhadap adanya pluralitas agama adalah dengan mengakui perbedaan dan identitas agama masing-masing (lakum diinukum wa liya diin). Tapi solusi paham pluralisme agama diorientasikan untuk menghilangkan konflik dan sekaligus menghilangkan perbedaan dan identitas agama-agama yang ada.
    Dalam paham pluralisme agama yang berkembang di Barat sendiri terdapat sekurang-kurangnya dua aliran yang berbeda: yaitu paham yang dikenal dengan program teologi global (global theology) dan paham kesatuan transenden agama-agama (Transcendent Unity of Religions). Kedua aliran ini telah membangun gagasan, konsep dan prinsip masing-masing yang akhirnya menjadi paham yang sistemik. Karena itu yang satu menyalahkan yang lain.

    Munculnya kedua aliran di atas juga disebabkan oleh dua motif yang berbeda, meskipun keduanya muncul di Barat dan menjadi tumpuan perhatian masyarakat Barat. Bagi aliran pertama yang umumnya diwarnai oleh kajian sosiologis motif terpentingnya adalah karena tuntutan modernisasi dan globalisasi.

    3.Pluralisme Agama
    a.Terminologi Pluralisme dan Penggunaannya
    Pluralisme ialah paham kemajemukan atau paham yang beroirientasi kepada kemajemukan yang memiliki berbagai penerapan yang berbeda dalam berbagai filsafat agama, moral, hukum dan politik dimana batas kolektifnya ialah pengakuan atas kemajemukan di depan ketuggalan. Seperti dalam filsafat, sebagian orang tidak mempercayai aspek kesatuan dalam makhluk-makhluk Tuhan, dan pandangan ini kemudian disebut dengan heterogenitas wujud dan maujud. Lawan pandangan ini ialah paham panteisme atau paham yang menolak segala heterogenitas (panteisme ekstrem), atau paham yang menerima adanya keanekaragaman sekaligus ketunggalan. Pembahasan tentang ini secara detail ada di buku-buku filsafat.

    Pluralisme agama di dunia Nasrani pada beberapa dekade akhir diprakarsai atau dipromosikan oleh John Hick kelahiran 1922. Dalam hal ini dia mengatakan, “Menurut pandangan fenomenologis, terminologi pluralisme agama arti sederhananya ialah realitas bahwa sejarah agama-agama menunjukkan berbagai tradisi serta kemajemukan yang timbul dari cabang masing-masing agama. Dari sudut pandang filsafat, istilah ini menyoroti sebuah teori khusus mengenai hubungan antartradisi dengan berbagai klaim dan rival mereka.

    D.Multikulturalisme
    1.Pengertian Multikulturalisme
    Akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan. Pengertian kebudayaan diantara para ahli harus dipersamakan atau setidak-tidaknya tidak dipertentangkan antara satu konsep yang dipunyai oleh seorang ahli dengan konsep yang dipunyai oleh ahli atau ahli-ahli lainnya. Karena multikulturalsime itu adalah sebuah ideologi dan sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiannya, maka konsep kebudayaan harus dilihat dalam perspektif fungsinya bagi kehidupan manusia. Yang juga harus kita perhatikan bersama untuk kesamaan pendapat dan pemahaman adalah bagaimana kebudayaan itu operasional melalui pranata-pranata sosial.
    2.Sosialisasi Multikulturalisme
    a.Melalui pendidikan formal/non-formal; kurikulum merefleksikan pluralitas masyarakat, termasuk masyarakat yang selama ini terpinggirkan
    b.Merajut ingatan kolektif masyarakat yang inklusif
    c.Pendidikan multicultural di masyarakat di antaranya:
    d.Massa media dan seni: film, majalah, sastra, musik pop, teater, kesenian
    e.Kegiatan profesi, hobi, komunikasi internet
    f.Saling membagi pengalaman lintas budaya sehari-hari
    g.Mengangkat pahlawan multicultural orang-orang kecil, rekan-rekan pemuda yang melintasi batas budaya, kelas, agama, etnisitas, ras, gender untuk menolong orang lain di daerah konflik, bencana dan dalam kehidupan sehari-hari

    3.Islam dan Multikulturalisme
    Sebenarnya, cita-cita agung multikulturalisme tidak bertentangan dengan agama; namun demikian basis teoretisnya tetap problematik. Nilai-nilai multikulturalisme dianggap ekstra-religius yang ditolak oleh para teolog Muslim, sehingga sulit untuk mengeksplorasi tema tersebut. Memang belakangan telah muncul prakarsa yang dilakukan sejumlah pemikir Arab, seperti Mohammed Abed al-Jabiri, Hassan Hanafi, Nasr Hamid Abu-Zaid, dan lain-lain, untuk merekonsiliasi antara tradisi dan agama. Namun, gagasan-gagasan mereka mendapat tanggapan keras dari ulama-ulama konservatif.

    E.Pemberdaya Ekonomi
    1.Islam dan Masalah Kemiskinan
    Sikap umat Islam dalam melihat persoalan kemiskinan beragam. Mansour Fakih memetakannya ke dalam empat sudut pandang, yakni perspektif tradisionalis, modernis, revivalis dan transformatif . Dalam penglihatan kaum tradisionalis, permasalahan kemiskinan umat adalah ketentuan dan rencana Tuhan. Kemiskinan dipandang sebagai ujian atas keimanan. Di sisi lain, pemikiran modernis menilai bahwa permasalah kemiskinan dan keterbelakangan pada dasarnya berakar pada persoalah karena ada yang salah dari sikap mental, budaya atau teologi mereka. Oleh karena itu, agar keluar dari lembah kemiskinan umat Islam harus mengubah pemikiran dan sikap keagamaan sesuai dengan semangat modernitas.

    Bagi penganut paham revivalis kemiskinan terjadi disebabkan karena semakin banyak umat Islam yang justru memakai ideologi atau “isme” lain sebagai dasar pijakan tinimbang menggunakan Al-Qur’an. Untuk menanggulangi kemiskinan, menurut mereka adalah dengan cara keluar dari belenggu ideologi di luar Islam (baca: sekuler) dan kembali pada landasan Islam, A-Qur’an dan Sunnah Nabi. Sedangkan pemikiran transformatif percaya bahwa kemiskinan rakyat disebabkan oleh ketidakadilan sistem dan struktur ekonomi, politik dan kultur yang tidak adil. Oleh sebab itu, agenda mereka adalah melakukan transformasi terhadap struktur melalui penciptaan relasi yang secara fundamental baru dan lebih adil dalam bidang ekonomi, sosial-politk dan budaya.
    2.Dakwah dan pemberdayaan ekonomi umat
    Dakwah lewat pemenuhan kebutuhan pokok sudah tentu tidak dengan cara langsung memberikan ‘ikan’ kepada kaum miskin, karena akan semakin menambah ketergantungan. Tetapi dengan cara membuat ‘kail’ sekaligus ‘sungai’/’lautan’ sistem ekonomi berkeadilan sehingga memungkinkan mereka dapat mengais nafkah hidup secara mandiri dan bermartabat.

    Dalam perspektif ekonomi Islam terkandung pada filosofi kewajiban yang gigih mengendalikan dan memperkuat tekanan ekonomi agar selaras dengan ketentuan filsafat moral islam. Ekonomi Islam tidak mengajarkan kesenangan yang tidak bermoral. Dalam pemberdayaan ekonomi perlu redistribusi pendapatan dan kekayaan untuk meningkatkan kesejahteraan materil dan rohani.

    F.Radikalisme
    1.Pengertian Radikalisme
    Radikalisme dalam beragama, atau “at-tatharruf ad-diiniy” didefinisikan oleh beliau sebagai suatu tindakan yang ‘berada di ujung’ atau ‘jauh dari pertengahan’. Sikap ini berlawanan sekali dengan sikap moderat atau “wasathiyah” yang diajarkan di dalam Islam. Ada pula istilah-istilah lain yang memiliki makna yang mirip dengan radikalisme ini, antara lain “ghuluw” (berlebihan), “tanaththu’” (melampaui batas), dan “tasydiid” (kerasa atau mempersulit). Semua makna ini menunjukkan bahwa sikap radikalisme adalah suatu sikap yang tidak diinginkan dalam Islam. Sebagai istilah yang cukup tua, radikalisme telah mengalami berbagai koreksi makna. Pemaknaan konsep ini sepertinya sangat tergantung pada “iklim” zaman. Terlepas dari semua perdebatan tentang makna istilah ini, sebagaimana makna umum yang dipakai sekarang, penggunaan istilah radikalisme di sini berintikan pemikiran garis keras dalam Islam yang seringkali membuahkan aksi-aksi kekerasan dan terorisme.

    Menguatnya radikalisme dalam Islam belakangan ini, yang ditandai dengan berbagai aksi kekerasan dan teror, telah menyedot banyak potensi dan energi kemanusiaan. Pengeboman di berbagai tempat telah merenggut hak hidup banyak orang yang tidak berdosa. Berbagai seminar dan dialog juga telah digelar untuk mengupas persoalan ini, sejak dari pencarian sebab sampai pada penawaran solusi.

    2.Kemunculan Radikalisme
    a.Pertama, pemahaman keagamaan yang keliru.
    b.Kedua, kekecewaan terhadap realitas kehidupan yang jauh dari nilai Islami.
    c.Ketiga, ketidakadilan sosial yang dialami umat Islam di banyak negara yang berpangkal pada ketidakadilan global oleh sistem dunia yang sekuler

    3.Radikalisme Dalam Agama
    Radikalisme dalam beragama harus dicegah sejak awal. Dalam urusan melempar jumrah, misalnya, Rasulullah saw. pernah memperingatkan kita agar tidak berlebihan. Cukuplah dengan kerikil kecil saja. Melempar jumrah dengan batu sebesar kepalan tangan, misalnya, tidak akan menambah keutamaan ibadah tersebut.

    Masih banyak jenis sikap radikal dalam beragama yang lainnya.Untuk itu, penuntasan masalah radikalisme dalam Islam mesti menyentuh berbagai persoalan di atas. Harus disadarkan bahwa kekerasan bukanlah tawaran yang bijak untuk menyikapi polarisasi dunia akibat tamparan hebat modernitas. Islam memiliki banyak kerangka pemikiran dan metode aksi dalam menciptakan tatanan dunia yang damai dan agung. Adalah tugas setiap muslim, terutama ulama, dalam menyadarkan setiap orang yang telah terjabak pada penjara radikalisme. Mereka harus benar-benar menyadari bahwa kekerasan seperti itu bukanlah ajaran Islam.

    more
  • Sumber-Sumber Ajaran Islam Oleh : M.Nur Salim

    BAB I
    Sumber-Sumber Ajaran Islam


    A.Al-Qur’an
    1.Makna Al-Qur’an
    Secara etimologi Al Qur’an adalah bentuk masdar dari kata QARAA yang berarti membaca. Sedangkan secara terminologi , Al Qu’an bebrarti firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw melalui malaikat jibril dengan bahasa arab sebgai pedoman hidup manusia yang diturunkan secara mutawatir , sebagai mu’jizat nabi muhmmad, yang membacanya bernilai ibadah,yang dimulai dengan surat Al Fatehah dan diakhiri dengan surat An nas.

    2.Nama-nama bagi alqur’an
    a.Alquran(bacaan karena Alqur’an adalah suatu kitab yang banyak dibaca bahkan dihafal.
    b.Alfurqan(pembeda) karena Alqur’an memuat penjelasan yang membedakan antara yang hak dan yang batil,halal dan haram,yang sah dan tidak sah.
    c.Alkitab(tulisan) karena Alqur’an adalah sebnuah kitab yang ditulis sedemikian rupa berbagai lembaran dan dicatat secara seksama dlam lembaran tulang,pelepahkurma,kertasdan bentuk sarana lainnya.
    d.Al-Dzikir(peringatan) karena Alqur’an memuat berbagai peringatan kepada ummat manusia.

    3.Sejarah turunnya Al Qur’an
    Ketika nabi Muhammad sedang bertakhannus digua hiro’Allah mengutus malaikat jibril kepadanya untuk menyampaikan wahyu pertama ya’ni surat Al Alaq ayat 1-5 yang bertepatan pada tanggal 17 ramadan.
    Sedangkan masa terakhir turunnya Al Qur’an adalah masa mendekati wafatnya nabi muahammad (terdapata perbedaan, antara 9 djulhijjah 10 Hijriah dan 69 hari sesudah Haji wada’
    Periode turunnya al Qur’an berkisar antara 12 tahun 5 bulan dan 14 hari ketika dimekkah dan antara 12 tahun 2 bulan 22 hari (12 tahun 5 bulan 2hari menurut versi yang lain).

    4.Sejarah Pembukuan Al-Qur’an
    Pada mulanya Al Qur’an yang turun ditulis disembarang tempat dan media yang mudah dibaca, tidak dibukukan, nabi cenderung menyuruh untuk menghafalkan Al-Qur’an namun setelah perang badar yang membuat banyak terbunuhnya para pengahafal Al Qur’an maka nabi mulai menyuruh untuk menulis disamping juga menghafal, tetapi tidak untuk dibukukan.

    Ketika masa khalifah Abu Bakar, dimulai pengumpulan catatan Al-Qur’an atas asal usul umar bin Khattab. Dan diutuslah Zait bin TSabith untuk mengumpulkannya sesuai urutan yang ditetapkan nabi lalu mushaf itu disimpan dirumah Hafsah binti umar hingga masa kekhalifahan Uamr bin Khattab.

    Setelah itu pada masa Khalifah Utsman bin Affan, ketika wilayah islam sudah sangat meluas, muncullah permasalahan-permasalahan yang tidak memadainya jumlah Huffadz-huffadz yang banyak dari kalangan muallaf. Dan permasalahan ini bermacam-macamnya bacaan Al Qur’an sehingga khalifah Utsman memutuskan membentuk panitia untuk menyalin mushaf yang berada pada binti umar. Mushaf itu disalin beberapa buah ( ada yang mengatakan 4,5, dan 7 buah ). Yang 4 dikirim ke kuffah, Basrah, dan syiria seadangkan yang satunya ditetapkan dimadinah (yang mengatakan 5 buah, satunya dikirim ke Mekkah, yang mengatakan 7 buah 2 diantaranya ke Yaman dan Bahrain. Lalu semua mushaf yang tidak seragam dengan bentukan panitia tersebut dibakar.

    5.Qira’at Al-Qur’an
    Alqur’an diturunkan dalam bahasa arab,yang sejak zaman dahulu telah mengalami perbedaan lahjah yang bermacam-macam para pemakainya dari berbagai suku.

    6.Asbabun Nuzul
    Alqur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad untuk disampaikan kepada umatnya.Alquran diturunkan adanya sebab saat itu banyak peristiwa-peristiwa yang telah dialami oleh Muhammad. Beliau telah menghadapi kaum quroisy yang telah membangkang ajakannya.sehingga turunlah Alqur’an sebagai peringatan orang-orang quroisy.

    7.Isi Kandungan Al-Qur’an
    1)Masalah ketuhanan
    2)Manusia sebagai Individu
    3)Manusia sebagai Anggota masyarakat
    4)Alam Semesta
    5)Kenabian dan Wahyu
    6)Lahirnya masyarakat muslim

    B.As-Sunnah
    1.Pengertian
    As-Sunnah yaitu suatu perkataan, perbuatan atau taqrir Rosulullah, yang bisa dijadikan sebagai dasar menetapkan hukum syara’.
    Nama-nama lain bagi al-sunnah, antara lain:
    a.Al-Hadits, yaitu segala sesuatu yang disandarkan pada Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir dan sebagainya.
    b.Al-Khobar, yaitu sesuatu yang disandarkan pada Nabi, sahabat dan tabi’in
    c.Al-Atsar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada sahabat semata.
    d.Hadits Qudsi, yaitu titah Tuhan yang disampaikan dalam mimpi dengan jalan ilham kepada Nabi SAW, lalu menerangkannya menurut redaksi Nabu dengan disandarkan pada Allah.

    2.Macam-Macam As-Sunnah
    a)Sunnah Qawliyah
    b)Sunnah Fi’liyah
    c)Sunnah Taqririyah

    3.Sejarah Penulisan Sunnah
    Pada masa Nabi SAW, penulisan As-Sunnah tidak diizinkan oleh beliau,dengan harapan tidak bercampur dengan Al-Qur’an. Namun Nabi memberikan toleransi penulisan pada orang-orang tertentu yang mungkin dapat memelihara tercampurnya Dengan Al-Qur’an.
    Pada masa Khulafau ar-Rasyidin, adalah masa penyedikitan periwayatan hadits karena kehati-hatian dakam menjaga kemurniannya. Namun pada masa Ali ibn Abi Tholib, terutama setelah perang Shiffin yang menyebabkan terpecahnya umat Islam, menyebabkan setiap golongan berusaha mendapatkan legitimasi pendiriannya dari hadits sendiri-sendiri bahkan ada yang sampai membuat hadits palsu. Sehingga pada masa Umar ibn Abdul Aziz memprakarsai penulisan hadits.

    4.Macam-Macam Kitab Hadits
    Dengan metode teknik dan sistematika penukisan hadits maka kitab-kitab hadits digolongkan menjadi:
    a)Kitab al-Shihhah, yang berisi Hadits shahih
    b)Kitab al-Jami’, yang berisi Hadits-hadits dengan pokok bahasan : aqoid, rifaq, etiket makan dan minum, tafsir, tarikh, sirah, safar, qiyam, dan qu’ud
    c)Kitab Masanid, yang menyebutkan hadits menurut nama sahabat
    d)Kitab al-Mu’jam, yang berisi himpunan hadits menurut nama syaikh
    e)Kitab al-Mustadrok, yang menghimpun hadits menurut sysrat-syarat rawi
    f)Kitab al-Mustakhrojat, yang menghimpun hadits yang sanadnya ditulis kembali menurut versi penulisnya sendiri
    g)Kitab al-Ajza’, yang disusun secara sistematis
    h)Kitab al-Ashraf, yang berisi susunan hadits yang telah diringkas
    i)Kitab Zawaid, yang berisi hadits tambahan yang ditambahkan pada kitab lain
    j)Kitab al-Sunan, yang berisi hadits-hadits yang berhubungan dengan masalah fiqhiyah
    k)Kitab Majami’, yang berisi hadits yang disusun berdasarkan kitab rujukannya
    l)Kitab al-Targhib wa al-Tarhib, yang berisi hadits-hadits yang berisi kabar gembira dan ancaman
    m)Kitab al-khamsah, yang disusun oleh 5 ulama’ ahli hadits kenamaan
    n)Kitab al-sittah, yang disusun oleh 6 ulama’ ahli hadits kenamaan

    5.Metode Takhrij hadits
    Yaitu metode untuk mngetahui letak suatu hadits dalam kitab, atau yang diperlukan.Diantara metode tersebut adalah:
    a)Apabila dikenal dari segi sahabat yang meriwayatkannya, maka penelusurannya menggunakan Kitab Masanid, al-ma’jim, dan al-athraf
    b)Apabila dikenal dari segi Satu kata dari matanya, maka penelusurannya menggunakan Kitab al-ashraf
    c)Apabila dikenal dari segi Temannya saja, maka penelusurannya menggunakan Kitab al-jami’, al-al-zawaid, dsb
    d)Cara paling mudah seperti diatas adalah apabila sebagian dari matan dapat dikenali
    e)Untuk mengetahui sumber aslinya, maka kitab itu aan menunjukkan dengan memberikan simbol-simbol

    6.Kedudukan As-Sunnah
    Di dalam Al-Qur’an telah menunjuk As-Sunnah sebagai sumber ajaran islam selain Al-Qura’an itu sendiri. Sehingga jelas bahwa As-Sunnah merupakan sumber hukum Islam yang kedua. Namun ada sebagian ulama’ yang mengatakan bahwa kedudukannya sama dengan Al-Qur’an.

    7.Fungsi As-Sunnah
    a)As-Sunnah sebagai bayan tafshul, yaitu memberikan keterangan serta penjelasan terhadap ayat-ayat al-qur’an yang mujmal.
    b)As-Sunnah sebagai bayan takhshish, yaitu memberikan penjelasan terhadap ayat-ayat al-qur’an yang masih umum
    c)Assunnah sebagai bayan ta’yin, yaitu memberikan penjelasan terhadap ayat-ayat al-qur’an dalam menentukan berbagai maksud yang terkandung di dalamnya
    d)Assunnah sebagai dalil untuk nasikh dan mansukh
    e)Assunnah sebagai bayan ta’kid terhadap ayat-ayat Al-Qur’an karena keduanya memiliki kesamaan maksud
    f)Assunnah sebagai bayan ta’kid untuk memberikan uraian keterangan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an karena keduanya memiliki kesamaan maksud

    C. IJTIHAD
    1.Pengertian Ijtihad
    Ijtihad berasal dari kata “Jahda” yang secara etimologi berarti mencurahkan segala kemampuan (berfikir) untuk mendapatkan sesuatu. Dan secara epistimologi berarti pegerahan segala kesanggupan dan kekuatan untuk memperoleh apa yang dituju sampai batas puncaknya.

    Menurut mayoritas Ulama’ Ushul Fiqh adalah pencurahan segenap kesanggupan seorang ahli fiqh untuk mendapatkan pengertian tingkat dhanny terhadap hukum syar'i’at.

    2.Ijtihad dalam Tinjauan Sejarah
    Sejak masa Nabi Muhammad telah ada Ijtihad, namun bukan semata-mata disebabkan atas dorongan Beliau akan tetapi lahir atas insiatif sebagian sahabat.Lalu Pada masa sahabat, Ijtihad mulai benar-benar berfungsi sebagai alat penggali hukum yang tidak secara tidak tegas tercantum dalam Al-Qur'an dan Sunnah.

    Masa Daulah Umayyah, berada dalam situasi perpecahan politik, banyak pemalsuan Hadits dan tersebarnya fatwa yang berlawanan. Hingga pada masa Daulah Abbasiyyah, muncul para Mujtahid yang diantaranya yakni MadzahibulArbaah. Lalu akibat dari keemasan periode ini, timbullah fatwa bahwa pintu Ijtihad telah tertutup yang sebenarnya memiliki tujuan positif, namun justru menimbulkan dampak negatif. Sebagai solusinya, diambil jalan tengah yaitu pintu Ijtihadf mutlak mustaqil, sudah tertutup.Sedngkan untuk Ijtihad Muntashib secara perorangan tertutup namun terbuka bagi yang memenuhi syarat dan dilakukan secara kolektif. Dan pintu Ijtihad Tarjih tetap terbuka.

    3.Urgensi Ijtihad
    a).Wajib ‘ain, bagi orang yang dimintai fatwa dan dia khawatir peristiwa itu akan lenyap tanpa ada kepastian hukum.
    b).Wajib Kifayah, bagi orang yang dimintai fatwa dan tidak dikhawatirkanperistiwa itu akan lenyap, sedangkan masih terdapat Mujtahid lain.
    c).Sunnah, apabila mengenai masalah-masalah yang belum atau tidak terjadi.

    4.Syarat-syarat Mujtahid
    a).Menguasai Bahasa Arab dari segala aspeknya
    b).Memiliki pengetahuan yang luas tentang ayat-ayat Al-Qur'an yang berhubungan dengan masalah hukum.
    c).Mengenal dan mengerti tentang hadits Nabi yang berhubungan dengan hukum.
    d).Mengerti tentang Ushul Fiqh.
    e).Mengenal Ijma'.

    5.Tingkatan Mujtahid
    Tingkatan-tingkatan tersebut antara lain:
    a).Mujthid Mutlak(mustaqil), yaitu mujtahid yang memiliki kempuan mengali hukum syar'i’at yang bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah.
    b).Mujtahid Muntashib, yaitu mujtahidyang menggabungkan dirinya dan hasil ijtihadnya berafiliasi dengan suatu madzhab.
    c).Mujtahid Madzhab (Muqoyyad), yaitu mujtahid yang terikat pada Imam madzhab.
    d).MUjtahid Murajih, yaitu mujtahid yang tidak mengistinbatkan hukum-hukum furu’.

    6.Wilayah Ijtihad
    Wilayah ijtihad terbatas pada masalah-masalah fiqhiyah, akan tetapi pada akhirnya wilayah tersebut meliputi: aqidah, filsafat, tasawuf, dan lain-lain. Di antara berbagai perkara, ada diantaranya yang tidak diperbolehkan untuk diijtihadi dan ada pula yang diperbolehkan.

    Hal-hal yang tidak boleh diijtihadkan antara lain:
    a).Masalah qoth’iyyah, yaitu masalah yang sudah ditetapkan hukumnya dengan dalil naqli maupun aqli.
    b).Masalah-masalah yang telah dijinakkan oleh ulama’ mujtahid dari suatu masa.
    Adapun masalah-masalah yang dapat diijtihadkanantara lain adalah masalah-masalah dzanniyah. Masalah ini dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
    a).Hasil analisa para teolog,yaitu masalah yang tidak berkaitan dengan aqidah keimanan seseorang.
    b).Aspek amaliyah yang dzanny,yaitu masalah yang belum ditentukan kadar dan kriterianya dalam nash.
    c).Sebagian kaidah-kaidah dzanny, yaitu masalah qiyas,sebagian ulama’ memeganginya karena qiyas merupakan norma hokum tersendiri,dan sebagian tidak karena qiyas bukan merupakan hokum tersendiri.

    BAB II
    Pokok-Pokok Ajaran Islam


    A.Akidah
    Aqidah dari bahasa arab ‘Aqidah yang bentuk jama’nya adalah ‘aqoid dan berarti faith, belief, kepercayaan. Sedangkan menurut Lubis ma’luf ialah ma’aqoda alaihi al-qolbi wa al dzomir yang artinya sesuau yang mengikat hati perasaan.Dari etimologi diatas dapat diketahui bahwa yang dimksud aqidah adalah keyajinan atau keimanan;da hal itu diistilahkan aqidah karena ia mengingatjan hati aseeorang kepada sesuatu yang diyakini atau diimani dan ikatan tersebut tidak boleh dilepaskan selama hidupmya.Inilah m’na aqidah yang merupakan derivasi dari kata aqqada-yaqidu-aqqadan,
    Rukun iman kalau kita beerbicara tentang aqidah maka yang menjadi topik pembicaran adalah masalah keimanan yang berkaitan dengan rukun-rukun iman dan perannya dalam kehidupan beragama.

    Rukun iman ada enam antara lain: iman kepada Allah dan sifat-sifatnya para rasulnya, para malaikat,kitab-kitab yang di turunkan kepada rasul-rasulnya,hari akhir,Qodho’serta Qodhar.

    B.Syari’ah
    Istilah syari’ah dalam kontek kajian hukum islam lebih menggambarkan kumpulan-kumpulan normayang merupakan hasil dari proses tasrik.
    Kata tasrik merupakan bentuk masdar dari Syaara’ayang berarti menciptakan dan menetapkan Syari’ah. Sedangkan dalam istilah para ulama’ Fiqih bermakna menetapkan norma-norma hukum untuk menata kehidupan manusiabaik dalam hubungan dengan tuhan maupun hubungan dengan manusia lainnya.

    Tasrik di bagi menjadi dua macam yaitu: tasrik samawi (ilahi) dan Tasrik Wadh’I itu menurut para ulama’ yang di maksud tasrik ilahi adalah penetapan hukum yang di lakukan langsung oleh Allah dan rasulnya dalam Al Qur’an dan As sunna. Ketentuan-ketentuan tersebut bersifat abadi dan mutlak, karena tidak ada yang kompeten untuk mengubahnya selain Allah sendiri. Sedangakan yang di maksud dengan tasrik Wadh’I adalah penentuan hukum yang di lakukan oleh para mujtahid,baik mujtahi mustambith maupun muthobik. Ketentuan-ketentuannya tidak abadi dan bisa berubah ubah, karena merupakan hasil dari kajian nalar para ulama’ yang tidak maksum sebagaimana Rasulullah dan amat di pengaruhi oleh pengalaman keilmuan mereka serta lingkungan dan dinamika kultur masyarakatnya.

    C.Akhlaq
    1.Pengertian Akhlak
    Seacara etimologis,kata Akhlak berasal dari bahasa arab akhlaq yang merupakan bentuk jama’ dari khuluq yang artinya budi pekerti, peringai tingkah laku,atau tabiat secara terminologis ada beberapa definisi tentang akhlak, antara lain:
    1.Menurut ibrahim anis akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran.
    2.Menurut Abdul Karim Zaidan Akhlak adalah kumpulan-kumpulan nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengan sorotan dan timbangannaya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk untuk kemudian terus melakukan atau meninggalkannya.jadi akhlak adalah harus bersifat spontan, tidak tomperer dan tidak perlu memikirkan pemikiran dan pertimbangan sera dorongan dari luar.

    2.Manfaat Materi
    Sebagaian pakar berpendapat bahwa manfaat materi adalah sebagai para meter akhlak menurut mereka perbuatan-perbuatan yang mendatangkan keuntungan materi bagi masyarakat di anggap sebagai akhlak yang terpuji. Pendapat ini sangat berbahaya terhadap terjalinnya hubungan kemasyrakatan, baik antara individu, kelompok.
    3.Hedonisme atau Kesenangan
    Setelah ahli filsafat menyelidiki bahwa ukuran baik dan buruk itu secara ilmu pengetahuan,diantara mereka ada yang berpendapat bahwa ukuran itu bahagia. Bahagia adalah tujuan akhir dari kehidupan manusia. Mereka mengartikan bahagia dengan kelezatan dan sepi dari penderitaan
    4.Intuisi
    Zenon (342-470 SM) seorang filosof yunani yang mendirikan madhab intuisi, kemudian di ikuti oleh seorang filosof jerman Emmanuel kant (1724-1804). Madhab ini berpendapat bahwa setiap manusia mempunyai insting batin yang dapat membedakan baik dan buruk dengan selitas pandang.
    Kita dalam menilai baik dan buruknya suatu perbuatan tidak melihat pada akibatnya yang berupa kelezatan atau penderitaan seperti hedonism, tetapi dengan insting kita bisa menilainya tanpa melihat pada akibatnya.
    5.Moderat
    Madhab ini yang paling banyak tersebar dan di ikuti, dan banyak pula pengaruhnya terhadap peneliti dan pelajar. Sejak aristoteles (384-422 SM) meletakkanya ukuran Akhlak dengan mengatakan bahwa kemulian adalah pertengahan dua sisi. Beliau berkata sesungguhnya pertengahan suatu ialah yang titik jauhnya sama antara dua sisinya, dan itulah satu-satunya titik yang ada dalam segala kondisi atau keadaan.bagi manusia moderat ialah sesuatu yang tidak di celah karena kekurangan atau kelebihan.

    D.Tasawuf
    Islam adalah agama yang yunifersal, memberikan jawaban azasi terhadap berbagai kebutuhan manusia, batiniah, individual serta kolektif.Tasawuf merupakan salah satu bidang study islam yang memfokuskan perhatiannya terhadap dimensi esoterik yakni pembersihan aspek rohani manusia sehingga menimbulkan akhlak yang mulia. Hal ini berbeda dengan aspek fiqih yang memusatkan perhatiannya pada aspek jasmani manusia dan sering di sebut dimensi eksoteris. Melalui study tasawuf ini seseorang dapat mengetahui tata cara melakukan pembersihan jiwa serta mengamalkan secrara benar karena pada saat ini kondisi masyarakat yang cenderung mengarah pada dekadensi moral, orientasi kehidupan yang secara materialistik dan hedonic.

    Kembalinya masyarakat pada saat ini pada tasawuf adalah cukup beralasan karena secara hitoris kehadiran tasawuf bermula sebagai upayah untuk mengatasi krisis akhlak di masyarakat islam pada masa dulu bergelimang dengan harta serta kemewahan sudah mulai terjerumus dalam kehidupan foyah-foyah yang pada akhirnya membawah bencana yakni kehancuran kota bagdad akibat serbuan bangsa mongol di tahun 1258 oleh karena itu marilah kita kembali ke jalan yang benar.


























    BAB III
    Periodesasi Sejarah Islam

    A. Masa Klasik
    Periode klasik bermula ketika Muhammad SAW di utus menjadi Rasul namun ada pula yang berpendapat bahwa periode ini di tandai oleh peristiwa hijroh Rasul SAW ke madinah (16 juli 622 M). karena pada saat di madinah inilah eksitensi pemerintahan isalam di akui.
    Nabi Muhammad SAW di utus Al Qur’an sebagai penyangga utamanya karena pada saat itu orang arab sangat gandrung dengan kesusastraan maka Al Qur’an diturunkan dengan bahasa sastra seperti yang lazim di pakai oleh masyrakatnya hal ini di dasarkan atas pertimbangan
    1. untuk menyesuaikan diri dengan tradisi masyrakatnya sehingga dengan demikian bisa komunikatif
    2. untuk menentang dan mengungguli syair-syair jahiliyah yang pada waktu itu mashur.
    Selama berdakwah menemui gangguan dan rintangan yang keras bahkan sampai nyawanya terancam oleh masyarakat qurais akan tetapi dengan kesabarannya dapat mengatasi masalah tersebut.
    B. Masa Pertengahan
    Periode ini di tandai dengan kemunduran total imperium di bagdad.ia sebagai raksasa yang sedang sakit menuju ajalnya maka sdah barang tentu akan mudah ditebak bila kemudian pemerintahan pusat bagdad tidak dapat mempertahankan wilayah kekuasaannya. Kondisi seperti ini di mulai dengan adanya pemberontakan dengan lepasnya control kekuasaan secara politik di ceantero wilayah islam.masa tiga kerajaan besar (1500-1800 M) yaitu kerajaan usmani di turki, kerajaan sfawi di periyah, kerajaan mughol di India.
    C. Masa Modern
    Peride moderen ini di tandai dengan penetrasi barat atas dunia islam. Di mesir ekspedisi Napoleon Bonaparte membawa dampak positif bagi rakyat mesir khuusunya dan pada dunia islam pada umumnya ekspedisi terjadi pada tahun 1798 M itu pada mulanya bertujuan untuk memproteksi kepentingan para pedagang prancis di mesir yang merasa tidak mendapatkan ke adilan dari penguasa lokal akan tetapi tujuan utama ekspedisi ini sesungguhnya merupakan kebijakan politik pemerintah perancis yang ingin menjadikan medir sebagai basis militernya dalam menghadapi inggris yang pada saat itu berkuasa di India.


    BAB IV
    Isu-Isu Kontemporer

    A. Gender
    1. Kemunculan Isu Gender
    Akhir-akhir ini isu gender begitu kuat menyeruak ke dalam kehidupan masyarakat. Konon para aktivisnya ingin mengangkat derajat wanita agar sejajar dengan pria. Mereka mengklaim, ajaran agama yang membuat wanita jadi nomor dua. Sebenarnya gender adalah ide yang absurd.
    Wanita dan pria memang sama yaitu hamba Allah. Namun secara fitrah wanita dan pria diciptakan berbeda dengan hak dan kewajibannya. Karena ide gender inilah para wanita yang berkewajiban sebagai ibu dan pengatur rumah tangga dituntut untuk berkarier, keluar rumah. Akibatnya bisa terjadi pendidikan anak terabaikan, rumah tangga berantakan.
    2. Permasalahan Yang Berkenaan dengan Gender
    Diantara permasalahan-permaalahan yang berkenaan dengan gender adalah ketidak-adilan gender yang merupakan masalah yang sangat sering terdengar. Sekurang-kurangnya ada lima bentuk ketidak-adilan dalam kehidupan keluarga dan bermasyarakat:
    1. Subordinasi atau menomorduakan perempuan
    2. Pelabelan negatif (Citra Baku)
    3. Kekerasan
    4. Beban Ganda
    5. Marginalisasi (Peminggiran)
    3. Gender dan Emansipasi
    Emansipasi digunakan untuk menggambarkan berbagai upaya untuk mendapatkan kesamaan hak dalam berpolitik ataupun persamaan lainnya. Karenanya emansipasi bisa digunakan tidak hanya untuk wanita namun misalnya untuk peranakan cina di Indonesia yang sering menerima diskriminasi. Dalam konteks emansipasi wanita yang kamu maksud, itu adalah sebuah upaya untuk memperjuangkan persamaan hak bagi kaum wanita.
    Sedangkan persamaan gender adalah persamaan hak antara laki-laki dan wanita. Karena selama ini kaum wanita yang seringkali didiskriminasikan, maka tertanam dalam pemahaman kita selama ini bahwa persamaan gender adalah tentang persamaan hak kaum wanita. Ini yang salah. Gender itu sendiri berarti kelamin dan bukan perempuan
    - Kesetaraan Gender adalah kesamaan peluang dan kesempatan dalam bidang sosial,politik dan ekonomi antara laki-laki dan perempuan. Dengan memperoleh kesamaan peluang dan kesempatan itu setiap orang dapat berperan dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan
    - Keadilan Gender adalah suatu perlakuan yang sesuai dengan hak dan kewajiban sebagai manusia yang bermartabat dalam keluarga dan masyarakat (contoh: perempuan berhak menerima upah yang sama besar dengan laki-laki dan memiliki kesempatan yang sama dalam berpolitik dan bekerja);
    Dalam pandangan Islam, segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT berdasarkan kodrat. “Sesungguhnya segala sesuatu Kami ciptakan dengan qadar” (QS. Al-Qamar: 49). Para pakar mengartikan qadar di sini dengan ukuran-ukuran, sifat-sifat yang ditetapkan Allah SWT bagi segala sesuatu, dan itu dinamakan kodrat. Dengan demikian, laki-laki dan perempuan sebagai individu dan jenis kelamin memiliki kodratnya masing-masing. Syeikh Mahmud Syaltut mengatakan bahwa tabiat kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan berbeda, namun dapat dipastikan bahwa Allah SWT lebih menganugerahkan potensi dan kemampuan kepada perempuan sebagaimana telah menganugerahkannya kepada laki-laki.Ayat Al-Quran yang populer dijadikan rujukan dalam pembicaraan tentang asal kejadian perempuan adalah firman Allah dalam QS. An-Nisa’ ayat 1,”Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu, yang telah menciptakan kamu dari diri (nafs) yang satu, dan darinya Allah menciptakan pasangannya dan keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.”

    B. HAM
    1. Sejarah Hak Asasi Manusia dalam Islam
    Sesungguhnya agama Islam telah mendominasi benua Asia, Afrika, dan sebagian Eropa selama beratus-ratus tahun lamanya dan telah menjadi faktor penting bagi kebangkitan bangsa-bangsa Eropa (Luhulima, 1999). Tetapi fakta historis seperti ini jadinya diabaikan mereka, sesudah orang-orang Islam ditaklukkan dalam perang Salib terakhir (abad 14-15) di Eropa, hingga pasca perang dunia kedua (1945).
    Oleh karenanya, kita dapat menemukan di berbagai surat dalam Kitab Suci Al Qur`an yang diturunkan pada awal-awal periode Mekah, yang berbicata tentang pengutukan terhadap berbagai bentuk pelanggaran hak-hak asasi manusia yang berlaku pada masa itu. Al Qur`an tidak hanya mengutuk berbagai pelanggaran hak-hak asasi manusia yang terjadi pada masa itu, tetapi juga memberikan motivasi secara positif kepada manusia untuk menghargai hak-hak tersebut.
    Nabi Muhammad S.A.W. yang kehidupannya merupakan praktik nyata dari kandungan Al-Qur`an, sejak awal kenabiannya telah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap hak-hak asasi manusia ini. Setelah beliau hijrah ke kota Madinah dan mendirikan secara penuh suatu negara Islam sesuai dengan petunjuk Illahi, maka beliau segera menerapkan program jangka panjang untuk menghapus segala bentuk tekanan yang ada terhadap hak-hak asasi manusia.
    Nabi Muhammad S.A.W. telah mengadakan berbagai tindakan sebagaimana telah ditetapkan dalam Al Qur`an yang menghendaki terwujudnya pelaksanaan hak-hak asasi mansia. Selain itu, beliau telah memproklamasikan kesucian hak-hak asasi manusia ini untuk segala zaman ketika berkhutbah di depan kaum muslim pada waktu haji wada` (perpisahan), yakni sebagaimana diriwayatkan dalam H.R. Muslim ("Kitab al-Hajj"),
    Kedudukan penting HAM sesudah wafatnya Rosulullah S.A.W. dan diteruskan oleh Khulafa ar-Rosyidin, serta sistem kekuasaan Islam berganti dengan monarki. Di sini HAM dalam Islam tetap mendapatkan perhatian luar biasa masyarakat Islam. HAM dalam Islam bukanlah sifat perlindungan individu terhadap kekuasaan negara yang terbatas, namun merupakan tujuan dari negara itu sendiri untuk menjaga hak-hak asasi manusia terutama bagi mereka yang terampas hak-haknya. Jadi, setiap prinsip dasar pemerintahan Islam pada hakikatnya adalah berlakunya suatu praktik usaha perlindungan dari terjadinya pelanggaran HAM. Kini Islam telah memberikan sinar harapan bagi umat manusia yang menderita dengan cara memberikan, melaksanakan, dan menjamin respek terhadap hak-hak asasi manusia itu.
    Selanjutnya, untuk menandai permulaan abad ke-15 Era Islam, bulan September 1981, di Paris (Perancis), telah diproklamasikan Deklarasi HAM Islam Sedunia. Deklarasi ini berdasarkan Kitab Suci Al-Qur`an dan As-Sunnah serta telah dicanangkan oleh para sarjana muslim, ahli hukum, dan para perwakilan pergerakan Islam di seluruh dunia.
    Deklarasi HAM Islam Sedunia itu terdiri dari Pembukaan dan 22 macam hak-hak asasi manusia yang harus ditegakkan, yakni mencakup :
    1) Hak Hidup
    2) Hak Kemerdekaan
    3) Hak Persamaan dan Larangan terhadap Adanya Diskriminasi yang tidak terizinkan
    4) Hak Mendapat Keadilan
    5) Hak Mendapatkan Proses Hukum yang Adil
    6) Hak Mendapatkan Perlindungan dari Penyalahgunaan Kekuasaan
    7) Hak Mendapatkan Perlindungan dari Penyiksaan
    8) Hak Mendapatkan Perlindungan atau Kehormatan dan Nama Baik
    9) Hak Memperoleh Suaka (Asylum)
    10) Hak-hak Minoritas
    11) Hak dan Kewajiban untuk Berpartisipasi dalam Pelaksanaan dan Manajemen Urusan-urusan Publik
    12) Hak Kebebasan Percaya, Berpikir, dan Berbicara
    13) Hak Kebebasan Beragama
    14) Hak Berserikat Bebas
    15) Hak Ekonomi dan Hak Berkembang Darinya
    16) Hak Mendapatkan Perlindungan atas Harta Benda
    17) Hak Status dan Martabat Pekerja dan Buruh
    18) Hak Membentuk Sebuah Keluarga dan Masalah-masalahnya
    19) Hak-hak Wanita yang Sudah Menikah.
    20) Hak Mendapatkan Pendidikan
    21) Hak Menikmati Keleluasaan Pribadi (Privacy)
    22) Hak Mendapatkan Kebebasan Berpindah dan Bertempat Tinggal
    2. Konsepsi Hak Asasi Manusia dalam Islam
    Menurut Syekh Syaukat Hussain (1996), hak asasi manusia (HAM) yang dijamin oleh agama Islam dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu:
    1. HAM dasar yang telah diletakkan oleh Islam bagi seseorang sebagai manusia; dan
    2. HAM yang dianugerahkan oleh Islam bagi kelompok rakyat yang berbeda dalam situasi tertentu, status, posisi dan lain-lainnya yang mereka miliki.
    Hak-hak asasi manusia khusus bagi nonmuslim, kaum wanita, buruh/pekerja, anak-anak, dan lainnya merupakan beberapa contoh dari kategori hak asasi manusia-hak asasi manusia ini.
    Hak-hak dasar yang terdapat dalam HAM menurut Islam ialah : (1) Hak Hidup; (2) Hak-hak Milik; (3) Hak Perlindungan Kehormatan; (4) Hak Keamanan dan Kesucian Kehidupan Pribadi; (5) Hak Keamanan Kemerdekaan Pribadi; (6) Hak Perlindungan dari Hukuman Penjara yang Sewenang-wenang; (7) Hak untuk Memprotes Kelaliman (Tirani); (8) Hak Kebebasan Ekspresi; (9) Hak Kebebasan Hati Nurani dan Keyakinan; (10) Hak Kebebasan Berserikat; (11) Hak Kebebasan Berpindah; (12) Hak Persamaan Hak dalam Hukum; (13) Hak Mendapatkan Keadilan; (14) Hak Mendapatkan Kebutuhan Dasar Hidup Manusia; dan (15) Hak Mendapatkan Pendidikan.
    C. Plurelisme
    1. Definisi Pluralisme
    Dalam ilmu sosial, pluralisme adalah sebuah kerangka di mana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormat dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama (koeksistensi) serta membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi.
    2. Pluralisme dalam islam
    Dalam pandangan Islam, sikap menghargai dan toleransi kepada pemeluk agama lain adalah mutlak untuk dijalankan. Namun bukan berarti beranggapan bahwa semua agama adalah sama, artinya tidak menganggap bahwa Tuhan yang kami sembah adalah Tuhan yang kalian sembah.
    Piagam Madinah dengan jelas sekali mengakomodir pluralitas agama saat itu dan para ulama telah pula menjelaskan hukum-hukum terkait. Namun ada sebagian golongan yang menganggap bahwa pluralisme adalah-diantaranya-menganggap bahwa semua agama adalah sama.Sebenarnya paham inipun bukan baru. Akar-akarnya seumur dengan akar modernisme di Barat dan gagasannya timbul dari perspektif dan pengalaman manusia Barat. Namun kalangan ummat Islam pendukung paham ini mencari-cari akarnya dari kondisi masyarakat Islam dan juga ajaran Islam. Kesalahan yang terjadi, akhirnya adalah menganggap realitas kemajmukan (pluralitas) agama-agama dan paham pluralisme agama sebagai sama saja.
    Solusi Islam terhadap adanya pluralitas agama adalah dengan mengakui perbedaan dan identitas agama masing-masing (lakum diinukum wa liya diin). Tapi solusi paham pluralisme agama diorientasikan untuk menghilangkan konflik dan sekaligus menghilangkan perbedaan dan identitas agama-agama yang ada.
    Dalam paham pluralisme agama yang berkembang di Barat sendiri terdapat sekurang-kurangnya dua aliran yang berbeda: yaitu paham yang dikenal dengan program teologi global (global theology) dan paham kesatuan transenden agama-agama (Transcendent Unity of Religions). Kedua aliran ini telah membangun gagasan, konsep dan prinsip masing-masing yang akhirnya menjadi paham yang sistemik. Karena itu yang satu menyalahkan yang lain.
    Munculnya kedua aliran di atas juga disebabkan oleh dua motif yang berbeda, meskipun keduanya muncul di Barat dan menjadi tumpuan perhatian masyarakat Barat. Bagi aliran pertama yang umumnya diwarnai oleh kajian sosiologis motif terpentingnya adalah karena tuntutan modernisasi dan globalisasi.
    3. Pluralisme Agama
    a. Terminologi Pluralisme dan Penggunaannya
    Pluralisme ialah paham kemajemukan atau paham yang beroirientasi kepada kemajemukan yang memiliki berbagai penerapan yang berbeda dalam berbagai filsafat agama, moral, hukum dan politik dimana batas kolektifnya ialah pengakuan atas kemajemukan di depan ketuggalan. Seperti dalam filsafat, sebagian orang tidak mempercayai aspek kesatuan dalam makhluk-makhluk Tuhan, dan pandangan ini kemudian disebut dengan heterogenitas wujud dan maujud. Lawan pandangan ini ialah paham panteisme atau paham yang menolak segala heterogenitas (panteisme ekstrem), atau paham yang menerima adanya keanekaragaman sekaligus ketunggalan. Pembahasan tentang ini secara detail ada di buku-buku filsafat.
    b. Pluralisme Agama
    Pluralisme agama di dunia Nasrani pada beberapa dekade akhir diprakarsai atau dipromosikan oleh John Hick kelahiran 1922. Dalam hal ini dia mengatakan, “Menurut pandangan fenomenologis, terminologi pluralisme agama arti sederhananya ialah realitas bahwa sejarah agama-agama menunjukkan berbagai tradisi serta kemajemukan yang timbul dari cabang masing-masing agama. Dari sudut pandang filsafat, istilah ini menyoroti sebuah teori khusus mengenai hubungan antartradisi dengan berbagai klaim dan rival mereka.
    D. Multikulturalisme
    1. Pengertian Multikulturalisme
    Akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan. Pengertian kebudayaan diantara para ahli harus dipersamakan atau setidak-tidaknya tidak dipertentangkan antara satu konsep yang dipunyai oleh seorang ahli dengan konsep yang dipunyai oleh ahli atau ahli-ahli lainnya. Karena multikulturalsime itu adalah sebuah ideologi dan sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiannya, maka konsep kebudayaan harus dilihat dalam perspektif fungsinya bagi kehidupan manusia. Yang juga harus kita perhatikan bersama untuk kesamaan pendapat dan pemahaman adalah bagaimana kebudayaan itu operasional melalui pranata-pranata sosial.
    2. Sosialisasi Multikulturalisme
    a. Melalui pendidikan formal/non-formal; kurikulum merefleksikan pluralitas masyarakat, termasuk masyarakat yang selama ini terpinggirkan
    b. Merajut ingatan kolektif masyarakat yang inklusif
    c. Pendidikan multicultural di masyarakat di antaranya:
    d. Massa media dan seni: film, majalah, sastra, musik pop, teater, kesenian
    e. Kegiatan profesi, hobi, komunikasi internet
    f. Saling membagi pengalaman lintas budaya sehari-hari
    g. Mengangkat pahlawan multicultural orang-orang kecil, rekan-rekan pemuda yang melintasi batas budaya, kelas, agama, etnisitas, ras, gender untuk menolong orang lain di daerah konflik, bencana dan dalam kehidupan sehari-hari
    3. Islam dan Multikulturalisme
    Sebenarnya, cita-cita agung multikulturalisme tidak bertentangan dengan agama; namun demikian basis teoretisnya tetap problematik. Nilai-nilai multikulturalisme dianggap ekstra-religius yang ditolak oleh para teolog Muslim, sehingga sulit untuk mengeksplorasi tema tersebut. Memang belakangan telah muncul prakarsa yang dilakukan sejumlah pemikir Arab, seperti Mohammed Abed al-Jabiri, Hassan Hanafi, Nasr Hamid Abu-Zaid, dan lain-lain, untuk merekonsiliasi antara tradisi dan agama. Namun, gagasan-gagasan mereka mendapat tanggapan keras dari ulama-ulama konservatif.
    E. Pemberdaya Ekonomi
    1. Islam dan Masalah Kemiskinan
    Sikap umat Islam dalam melihat persoalan kemiskinan beragam. Mansour Fakih memetakannya ke dalam empat sudut pandang, yakni perspektif tradisionalis, modernis, revivalis dan transformatif . Dalam penglihatan kaum tradisionalis, permasalahan kemiskinan umat adalah ketentuan dan rencana Tuhan. Kemiskinan dipandang sebagai ujian atas keimanan. Di sisi lain, pemikiran modernis menilai bahwa permasalah kemiskinan dan keterbelakangan pada dasarnya berakar pada persoalah karena ada yang salah dari sikap mental, budaya atau teologi mereka. Oleh karena itu, agar keluar dari lembah kemiskinan umat Islam harus mengubah pemikiran dan sikap keagamaan sesuai dengan semangat modernitas.
    Bagi penganut paham revivalis kemiskinan terjadi disebabkan karena semakin banyak umat Islam yang justru memakai ideologi atau “isme” lain sebagai dasar pijakan tinimbang menggunakan Al-Qur’an. Untuk menanggulangi kemiskinan, menurut mereka adalah dengan cara keluar dari belenggu ideologi di luar Islam (baca: sekuler) dan kembali pada landasan Islam, A-Qur’an dan Sunnah Nabi. Sedangkan pemikiran transformatif percaya bahwa kemiskinan rakyat disebabkan oleh ketidakadilan sistem dan struktur ekonomi, politik dan kultur yang tidak adil. Oleh sebab itu, agenda mereka adalah melakukan transformasi terhadap struktur melalui penciptaan relasi yang secara fundamental baru dan lebih adil dalam bidang ekonomi, sosial-politk dan budaya.
    2. Dakwah dan pemberdayaan ekonomi umat
    Dakwah lewat pemenuhan kebutuhan pokok sudah tentu tidak dengan cara langsung memberikan ‘ikan’ kepada kaum miskin, karena akan semakin menambah ketergantungan. Tetapi dengan cara membuat ‘kail’ sekaligus ‘sungai’/’lautan’ sistem ekonomi berkeadilan sehingga memungkinkan mereka dapat mengais nafkah hidup secara mandiri dan bermartabat.
    Dalam perspektif ekonomi Islam terkandung pada filosofi kewajiban yang gigih mengendalikan dan memperkuat tekanan ekonomi agar selaras dengan ketentuan filsafat moral islam. Ekonomi Islam tidak mengajarkan kesenangan yang tidak bermoral. Dalam pemberdayaan ekonomi perlu redistribusi pendapatan dan kekayaan untuk meningkatkan kesejahteraan materil dan rohani.
    F. Rasikalisme
    1. Pengertian Radikalisme
    Radikalisme dalam beragama, atau “at-tatharruf ad-diiniy” didefinisikan oleh beliau sebagai suatu tindakan yang ‘berada di ujung’ atau ‘jauh dari pertengahan’. Sikap ini berlawanan sekali dengan sikap moderat atau “wasathiyah” yang diajarkan di dalam Islam. Ada pula istilah-istilah lain yang memiliki makna yang mirip dengan radikalisme ini, antara lain “ghuluw” (berlebihan), “tanaththu’” (melampaui batas), dan “tasydiid” (kerasa atau mempersulit). Semua makna ini menunjukkan bahwa sikap radikalisme adalah suatu sikap yang tidak diinginkan dalam Islam. Sebagai istilah yang cukup tua, radikalisme telah mengalami berbagai koreksi makna. Pemaknaan konsep ini sepertinya sangat tergantung pada “iklim” zaman. Terlepas dari semua perdebatan tentang makna istilah ini, sebagaimana makna umum yang dipakai sekarang, penggunaan istilah radikalisme di sini berintikan pemikiran garis keras dalam Islam yang seringkali membuahkan aksi-aksi kekerasan dan terorisme.
    Menguatnya radikalisme dalam Islam belakangan ini, yang ditandai dengan berbagai aksi kekerasan dan teror, telah menyedot banyak potensi dan energi kemanusiaan. Pengeboman di berbagai tempat telah merenggut hak hidup banyak orang yang tidak berdosa. Berbagai seminar dan dialog juga telah digelar untuk mengupas persoalan ini, sejak dari pencarian sebab sampai pada penawaran solusi.
    2. Kemunculan Radikalisme
    a. Pertama, pemahaman keagamaan yang keliru.
    b. Kedua, kekecewaan terhadap realitas kehidupan yang jauh dari nilai Islami.
    c. Ketiga, ketidakadilan sosial yang dialami umat Islam di banyak negara yang berpangkal pada ketidakadilan global oleh sistem dunia yang sekuler
    3. Radikalisme Dalam Agama
    Radikalisme dalam beragama harus dicegah sejak awal. Dalam urusan melempar jumrah, misalnya, Rasulullah saw. pernah memperingatkan kita agar tidak berlebihan. Cukuplah dengan kerikil kecil saja. Melempar jumrah dengan batu sebesar kepalan tangan, misalnya, tidak akan menambah keutamaan ibadah tersebut.
    Masih banyak jenis sikap radikal dalam beragama yang lainnya.Untuk itu, penuntasan masalah radikalisme dalam Islam mesti menyentuh berbagai persoalan di atas. Harus disadarkan bahwa kekerasan bukanlah tawaran yang bijak untuk menyikapi polarisasi dunia akibat tamparan hebat modernitas. Islam memiliki banyak kerangka pemikiran dan metode aksi dalam menciptakan tatanan dunia yang damai dan agung. Adalah tugas setiap muslim, terutama ulama, dalam menyadarkan setiap orang yang telah terjabak pada penjara radikalisme. Mereka harus benar-benar menyadari bahwa kekerasan seperti itu bukanlah ajaran Islam.

    more
  • PENYIMPANGAN TASAWUF DARI SEGI AQIDAH Oleh : Maltuful Anam

    BAB I
    PENDAHULUAN


    A.Latar Belakang
    Kita semua tahu mengapa Iblis dilaknat Allah selama-lamanya? Karena dia mendustakan ayat-ayat Allah. Kita semua tahu mengapa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam memberitahukan bahwa segala bentuk aturan yang diada-adakan dalam Islam pelakunya di neraka? Karena ia membuat kedustaan terhadap Allah, karena ibadah yang dilakukannya dinyatakan sebagai bagian dari agama Allah dan berasal dari-Nya.

    Memang sepintas lalu tidak ada yang perlu disangsikan tentang tasawuf, apalagi para pelakunya adalah orang-orang yang tekun beribadah, shalat malam, puasa, dan bahkan banyak yang tidak pernah lowong puasanya, walau satu hari pun. Sehingga banyak orang-orang pada zaman sekarang yang dangkal ilmu agamanya, lansung terpesona, lalu mereka pun bergabung dengan kelompok-kelompok sufi.

    Banyak ghuluw yang dilakukan orang-orang sufi, yang membuat mereka nyaris lepas dari Islam laksana anak panah yang lepas dari tali busurnya. Di dalam makalah ini kita dapat membaca berbagai penyimpangan mereka, dari perkataan yang diyakini mereka sebagai kebenaran padahal tidak lain merupakn penyelewengan dari agama, dan pada juga sekte-sekte ekstrim dalam dunia tasawuf yang membuat mereka tersesat dari kebenaran.

    Yang pasti menurut strategi Iblis dalam peperangan, dia lebih suka berkonspirasi dengan orang-orang sufi yang mengikuti jalan bid'ah daripada berkonspirasi dengan maling, perampok, pezina, pencuri, dan bahkan orang kafir sekalipun. Suatu saat bila datang hidayah para pendosa tersebut dapat bertaubat dari dosa-dosanya. Tapi orang sufi dan ahli bid'ah jangan harap mau bertaubat, karena mereka menganggap amalannya merupakan bagian dari syariat dan ajaran Islam. Padahal Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari mereka. Setidak-tidaknya, itulah yang melatar belakangi makalah yang ada di hadapan para pembaca sekalian, sekaligus memunculkan rumusan masalah dibawah ini.

    B.Rumusan Masalah
    1.Bagaimanakah Historisitas Tasawuf?
    2.Bagaimana Penyimpangan Ajaran Tasawuf dari Segi Aqidah?
    3.Apasajakah sekte-sekte yang menyimpang dalam tasawuf dari Segi Aqidah?

    C.Tujuan
    Bagi yang merasa penasaran atau mulai tertarik mendalami tasawuf, sebaiknya tahu dulu baik-buruknya, menimbang plus-minusnya, dan mempelajari seluk-beluknya secara sungguh-sungguh. Begitulah tuntunan Islam. Bahkan calon muallaf pun tak perlu disuruh cepat-cepat memeluk agama Islam kalau memang belum paham benar tentang Islam dan pernak-perniknya. Karena itu, melangkah dengan nol persiapan ke dalam dunia tasawuf adalah sebuah kebodohan yang amat nyata.

    Apa gunanya tasawuf? Atau, kalau mau pertanyaannya ‘dipermudah’ lagi, bolehlah kita modifikasi menjadi : Mau apa ikut tasawuf?
    Penulis berharap bagi yang mempunyai ketertarikan dengan tasawuf mengerti dengan fenomena –fenomena penyelewengan yang terjadi dalam tasawuf agar tidak serta merta menilai tasawuf sebagai ajaran sacral yang tidak mengenal kesalahan.

    BAB II
    PEMBAHASAN


    A.Historisitas Tasawuf
    Kata “Tasawuf” dan “Sufi” belum dikenal pada masa-masa awal Islam, kata ini adalah ungkapan baru yang masuk ke dalam Islam yang dibawa oleh ummat-umat lain.
    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah- dalam Majmu’ Fatawa berkata: “Adapun kata Sufi belum dikenal pada abad-abad ke tiga hijriah, akan tetapi baru terkenal setelah itu. Pendapat ini telah diungkapkan oleh lebih dari seorang imam, seperti Imam Ahmad bin Hambal, Abu Sulaiman Ad-Darani dan yang lain. Terdapat riwayat bahwa Abu Sufyan Ats-Tsauri pernah menyebut-nyebut tentang sufi, sebagian lagi mengungkapkannya dari Hasan Basri. Ada perbedaan pendapat tentang kata “sufi” yang disandingkan dibelakang namanya, yang sebenarnya itu adalah nama nasab seperti “qurosyi”, “madany” dan yang semacamnya.

    Ada yang mengatakan bahwa kalimat sufi berasal dari kata: Ahlissuffah ) , hal tersebut keliru, karena jika itu yang dimaksud maka kalimatnya berbunyi : Suffiyy (صفِّيّ). Ada juga yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah barisan (shaf) terdepan dihadapan Allah, hal itu juga keliru, karena jika yang dimaksud demikian, maka yang benar adalah: صفِّيّ . Ada juga yang mengatakan bahwa ungkapan tersebut bermakna: makhluk pilihan Allah (صفوة), itu juga keliru, karena jika itu yang dimaksud, maka ungkapan yang benar adalah Shafawy (صَفَوِي). Ada yang mengatakan bahwa kalimat sufi berasal dari nama seseorang yaitu Sufah bin Bisyr bin Ad bin Bisyr bin Thabikhah, sebuah kabilah arab yang bertetangga dari Mekkah pada zaman dahulu yang terkenal suka beribadah, hal inipun jika sesuai dari sisi kalimat namun juga dianggap lemah, karena mereka tidak terkenal sebagai orang-orang yang suka beribadah dan seandainyapun mereka terkenal sebagai ahli ibadah, maka niscaya julukan tersebut lebih utama jika diberikan kepada para shahabat dan tabi’in serta tabi’ittabiin.

    Disisi lain orang-orang yang sering berbicara tentang istilah sufi tidaklah mengenal suku ini dan mereka tentu tidak akan rela jika istilah tersebut dikatakan berasal dari sebuah suku pada masa jahiliah yang tidak ada unsur Islamnya sedikitpun. Ada juga yang mengatakan –dan inilah yang terkenal- bahwa kalimat tersebut berasal dari kata الصوف (wol), karena sesungguhnya itulah kali pertama tasawuf muncul di Basrah.

    Yang pertama kali memperkenalkan tasawuf adalah sebagian sahabat Abdul Wahid bin Zaid sedangkan Abdul Wahid merupakan sahabat Hasan Al-Basri, dia terkenal dengan sikapnya yang berlebih-lebihan dalam hal zuhud, ibadah dan sikap khawatir (khouf), satu hal yang tidak di dapati pada penduduk kota saat itu. Abu Syaikh Al-Ashbahani meriwayatkan dalam sanadnya dari Muhammad bin Sirin yang mendapat berita bahwa satu kaum mengutamakan untuk memakai pakaian dari wol (shuf), maka dia berkata: “Sesung-guhnya ada suatu kaum yang memilih pakaian wol dengan mengatakan bahwa mereka ingin menyamai Al-Masih bin Maryam, padahal petunjuk nabi kita lebih kita cintai, beliau dahulu mengenakan pakaian dari katun atau lainnya, atau ucapan semacam itu”.

    Kemudian setelah itu dia berkata: “Mereka mengaitkan masalah itu dengan pakaian zahir yaitu pakaian yang terbuat dari wol maka mereka mengata-kannya sebagai sufi, akan tetapi sikap mereka tidak terikat dengan mengenakan pakaian wol tersebut, tidak juga mereka mewajibkannya dan menggan-tungkan permasalahannya dengan hal tersebut, akan tetapi dikaitkannya berdasarkan penampilan luarnya saja. Itulah asal kata tasawuf, kemudian setelah itu dia bercabang-cabang dan bermacam-macam” demi-kianlah komentar beliau –rahimahullah- ) yang men-jelaskan bahwa tasawuf mulai tumbuh berkembang di negri Islam oleh orang-orang yang suka beribadah di negri Basrah sebagai dampak dari sikap mereka yang berlebih-lebihan dalam zuhud dan ibadah dan kemudian berkembang setelah itu, bahkan para penulis belakangan sampai pada kesimpulan bahwa tasawuf merupakan pengaruh dari agama-agama lain yang masuk ke negri-negri Islam, seperti agama Hindu dan Nashara. Pendapat tersebut dapat dimengerti berdasarkan apa yang diucapkan Ibnu Sirin yang mengatakan:
    “Sesungguhnya ada beberapa kaum yang memilih untuk mengenakan pakaian wol seraya mengatakan bahwa hal tersebut menyerupai Al-Masih bin Maryam, padahal petunjuk Nabi kita lebih kita cintai”. Hal tersebut memberi kesimpulan bahwa tasa-wuf memiliki keterkaitan dengan agama Nashrani !!.

    Doktor Sabir Tu’aimah menulis dalam bukunya: As-Sufiyah, mu’takadan wamaslakan (Sufi dalam aqidah dan prilaku): “Tampaknya tasawuf merupakan akibat dari adanya pengaruh kependetaan dalam agama Nashrani yang pada waktu itu para pendetanya mengenakan pakaian wol dan mereka banyak jumlahnya, yaitu golongan orang-orang yang total melakukan prilaku tersebut di negeri-negeri yang dimerdekakan Islam dengan pengaruh tauhid, semuanya memberikan pengaruh yang tampak pada prilaku generasi pertama dari kalangan tasawuf “ )

    Syaikh Ihsan Ilahi Zahir –rahimahullah- dalam kitabnya: Tashawwuf Al-Mansya’ Walmashdar (Tasawuf, Asal Muasal dan Sumber-Sumbernya) berkata: “Jika kita amati ajaran-ajaran tasauf dari generasi pertama hingga akhir serta ungkapan-ungkapan yang bersumber dari mereka dan yang terdapat dalam kitab-kitab tasauf yang dulu hingga kini, maka akan kita dapatkan bahwa disana terdapat perbedaan yang sangat jauh antara tasauf dengan ajaran-ajaran Al-Quran dan Sunnah, begitu juga kita tidak akan mendapatkan landasan dan dasarnya dalam sirah Rasulullah serta para shahabatnya yang mulia yang merupakan makhluk-makhluk Allah pilihan. Bahkan sebaliknya kita dapatkan bahwa tasawuf diadopsi dari ajaran kependetaan kristen, kerahiban Hindu, ritual Yahudi dan kezuhudan Buda” ).

    Syekh Abdurrahman Al-Wakil –rahimahullah- ber-kata dalam mukadimah kitabnya: Mashra’ut Tashaw-wuf (keruntuhan tasawuf): “Sesungguhnya tasauf rekayasa setan yang paling hina dan pedih untuk memperbudak hamba Allah dalam rangka memerangi Allah dan Rasul-Nya, diapun merupakan tameng orang-orang Majusi dengan berpura-pura seolah-olah bersumber dari Allah, bahkan dia merupakan tameng setiap sufi untuk memusuhi agama yang haq ini. Perhatikanlah, akan anda dapatkan didalamnya kependetaan Buda, Zoroaster, Manuiah dan Disaniah. Andapun akan mendapatkan didalamnya Platoisme, Ghanusiah, didalamnya juga terdapat unsur Yahudi, Kristen dan Paganisme (berhalaisme) Jahiliah “ ).

    B.Penyimpangan Ajaran Tasawuf dari Segi Aqidah
    Awalnya para sufi pertama berkomitmen pada Qur'an dan Sunnah. Namun, selanjutnya, tasawuf dipenuhi filsafat yang memuat paham-paham asing dalam dunia Islam.
    Generasi awal yang terdiri dari para sahabat dan tabi'in menerima dan mengajarkan Islam secara utuh, seimbang, mendalam dan komprehensif. Mereka tidak menonjolkan salah satu bidang, sementara bidang yang lain dilupakan. Ketika mereka memperhatikan aspek batiniyah, mereka tidak melupakan aspek lahiriyah. Ketika mereka mengejar urusan ukhrawi, mereka tidak melalaikan urusan duniawi. Pendek kata, mereka memberi perhatian terhadap akal, ruh, dan jasad secara menyeluruh dan seimbang.

    Waktu terus bergerak, perubahanpun terjadi. Karena faktor internal dan eksternal, mulai didapati individu-individu tertentu atau bahkan sekelompok orang yang mengkhususkan diri untuk mendalami salah satu bidang tertentu dari ajaran Islam. Di antaranya ada yang mengkhususkan diri menelaah masalah-masalah ibadah dan segala urusan perintah dan larangan agama. Mereka ini kemudian dikenal dengan ahli fiqih atau fuqaha. Dari sini lahir empat imam madzhab yang sangat terkenal, yaitu Imam Maliki, Imam Hambali, Imam Syafi'i, dan Imam Hanafi.

    Sebelumnya ada segolongan orang yang lebih menitik beratkan perhatiannya pada masalah-masalah iman dan keyakinan. Mereka ini kemudian dikenal sebagai ahli ilmu kalam, filsuf, atau teolog Islam. Bidang ini selain melahirkan tokoh-tokoh besar, juga menghasilkan berbagai aliran pemikiran mengenai pokok-pokok agama (ushuluddin), di antaranya adalah Jabariyah dan Qadariyah yang sampai sekarang masih hidup di tengah-tengah pemahaman kaum Muslimin.

    Tak lama kemudian segolongan orang lagi memusatkan perhatiannya pada aspek ruhani dan kejiwaan. Mereka itulah yang kemudian hari dikenal sebagai ahli tasawuf atau kaum sufi. Kemunculan mereka sesungguhnya dipicu oleh keadaan di mana sebagian kaum Muslimin sudah tenggelam dalam kemewahan hidup materialistis. Sebagian dari penguasa dan orang-orang kaya mulai terjangkiti penyakit hedonistis.

    Saat itu harta kekayaan ummat Islam melimpah seiring dengan perluasan wilayah yang semakin ekspansif. Serdadu Muslim selain membawa pulang harta rampasan juga gaya hidup baru. Tak heran jika kemudian para penguasa menjiplak gaya hidup kaisar dan kaisar yang berkuasa di negara-negara tiranis. Adapun orang-orang kaya sibuk menambah kekayaannya dan melupakan kehidupan ukhrawi. Gaya hidup baru seperti itu sama sekali tak terlihat pada masa rasulullah dan para sahabatnya.

    Kemunculan ahli tasawuf ini pada mulanya bertujuan untuk menyelamatkan kaum Muslimin dari pola hidup hedonis yang murkai Allah Subhaanahu wa ta'ala. Mereka menyeru kehidupan sederhana dengan cara memerangi hawa nafsu. Gaya hidup yang ditawarkan kaum sufi itu kemudian dikenal dengan istilah zuhud, yang kemudian pengertiannya meluas hingga meninggalkan ingar bingar kehidupan ramai.

    Tasawuf sebagai pendatang baru segera diterima oleh masyarakat Muslim yang saat itu mulai merasakan kekeringan ruhani. Tasawuf datang mengisi kekosongan yang tidak diisi oleh fiqih dan ilmu kalam, sebab kedua bidang ilmu yang disebutkan terakhir itu lebih menekankan pada aspek pikir dan segala sesuatu yang bersifat lahir. Sementara tasawuf menawarkan sesuatu yang bersifat batin.

    Sebenarnya pada setiap agama, tidak saja agama Islam mempunyai kecenderungan dan tradisi tasawuf, yaitu arahan untuk memperdalam aspek ruhani. Bahkan pada agama Hindu di India, misalnya, terdapat orang-orang yang menaruh perhatian yang sedemikian rupa terhadap masalah ruhaniyah sampai sampai mereka membiarkan dirinya dalam kefakiran, bahkan ada kecendrungan untuk menyiksa fisik untuk tujuan kesucian jiwa. Demikian halnya dalam agama Mesehi, terutama dalam kehidupan kependetaan.

    Di masa Rasulullah Shalallaahu 'alaihi wa sallam kecenderungan sebagian sahabat untuk menjalani kehidupan kesufian sebenarnya telah ada. Akan tetapi karena Islam diturunkan bukan untuk menonjolkan satu aspek saja, maka kecenderungan itu telah diposisikan kembali oleh Rasulullah pada titik equilibrium yang tepat. Islam datang membawa keseimbangan antara kehidupan ruhani, kehidupan jasmani, dan akal pikiran.
    Ketika Abdullah bin Amr bin 'Ash melakukan puasa terus menerus setiap harinya, shalat malam hingga tidak tidur, serta meninggalkan kewajibannya sebagai suami terhadap istrinya, maka Rasulullah saw menegurnya secara keras. Beliau bersabda:
    "Wahai Abdullah, sesungguhnya matamu mempunyai hak atasmu, sesungguhnya keluargamu punya hak atasmu, sesungguhnya istrimu mempunyai hak atasmu, dan sesungguhnya tubuhmu punya hak atasmu, maka berikanlah masing-masing yang mempunyai hak atas haknya."

    Potensi kesufian itu sebenarnya telah ada pada setiap orang, oleh karenanya ketika potensi itu dipupuk dan disiram dengan baik, maka ia akan tumbuh subur dan berkembang secara cepat. Bahkan ada kecenderungan pertumbuhannya menjadi tak terkendali.

    Ketika masyarakat Muslim mendewakan akal dan iman tidak lebih dari ungkapan filsafat yang diperdebatkan dalam forum-forum diskusi yang tidak memuaskan ruhani, dan fiqih hanya mempersoalkan amalan badaniyah dan bukan amalan ruhani, maka Tasawuf adalah jawabannya. Tidak ada yang dapat menutup kekosongan dan kehampaan ruhani ini kecuali Tasawuf. Tidak ada yang dapat menghilangkan kelaparan ruhani kecuali kaum sufi. Mereka berusaha membersihkan batin sebelum membersihkan lahirnya. Mereka mengobati penyakit jiwa, memprioritaskan amalan hati, dan menyibukkan diri dengan pendidikan ruhani dan akhlaq.

    Ahli tasawuf periode pertama sebenarnya masih komitmen terhadap al-Qur'an dan as-Sunnah, mengikuti batas-batas syara', dan menjauhi bid'ah dan khurafat, baik dalam pemikiran maupun perilakunya. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya tasawuf beralih dari pendidikan akhlaq dan pendidikan ruhani kepada filsafat yang memuat paham-paham yang asing dalam dunia Islam. Tokoh-tokoh mereka mulai memalingkan ajaran tasawuf dari sumber pokok ajaran islam yang asli dan otentik.

    Saat itu mulia diperkenalkan ajaran tentang hulul, yaitu ajaran yang menyatakan bahwa Tuhan ber-reinkarnasi dalam tubuh manusia. Yang lain adalah wihdatul wujud, kesatuan wujud. Bahwa yang ada hanya Allah, yang karenanya Allah adalah alam dan alam adalah Allah. Ajaran ini pertama kali diperkenalkan oleh Al-Hallaj yang karena telah tertipu oleh syetan sampai ia mengatakan: "anallah", aku adalah Allah. Inilah penyimpangan tasawuf yang paling besar, yang ajarannya mengadop dari ajaran Masehi yang mempercayai bahwa al-Khaliq berinkarnasi dalam tubuh Isa Al-Masih.

    Puncak dari penyimpangan wihdatul wujud itu adalah ketika ajaran ini memperkenalkan bahwa tidak ada lagi yang bernama al-Khaliq (Pencipta), yang dengan sedirinya tidak ada yang disebut makhluq. Tidak ada rabb (Tuhan), juga tidak ada marhub (Yang dipertuhan). Inti dari ajaran ini adalah meniadakan tanggung jawab, baik individual maupun sosial, yang justeru merupakan pilar utama akhlaq Islam. Dalam pandangan ini, tidak ada bedanya antara orang baik dan orang jahat, antara penyembah tauhid dan penyembah berhala, karena semua yang ada merupakan lambang dari wujud Tuhan.

    Di luar penyimpangan yang tidak terampuni itu, kecenderungan orang yang menempuh jalan tasawuf untuk bersikap berlebih-lebihan dalam agama. Kegairahan mereka yang berlebih-lebihan itu akhirnya menjebaknya pada suatu sikap yang sama sekali tidak dibenarkan syari'at. Bahkan ada kalangan tertentu yang berani berdusta atas nama Rasulullah dengan mengeluarkan hadits yang sama sekali tidak berasal dari beliau Saw. Dengan enteng mereka mengatakan, jika untuk fadhailul a'mal dan menganjurkan kebaikan, kenapa dilarang?

    Hal lain bahwa di antara kaum sufi ada yang menjadikan perasaan pribadi atau ilham sebagai tolok ukur untuk mengetahui baik buruk, dan benar salah. Padahal al-Qur'an dan as-Sunnah adalah timbangan yang sebenarnya.

    Di antara mereka ada yang memisahkan antara syari'at dan hakikat. Mereka memandang remeh syari'at dan mengagungkan hakikat, seolah-olah mereka yang sudah sampai pada maqam hakikat tidak memerlukan lagi syari'at.

    Secara tegas, Abdul Qodir mengawali bukunya dengan ungkapan yang menyentak, bahwa teori-teori yang diajarkan oleh berbagai macam aliran tasawuf, baik teori wihdatil wujud, wihdatus syuhud, al-ittihad, al-ittishal, al-hulul, atau al-liqa', semuanya bersifat panteistis. Itu ujung-ujungnya adalah ajaran Hindu yang berpengaruh terhadap Yunani kuno dan kemudian diambil ke tasawuf Islam lewat penerjemahan-penerjemahan yang kebanyakan dilakukan oleh orang-orang Kristen zaman kekhalifahan abad kedua Hijriah.

    Demikian halnya dengan kecenderungan para mutasawwif yang meremehkan kehidupan dunia, sementara ajaran Islam sama sekali tidak menghinakan dunia. Bahkan kaum Muslimin dianjurkan berdo'a.

    C.Sekte-Sekte Sesat Dalam Tasawuf dari Segi Aqidah
    Pertama, sekte Al Isyraqi, sekte ini didominasi oleh ajaran filsafat bersama sifat zuhud. Yang dimaksud dengan Al Isyraqi (penyinaran) adalah penyinaran jiwa yang memancarkan cahaya dalam hati, sebagai hasil dari pembinaan jiwa dan penggemblengan ruh disertai dengan penyiksaan badan untuk membersihkan dan menyucikan ruh, yang ajaran ini sebenarnya ada pada semua sekte-sekte tasawuf, akan tetapi ajaran sekte ini cuma sebatas pada penyimpangan ini dan tidak sampai membawa mereka kepada ajaran Al Hulul (menitisnya Allah ‘azza wa jalla ke dalam diri makhluk-Nya) dan Wihdatul Wujud (bersatunya wujud Allah ‘azza wa jalla dengan wujud makhluk /Manunggaling Gusti ing kawulo – Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan), meskipun demikian ajaran sekte ini bertentangan dengan ajaran islam, karena ajaran ini diambil dari ajaran agama-agama lain yang menyimpang, seperti agama Budha dan Hindu.

    Kedua, sekte Al Hulul, yang berkeyakinan bahwa Allah ‘azza wa jalla bisa bertempat/menitis dalam diri manusia -Maha Suci Allah ‘azza wa jalla dari sifat ini-. Keyakinan ini diserukan oleh beberapa tokoh-tokoh ekstrem ahli Tasawuf, seperti Hasan bin Manshur Al Hallaj, yang karenanya para Ulama memfatwakan kafirnya orang ini dan dia harus dihukum mati, yang kemudian dia dibunuh dan disalib -Alhamdulillah- pada tahun 309 H. Di dalam Sya’ir yang dinisbatkan kepadanya dia berkata (kitab At Thawasiin, tulisan Al Hallaj hal.130):
    Maha suci (Allah) yang Nasut (unsur/sifat kemanusiaan)-Nya telah menampakkan rahasia cahaya Lahut (unsur/sifat ketuhanan)-Nya yang menembus
    Lalu Tampaklah Dia dengan jelas pada (diri) makhluk-Nya
    dalam bentuk seorang yang sedang makan dan sedang minum
    Hingga (sangat jelas) Dia terlihat oleh makhluk-Nya
    seperti (jelasnya) pandangan alis mata dengan alis mata
    Dalam sya’ir lain (kitab Al Washaaya, tulisan Ibnu ‘Arabi (hal.27), -Maha Suci Allah dari sifat-sifat kotor yang mereka sebutkan-) dia berkata:
    Aku adalah yang mencintai dan yang mencintai adalah aku
    kami adalah dua ruh yang bertempat di dalam satu jasad
    Maka jika kamu melihatku (berarti) kamu melihat Dia
    Dan jika kamu melihat Dia (berarti) kamu melihat kami

    Memang Al Hallaj -seorang tokoh besar dan populer di kalangan orang-orang ahli Tasawuf ini- adalah penganut sekte Al Hulul, dia meyakini Dualisme hakikat ketuhanan dan beranggapan bahwa Al Ilah (Allah ‘azza wa jalla) memiliki dua tabiat yaitu: Al Lahut (unsur/sifat ketuhanan) dan An Nasut (unsur/sifat kemanusiaan/kemakhlukan), yang kemudian Al Lahut menitis ke dalam An Nasut, maka ruh manusia -menurut Al Hallaj- adalah Al Lahut ketuhanan yang sebenarnya dan badan manusia itu adalah An Nasut.

    Kemudian meskipun bandit besar ini telah dihukum mati karena ke-zindiqan-nya sehingga sebagian orang-orang ahli Tasawuf menyatakan berlepas diri darinya-, tetap saja ada orang-orang ahli Tasawuf yang menganggapnya sebagai tokoh besar ahli tasawuf, bahkan mereka membenarkan keyakinan sesat dan perbuatannya, dan mengumpulkan serta membukukan ucapan-ucapan kotornya, mereka itu di antaranya adalah Abul ‘Abbas bin ‘Atha’ Al Baghdadi, Muhammad bin Khafif Asy Syirazi dan Ibrahim An Nashrabadzi, sebagaimana hal tersebut dinukil oleh Al Khathib Al Baghdadi dalam kitab beliau Tarikh Al Baghdad (8/112).

    Ketiga, sekte Wihdatul Wujud, yaitu keyakinan bahwa semua yang ada pada hakikatnya adalah satu dan segala sesuatu yang kita lihat di alam semesta ini tidak lain merupakan perwujudan/penampakan Zat Ilahi (Allah ‘azza wa jalla) -maha suci Allah ‘azza wa jalla dari segala keyakinan kotor mereka-. Dedengkot sekte ini adalah wong elek yang bernama Ibnu ‘Arabi Al Hatimi Ath Thai (Nama lengkapnya adalah Abu Bakr Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad bin Ahmad Ath Thai Al Hatimi Al Mursi Ibnu ‘Arabi, lihat Siar Al A’lam An Nubala’ tulisan Imam Adz Dzahabi 16/354) yang binasa pada tahun 638 H dan dikuburkan di Damaskus.

    Dalam kitabnya Al Futuhat Al Makkiyah (seperti yang dinukilkan oleh DR. Taqiyuddin Al Hilali dalam kitabnya Al Hadiyyatul Haadiyah hal.43) dia menyatakan keyakinan kufur ini dengan ucapannya:
    Hamba adalah tuhan dan tuhan adalah hamba
    duhai gerangan, siapakah yang diberi tugas (melaksanakan syariat)?
    Jika kau katakan: hamba, maka dia adalah tuhan
    Atau kau katakan: tuhan, maka mana mungkin tuhan diberi tugas?!


    Dan dalam kitabnya yang lain Fushushul Hikam (hal.192) dia ngelindur: “Sesungguhnya orang-orang yang menyembah anak sapi, tidak lain yang mereka sembah kecuali Allah”.
    Meskipun demikian, orang-orang ahli Tasawuf malah memberikan gelar-gelar kehormatan yang tinggi kepada Ibnu ‘Arabi, seperti gelar Al ‘Arif Billah (orang yang mengenal Allah ‘azza wa jalla dengan sebenarnya), Al Quthb Al Akbar (pemimpin para wali yang paling agung), Al Misk Al Adzfar (minyak kesturi yang paling harum), dan Al Kibrit Al Ahmar (Permata yang merah berkilau), padahal orang ini terang-terangan memproklamirkan keyakinan Wihdatul Wujud dan keyakinan-keyakinan kufur dan rusak lainnya, seperti pujian dia terhadap Firaun dan keyakinannya bahwa Firaun mati di atas keimanan, celaan dia terhadap Nabi Harun shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengingkari kaumnya yang menyembah anak sapi -yang semua ini jelas-jelas bertentangan dengan nash Al Quran-, dan keyakinan dia bahwa kafirnya orang-orang Nasrani adalah karena mereka hanya mengkhususkan Nabi ‘Isa ‘alaihis salam sebagai Tuhan, yang kalau seandainya mereka tidak mengkhususkannya maka mereka tidak dikafirkan.


    BAB III
    PENUTUP


    Kesimpulan
    1.Dari apa yang diketengahkan oleh para penulis muslim masa kini tentang asal usul tasawuf, dan masih banyak selain mereka yang tidak dise-butkan yang menyatakan hal serupa, maka jelaslah bahwa sufi adalah sesuatu yang dimasukkan ke dalam ajaran Islam yang dilakukan oleh orang-orang yang menjadi pengikutnya dengan cara-cara yang aneh dan jauh dari hidayah Islam.

    Mengenai disebutkannya secara khusus kalangan sufi generasi kemudian (muta’akhirin) adalah karena pada mereka banyak terdapat penyimpangan-penyimpangannya. Sedangkan kaum sufi terdahulu, mereka relatif lebih moderat, seperti Fudhail bin ‘Iad, Al-Junaid, Ibrahim bin Adham dan lain lain.

    2.Pada hakekatnya ajaran tasawuf yang dianut umat Islam bercorak panteistis, hasil dari konsepsi filsafat yang disebut monisme. Yaitu konsepsi yang menyatakan bahwa Tuhan dan alam adalah satu. Bahkan jika diurut-urut lebih jauh, konsepsi monisme dengan panteismenya ternyata bersumber dari ajaran Hindu.

    3.Jelaslah bagi kita semua bahwa sebagian ajaran Tasawuf adalah ajaran sesat yang menyimpang sangat jauh dari petunjuk Al Quran dan As Sunnah, yang dengan mengamalkan ajaran ini -na’udzu billah min dzalik- seseorang bukannya makin dekat kepada Allah ‘azza wa jalla, tapi malah semakin jauh dari-Nya, dan hatinya bukannya makin bersih, akan tetapi malah semakin kotor dan penuh noda.

    Kemudian jika timbul pertanyaan, “Kalau begitu usaha apa yang harus kita lakukan dalam upaya untuk menyucikan jiwa dan hati kita?”, Maka jawabannya adalah sederhana sekali, yaitu, Pelajari dan amalkan syariat islam lahir dan batin, maka dengan itulah jiwa dan hati kita akan bersih (untuk lebih jelasnya silakan pembaca menelaah kitab yang ditulis khusus untuk menjelaskan masalah penting tentang tasawuf), karena di antara tugas utama yang dibawa para Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah menyucikan jiwa dan hati manusia dengan mengajarkan kepada mereka syariat Allah ‘azza wa jalla.


    DAFTAR PUSTAKA

    Sholeh Fauzan, Hakekat Sufi & Sikap Kaum Sufi Terhadap Prinsip Ibadah Dan Agama, PT Bina Karya, jakarta 1998.
    Majmu’ Fatawa, Vol 11/5. Jakarta 1996.
    Hartono Ahmad Jaiz, Tasawuf Belitan Iblis, Darul Falah, Jakarta 1999.
    www.geocities.com
    www.muslim.or.id

    more

Buka Semua Folder | Tutup Semua

Kamus Online

Komentar Terbaru